Selamat hari Minggu semuanya🙏🏻
Jangan lupa kalau besok senin😄Anw, enjoy and happy reading💙💙
Semoga suka yaa. Sorry for the typos.***
Hari ini adalah hari yang spesial. Saat pulang sekolah, Clover tidak merasakan depresi karena pelajaran. Ia malah menantikan pelajaran matematika selanjutnya. Walau pelajaran lain ia masih ketiduran karena belum mengerti apa pun.
Tapi ia yakin jika nanti sudah diajari oleh Kak Lio, pelajaran lain pun akan terasa mudah untuknya.
Sepertinya bentakan, makian dan tugas menyiksa yang diberikan oleh Mario berefek ampuh padanya. Tidak salah jika pria itu sudah seperti kutu buku. Namun kutu buku yang tampan.
Pukul empat sore, Clover sudah siap untuk belajar. Ia duduk di kursi dengan setumpuk buku di atas meja, menunggu kedatangan Mario.
Gadis itu sudah siap dengan makian Mario, bahkan ia ingin berterima kasih pada pria itu. Berkatnya ia bisa mengerjakan soal di kelas dan dibelikan makanan di kantin oleh guru matematikanya.
'Keajaiban tidak datang dua kali,' kata Bu Marta.
Memang mengesalkan tapi Clover akan mengambil berkatnya saja, yaitu makan gratis di kantin.
Suara pintu diketuk dan dibuka dari luar membuyarkan lamunan gadis itu. Ia menoleh untuk mendapati Mario masuk ke dalam kamarnya dengan setelan kerjanya yang rapi seperti biasa. Kemeja abu-abu bergaris berlengan panjang yang digulung selengan dan celana panjang bahan.
Ia baru menyadari jika pria memang terlihat tampan dan seksi saat berpakaian seperti itu.
"Kamu sudah siap," ujar Mario dengan datar.
Clover tidak tau kalimat itu merupakan sebuah pertanyaan atau pernyataan, maka ia hanya mengangguk untuk menjawabnya.
"Sekarang kita belajar integral ya." Mario duduk di samping Clover sambil menghela napas lelah.
Gadis itu baru dapat melihat dengan jelas jika wajah Mario terlihat kusut hari ini, entah kenapa. Mungkin sedang ada masalah di kantornya. Sambil memikirkannya, ia membuka buku latihan dan mencari soal turunan.
Setelah menemukannya, ia menyerahkan pada Mario agar pria itu mulai menjelaskan salah satu contoh soalnya.
"... Jadi kamu mengganti persamaan yang memiliki pangkat dengan fungsi U, lalu menurunkannya. Setelah itu baru di substitusi. Contohnya akar X kuadrat ditambah tiga X ditambah enam itu menjadi sama dengan U."
Mario menggoreskan ujung pensil mekanik ke atas kertas buku dengan lihai. "Setelah itu kamu turunkan menjadi du per dx sama dengan dua X ditambah tiga. Kemudian dx dipindahkan. Sehingga akhirnya menjadi dx sama dengan satu per dua X tambah tiga. Sisanya kamu hanya tinggal substitusikan ke soal. Mengerti?"
Gadis itu mengerjapkan mata besarnya berulang kali. Berusaha mencerna yang dijelaskan Mario walau ia tidak mengerti hampir setengah dari yang sudah dijelaskan.
Mario menghela napas kemudian membalik halaman. Ia menandai beberapa nomor yang menurutnya mirip dengan yang sudah ia jelaskan tadi. "Kerjakan soal-soal yang kubulati. Coba hitung sesuai dengan yang sudah dijelaskan tadi. Kalau ada yang bingung, baru kamu tanyakan."
Akhirnya Clover mengangguk dan langsung fokus pada buku di hadapannya sedangkan Mario menyandarkan kepalanya. Pria itu memejamkan matanya sejenak, merasa sangat lelah hari ini.
Memang karena ada kesalahan yang dilakukan karyawan di perusahaan Andrew, sahabatnya itu memberikan limpahan pekerjaan padanya karena hanya dirinya lah yang sudah sangat dipercaya. Mau tidak mau, ia pun mengerjakan semuanya dengan cepat sebelum ke rumah Willy untuk mengajari anak pria itu.
Tiga puluh menit berlalu tanpa ada pertanyaan dari Clover. Gadis itu mulai mengerti ketika mencoba mengerjakan soal sesuai penjelasan yang diberikan oleh Mario.
Ia sudah mengerjakan empat soal, namun tepat di soal kelima, gadis berambut ikal itu mulai kebingungan.
"Kak Lio, ini-"
Clover terdiam begitu melihat Mario yang sepertinya sudah terlelap sambil bersedekap. Pria itu nampak tidur dengan pulas, terbukti dari napasnya yang teratur.
Gadis itu berpangku tangan sambil memandangi saudara iparnya itu. Mario terlihat sangat damai saat tertidur. Wajah datar dan sinisnya hilang begitu saja tanpa jejak.
Dengan sangat perlahan, Clover berdiri dan mendekati pria itu. Ia meraih kacamata yang digunakan oleh Mario dan melepasnya sepelan mungkin.
Ketika hampir berhasil, tiba-tiba saja mata pria itu terbuka. Menatapnya dengan terkejut.
Tanpa Clover sadari, ternyata jarak wajah mereka hanya tinggal sejengkal. Bahkan ia dapat melihat sedikit bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar rahang Mario.
"Kamu... sedang apa?" tanya pria itu akhirnya, masih dengan raut penuh kebingungan.
"Eh..." Dengan cepat Clover langsung bangkit salah tingkah. Ia menyampirkan rambut ikalnya ke belakang kuping sambil terkekeh canggung. "Aku lihat Kak Lio sedang tidur dan takut kacamatanya patah. Jadi aku mau melepasnya."
Mario menegakan punggungnya kemudian sedikit memijat pangkal hidungnya. "Kamu sudah selesai?"
"Belum," jawab Clover. "Tapi aku lumayan bisa mengerjakannya. Kita lanjutkan besok atau lusa saja, kak."
"Tapi-"
Dengan cepat, gadis itu langsung memotong perkataan Mario. "Tidak apa-apa, kak. Daripada nanti Kak Lio jadi sakit. Lebih baik kakak istirahat. Atau mau tidur di sini? Aku akan minta pelayan untuk menyiapkan kamar."
Bukannya menjawab, Mario malah mendengus sambil tersenyum tipis. "Sejak kapan kamu jadi sebawel ini?"
Clover mengerjapkan matanya dengan gugup saat melihat senyum Mario yang sudah sangat lama tidak ia lihat. Gadis itu memberikan kacamatanya dan langsung dipakai kembali oleh Mario.
"Clo, mukamu memerah." Pria itu mengernyitkan dahinya sambil memperhatikan wajah Clover yang terukir dengan cantik. "Kamu sakit? Apa karena kurang tidur?"
"Eh, aku baik-baik saja, kak. Ini karena kepanasan," ujar gadis itu sambil mengipas-ngipasi wajahnya yang terasa panas. "Tapi sepertinya aku dan kakak memang kurang tidur. Lebih baik belajarnya ditunda saja."
Mario mengangguk setelah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Baiklah, kita lanjutkan besok. Kamu istirahat yang cukup ya."
"Iya kak. Oh iya, tadi siang aku bisa mengerjakan soal yang diberikan Bu Martha, kak. Soalnya mirip dengan yang kakak ajarkan," kata Clover dengan bangga sambil memunjukan gigi-gigi putihnya.
Hal itu membuat Mario terkekeh kecil sambil mengacak rambut ikal yang khas milik gadis itu. "Baguslah. Kalau kamu sering belajar dan berlatih, aku yakin pasti bisa mendapatkan nilai yang baik."
Pria itu bangkit berdiri sambil meregangkan tangannya. Membuat otot-otot bisepnya yang tertutup kemeja tercetak jelas. "Kalau begitu aku pulang dulu ya. Kita lanjutkan belajarnya besok."
Clover menutup pintu kamarnya setelah memastikan pria itu sudah benar-benar pergi. Ia bersandar di pintu hijau itu dengan jantung berdebar.
Tangannya naik dan memegangi dadanya yang terasa akan copot karena debaran yang terlalu kencang.
"Tidak mungkin." Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat. Napasnya terengah namun rasanya ia ingin berteriak kencang.
"Tidak mungkin terjadi lagi."
--TBC--
3 Maret 2019