Selamat hari senin, semoga hari senin kalian menyenangkan💕
Jangan lupa tinggalkan jejak ya.
Enjoy and happy reading💙
Sorry for the typos.***
"Berikan nomor adikmu."
Mario langsung membuka pintu ruangan Andrew tanpa mengetuk dan masuk tanpa sapaan terlebih dahulu. Benar-benar sahabat yang menyebalkan namun sangat cocok dengannya yang juga tidak menyukai basa-basi.
"Kau tidak mempunyai nomor Clover?" Sontak saja Amdrew mengernyitkan dahinya, menatap sahabat sekaligus bawahannya dan saudara iparnya itu dengan aneh.
"Lagipula untuk apa kau minta nomor adikku? Jangan bilang kau ingin menjadikan Clo pelampiasan? Aku tidak akan mengizinkannya."
Sontak saja Mario mendengus geli. Ucapan sahabatnya benar-benar tidak masuk akal. Ayolah, ia tidak mungkin mengubah hubungannya dengan Clover menjadi pasangan, mereka sudah seperti adik kakak bahkan sejak gadis itu masih balita.
"Aku tidak suka anak kecil. Lebih baik aku dengan istri orang atau pacar orang." Pria itu bergumam tidak jelas saat mengatakan kalimat terakhir namun sahabatnya itu masih bisa mendengarnya.
"Dasar gila." Andrew memijat pangkal hidungnya karena kepalanya tiba-tiba saja terasa pusing. Menghadapi pria yang gagal move on itu sangat berat. "Minta nomornya pada sekretarisku. Lalu keluar sebelum pagiku menjadi kelabu karena sikap melankolismu itu."
Mario menganggukan kepalanya, langsung keluar tanpa mengatakan apa pun lagi. Setelah meminta nomor calon murid yang merupakan saudara iparnya itu ke sekretaris Andrew, ia pun berlalu ke kantornya sendiri.
Pria itu mengirimi Clover pesan sebelum akhirnya mengemudikan mobilkan dengan cepat untuk membelah jalanan.
Aku akan ke rumahmu pukul empat sore, kau harus sudah siap saat aku sampai. Pelajaran hari ini Matematika. -Mario
***
Clover mengernyit ketika mendapatkan pesan dari nomor sahabat kakaknya, Kak Lio. Apakah penderitaannya akan di mulai hari ini?
Semoga saja Mario bukan pemakan sesama atau penghisap darah karena jika ya, maka besok ia akan mati.
"Clo, kamu kenapa?" Teman sebangkunya, Giselle, bertanya dengan khawatir karena melihat wajahnya yang tiba-tiba saja menjadi pucat.
Gadis itu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban dengan lesu. "Tidak, hanya saja mulai hari ini aku akan mulai bimbingan belajar."
Sontak saja Giselle langsung terkesiap, bahkan ternganga lebar. Sepertinya tidak percaya dengan apa yang ia katakan.
"Kau? Bimbingan belajar? Astaga, dunia akan kiamat besok. Kamu bahkan tertidur di menit kedua saat guru sejarah mengajar, Clo."
Gadis itu mendelik dan berdecak kesal pada Giselle. "Karena suaranya seperti lagu tidur untukku! Pokoknya aku ingin mendapatkan nilai bagus di Ujian Nasionalku nanti."
Teman sebangkunya itu bertepuk tangan untuk mengapresiasi Clover. "Semoga beruntung ya. Dan sampaikan dukaku pada gurumu nanti."
"Kurang ajar!" Gadis itu mendorong Gisel pelan hingga temannya itu terkekeh geli.
"Oh ya, Clo. Karena nanti kamu akan bimbingan belajar, bagaimana kalau sekarang kita bolos saja? Toh nanti kamu juga akan mendapat les private, kan?"
Clover mengangguk, membenarkan perkataan temannya itu namun hatinya bimbang. Ia memang akan belajar lagi nanti, tapi ia sudah janji akan menjadi rajin yang berarti juga harus mengurangi keinginan untuk bolos.