"Sasuke, kenapa Shion belum turun juga?"
Sasuke yang sedang bercengkrama dengan Naruto menoleh kepada sang pemilik acara malam ini. Mikoto tampil cantik dengan gaun panjang berbahan sutra yang mengkilap dan sangat pas di tubuhnya, gaun itu menjuntai melewati mata kaki dan berbentuk duyung sehingga menampilkan lekukan pinggangnya yang ramping.
"Mungkin masih bersiap-siap," sahutnya.
"Oh, begitu, baiklah."
Mikoto hendak berbalik namun ia ingat sesuatu yang lain.
"Sarada?"
Sasuke menoleh ke sekeliling ruangan, "Aku akan mencarinya."
Mikoto tersenyum manis. Ia sudah mendengar perihal pertengkaran Sarada dan Sasuke tadi siang. Ia berharap putranya itu bisa mengerti perasaan putrinya sendiri. Sasuke memang terlalu muda untuk menjadi seorang ayah, ketika seharusnya ia baru masuk kuliah ia sudah menjadi seorang ayah di umurnya yang bahkan belum mencapai dua puluh tahun. Ini memang kesalahannya karena terlalu membebaskan pergaulan putra-putranya, tapi ia tidak pernah menyesali keberadaan Sarada.
Sasuke dan Sakura memang berpacaran bahkan dari kelas satu menengah atas dan harus menyembunyikan kehamilannya saat kelas tiga dengan homeschooling. Setelah mereka resmi lulus, pernikahan akan segera dilakukan agar tidak mencoreng nama keluarga besar, namun kejadian itu, dimana seseorang menemukan Sakura di hotel bersama lelaki lain dan sedang berpelukan membuat Sasuke murka dan memutuskan begitu saja pertunangan mereka.
Tapi, semua itu hanyalah kesalah pahaman. Saat itu Sakura berusaha menenangkan Neji yang marah besar pada Hinata. Hinata tidak pulang selama beberapa hari ke rumah dan ternyata ditemukan ada di hotel bersama Naruto. Neji naik pitam dan Sakura benar-benar takut Neji akan kalap mata dan menghajar Naruto, bagaimanapun mereka temannya juga, dan Sakura berusaha menenangkan Neji, namun momen itu dimanfaatkan orang lain untuk memfitnahnya, sehingga keluarga Haruno dan Uchiha dirundung malu.
"Anak tidak tau malu! Sudah hamil diluar nikah sekarang kau merambat menjadi pelacur juga?" bentak sang ibu.
Sakura menunduk dengan air mata yang terus mengalir. Awalnya Mebuki marah besar begitu mengetahui anaknya hamil padahal dia masih harus bersekolah, namun Sasuke datang dan berjanji akan bertanggung jawab dan tidak akan membuat malu nama keluarga, akhirnya Mebuki bisa bernafas lega, dan mulai saat itu Sakura hanya bersekolah di rumah dan tidak diizinkan banyak keluar rumah, tapi Sakura selalu suka kemana-mana. Ia tidak suka dikurung seperti burung. Ia suka kebebasan dan Mebuki kesal.
Ayah Sakura tidak bisa berbuat apa-apa. Di satu sisi ia kasian terhadap Sakura, karena bagaimanapun Sakura adalah darah dagingnya, tapi di satu sisi yang lain ia kecewa dengan Sakura karena telah membuat malu nama keluarga.
Dan, Tayuya hanya memandang datar saudaranya yang sedang dihakimi oleh sang ibu. Ia sempat tidak suka dengan Sakura karena selalu menjadi pusat perhatian dan menjadi bintangnya ayah mereka, namun ia bersyukur karena Mebuki lebih memihak padanya, dan dengan kejadian ini mungkin ayahnya juga akan lebih memperhatikan dirinya ketimbang kakaknya yang sudah membawa dampak buruk bagi nama baik keluarga besar.
"Pergi kau dari rumah ini!" teriak Mebuki.
Sakura terlonjak. Ia mendongak menatap sang ibu dengan wajah yang basah dan merah. Perempuan itu menangis dan menggeleng.
"Tidak Ibu ... Jangan usir Saku ...."
"Pergi kau! Aku tidak ingin lagi melihat wajahmu!"
Mebuki menyeret Sakura keluar rumah dan melemparkan barang-barangnya, "Pergi dan jangan pernah kembali."
Meski begitu ia masih memberikan kartu ATM anak itu dan sebuah mobil. Ia memang marah pada Sakura tapi tak akan setega itu membuang anaknya tanpa perbekalan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin MAMA, bukan IBU (SasuSakuSara)
Short Story___cerita kesembilan___ Sarada adalah anak yang baik dan penurut, namun ketika Papanya mulai mengenalkan wanita lain sebagai kekasih kepadanya, jiwa berontaknya timbul secara perlahan. Ia menjadi gadis yang pembangkang dan tidak pernah mau bersikap...