Bab VII

5.4K 544 108
                                    

Sasuke mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu pada wanita yang berada di bawah kungkungannya.

"Jangan bohong, Sa-ku-ra. Aku tahu keturunan Akasuna hanyalah Sasori."

Sakura merasa paru-parunya sesak, seakan ada yang mengganjal tatkala memikirkan perkataan Sasuke dan kemungkinan-kemungkinan jika ucapan pria itu benar adanya. Bahkan ia tidak tahu tentang itu. Yang ia tahu, dirinya, Sasori, dan Moegi adalah saudara, tidak mungkin mereka membohonginya, kan? Sakura mendorong Sasuke dan menampar pria itu.

"Cukup, Tuan Uchiha yang terhormat. Jangan bicara padaku lagi!"

Sakura melenggang meninggalkan Sasuke yang mematung setelah ia beri tamparan yang cukup keras. Selama ini, Sakura tidak pernah menamparnya, bahkan ketika ia menuduh wanita itu berselingkuh, dimana dirinya pantas mendapat tamparan atau hujatan di kala itu, tapi apa yang dilakukan Sakura hanyalah mencoba meyakinkan dirinya, tanpa memaki atau memukul. Dirinyalah yang memaki wanita itu bahkan mendorongnya pergi.

Sasuke menatap nanar kepergian Sakura. Sesakit inikah? Rasanya sakit ketika keberadaanmu sudah tidak ada artinya, ketika wanita itu tak lagi menganggap keberadaanmu penting, dan sakit rasanya ketika wanita itu tak lagi peduli. Sakura berubah. Tidak ada lagi cinta di mata teduhnya.

Ia meninju tembok bekas Sakura bersandar sehingga tangannya memerah.

Shion menyeringai melihat adegan itu. Setidaknya ia masih memiliki peluang. Ia akan mencari tau apa yang terjadi dengan dua orang tersebut, dan ia akan mencari tau tentang masa lalu mereka, karena Sasuke sepertinya begitu mengenal Sakura luar dan dalam.

__________________________________________________

Sakura berjalan menghentak kembali ke dalam aula. Ia akan pulang malam ini juga dan mengajak Moegi untuk bersiap. Menurutnya Sasuke sudah sangat keterlaluan, apalagi sampai mengatakan sesuatu yang sangat tidak jelas begitu, namun langkahnya tertahan begitu melihat seorang pria yang menatapnya tajam. Ia melirik Moegi yang menunduk takut tanpa berani mengangkat kepalanya.

Sakura menelan salivanya yang anehnya terasa seperti menelan duri, "Ini baru yang namanya malaikat pencabut nyawa," gumamnya seraya menatap Sasori takut-takut

Sasori berjalan tegap. Banyak yang mencuri-curi pandang ke arah mereka. Ia meraih tangan Sakura dan menyentak wanita itu ke arahnya, dan Sakura hanya bisa menurut tanpa berani membantah.

"Moegi, ayo pulang!" ia menarik tangan Sakura dan Moegi mengikuti di belakangnya. Beberapa orang suruhan Sasori membereskan barang bawaan Sakura dan Moegi.

"Tunggu Akasuna-San!" Fugaku datang selaku pemilik acara.

Sasori berhenti dan menyuruh Sakura berdiri di belakangnya seakan menyembunyikan keberadaan wanita itu, namun percuma saja, semua orang sudah menyadari keberadaanya, bahkan kelurga Haruno yang kini berlari tergopoh-gopoh untuk meyakinkan apa yang mereka lihat.

Sasori menatap mereka datar, "Maaf, Uchiha-San. Seharusnya aku yang datang ke sini, bukannya kedua saudariku. Aku sedang keluar negeri karena ada urusan, dan aku tidak tahu jika mereka mengacau di sini. Sekali lagi maafkan atas ketidak nyamanan ini." Sasori menjura di hadapan Fugaku dan keluarga Uchiha yang lainnya.

Fugaku mengangkat tangannya guna menyuruh Sasori untuk berdiri tegak kembali, "Tidak. Tidak apa, kami malah sangat senang jika seluruh kaluarga Akasuna bersedia hadir di acara kami."

"Terima kasih, tapi saya rasa sudah saatnya adik-adik saya pulang. Mereka pasti sudah lelah." ucapnya terselip nada jengkel.

Fugaku terdiam. Sudah tidak ada gunanya ia mencegat pria itu. Sepertinya Sasori sedang dalam mood yang buruk. Ia tidak akan mencegat pria itu untuk pulang.

Aku Ingin MAMA, bukan IBU (SasuSakuSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang