Setelah selesai mengobati Aksen. Aku mengobrol dengannya. Membuka percakapan dengan bertanya, "Kok, gue jarang liat lo ya?"
Menunggu dan menunggu, Aksen tidak menjawab. Dia hanya terdiam dan menatap kosong ke arah depan. Seolah-olah aku ini hanya hantu yang tidak terlihat keberadaannya di matanya.
"Jawab kek, masa gitu sih sama teman," protesku kesal. Aku sudah menurunkan gensiku untuk mau menyapa dulu tapi dia cuek.
"Kita bukan teman."
WTF bro?!
Percayalah, saat mendengar kalimat barusan rasanya aku ingin langsung menghilang dari hadapannya. Ingin me-reset bahwa aku tahu namanya juga mengahpus semua yang aku lihat sebelumnya yang ada Aksennya. Ok cukup terlalu lebay, hehe."Karena gue enggak punya apa itu yang namanya teman," lanjutnya.
Lalu aku menatap dengan tatapa bertanya. "Kenapa?"
"Gue nolep!"
"Argh!!! Gue pengen teriak dan berkata kasar!!!" seruku geregetan.
Istilah no life atau nolep memang sudah sering aku dengar beberapa kali. Yang aku tahu, no life atau nolep itu adalah seseorang yg tidak hidup atau tidak punya kehidupan. Dari "no" tidak "life" hidup. Bukan berarti mati loh ya. Selain itu tidak jarang banyak anak yang menjauhi anak-anak yang dikatakan nolep. Memangnya kenapa sih? Apa anak-anak yang kalian sebut nolep itu merugikan kalian? Menyusahkan kalian?
"Jadi nolep bukan berarti lo enggak punya teman, kan?" tanyaku lagi. Lalu Aksen hanya mengedikkan bahu.
Yang membuatku penasaran adalah, kenapa seseorang menjadi nolep? Pasti ada alasannya bukan? Tidak secara tiba-tiba langsung berubah seperti itu.
"Sebenarnya, kenapa lo jadi gini?" tanyaku penasaran.
"Kepo! Lagian untuk apa punya teman kalau mereka hanya MANFAATIN lo?!" jawabnya seraya bertanya balik.
"Heee ... enggak semuanya akan kaya gitu," timpalku.
"Lo bukan gue. Lo enggak tahu apa-apa!"
Aksen memang benar, aku tidak tahu apa-apa tentangnya. "Sen, bukannya punya teman itu enak ya? Jadi enggak kesepian. Senang bareng mereka. Terus--"
"Terus dikecewain juga sama mereka, di jatuhin sama mereka, dimanfaatin sama mereka, dihina sama mereka, diacuhkan juga dicampakkan sama mereka. Iya, kan?" potongnya dengan nada yang sangat ketus.
Aksen benar. Tidak semua teman akan baik terhadap kita. Juga tidak semuanya akan buruk. Ingat, semesta ini punya banyak cerita yang perlu kita lewati setiap harinya. Semesta juga punya banyak rahasia yang tidak kita ketahui isinya.
"Sendiri itu lebih menyenangkan," lanjutnya kemudian.
Dari Aksen aku belajar suatu hal. Seseorang yang nolep tidak akan menginginkan dirinya menjadi seperti itu jika tanpa alasan. Seperti pernah dikecewakan, korban bullying, dan lain-lain. Jadi, mereka akan cenderung lebih suka menyendiri dan tidak mau berbaur. Mereka akan takut hal yang sama akan terulang kembali. Seperti takut dikecewakan atau disakiti. Trust issue.
Tapi dengan menjadi nolep itu sendiri. Kalian akan bersifat tidak peduli atau cuek terhadap orang lain. Bukannya itu hal yang tidak baik?
"Semua orang akan punya sifat yang berbeda-beda. Dari sekian banyakknya orang di sekitar lo, pasti akan ada satu di antara mereka yang benar-banar ada buat no. Not fake," kataku.
Aksen bungkam. Dia memandangku dengan tatapan menerawang.
"Ayolah, Sen. Keluar dari zona nyaman. Jadi nolep enggak enak kan? Kalau memang lo enggak bisa lebih terbuka, lebih baik jadi introvert? Hehe."
"No life sama introvert apa bedanya bego?"
"Beda. Introvert itu semacam kepribadian di mana lo lebih tertutup. Tapi masih bergaul dengan teman-teman lo meskipun kelihatannya kalem. Lain kalau, no life. Cenderung ke hal yang negative. Karena akan benar-benar enggak peduli dan cuek begitu aja. Enggak mau berbaur dengan yang lain. Enggak peduli gitu," jelasku panjang kali lebar. Rasanya aku sangat cerewet dan sok tahu kali ini.
"Gimana kalau mereka enggak mau berteman sama gue? Lo tahu kan banyak yang enggak suka anak kaya gue."
"Enggak juga. Pasti akan ada. Evan aja selalu nganggap lo tuh, dia juga ajak lo main kan waktu itu. Gue juga teman lo. Coba aja berbaur sama mereka," kataku memberi saran.
Sebenarnya ada apa dengan anak no life maupun introvert sehingga kalian menjauhinya? Karena mereka pendiam? Bukan berarti kalian jadi tidak mau berteman bukan? Atau kalian pikir berteman dengan mereka itu tidak gaul? Kalian lebih suka berteman dengan mereka yang kalangan atas atau seperti anak anak OSIS yang popular? Selain itu, apa karena tidak asik? Yah, kalian tidak boleh menyimpulkan hal seperti itu jika kalian belum mengenalnya. Karena apa? Tidak pernahkah kalian berpikir bagaiman jika kalian ada diposisinya? Tidak punya teman, menyakitkan bukan? Jadi, tolong jangan membeda-bedakan. Juga jangan meninggikan diri kalian atas orang lain. Kalian, kita semua sama. Sama-sama manusia. Tidak ada yang lebih hebat dan sempurna daripada Tuhan pencipta kita.
🍂🍂🍂
.
.Akan ada masanya, di mana kalian menyakiti seseorang. Kalian juga akan tersakiti oleh seseorang.
Hukum alam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast - pikiran remaja || alur sedang dirombak
Teen Fiction[ pesanmoral/teen/school ] Jangan dibaca dulu. Partnya lompat-lompat karena mau ganti alur. "Untuk mengingat. Juga untuk menghantam pemikiran diri sendiri." Adeeva Afsheen Myeasha. Ini mengenai kisahku semasa remaja. Tentang banyaknya hal yang ku...