Satu minggu kemudian, untuk seluruh kls VIII diberi undangan seperti rapat bersama wali murid. Setiap anak mendapat surat undangan tersebut.
Meskipun ayah dan ibuku di luar kota, aku tetap memberitahukannya tentang ini. Walaupun aku seratus persen yakin mereka tidak akan pulang hanya untuk menghadirinya.
Ketika di hari H pun, tidak ada yang menjadi waliku untuk menghadiri rapat tersebut. Aku bisa saja menyuruh paman atau bibiku untuk menghadirinya, seperti sebelum-sebelumnya. Tapi aku tahu jika sekarang mereka sedang repot, aku tidak mau menyusahkan mereka. Jadilah di hari besoknya aku mendapat panggilan dari wali kelasku.
Saat ini aku di hadapkan dengan Guruku yang menatap entah dengan tatapan apa, aku tidak bisa mendeskripsikannya. Yang jelas itu sangat menusuk!
"Kenapa orang tua kamu tidak datang?" tanyanya dengan ketus.
"Ayah dan ibu saya di luar kota, Bu," jawabku jujur apa adanya.
"Apa tidak ada wali yang bisa hadir?" tanyanya lagi.
"Tidak ada, Bu. Paman dan bibi saya sedang ada urusan," jawabku datar.
"Kan hanya meluangkan waktu sebentar, apa tidak bisa?! Apa orang tua kamu tidak pulang?"
"Tidak, Bu. Mereka sedang bekerja."
"Loh kok gitu? Apa enggak peduli sama anaknya? Diacuhkan begitu saja. Tidak diurus!" kata Wali kelasku dengan tatapan kasihan. Lebih baik jangan menatapku begitu.
Pertama, Apa nggak peduli sama anaknya? Begini ya, setiap orang tua punya cara yang berbeda untuk perduli terhadap anaknya. Aku ditinggal bukan berarti dibuang. Tapi, apakah pantas pertanyaan itu dilontarkan dengan entengnya?
Kedua, Diacuhkan begitu saja. Tidak di urus! Siapa bilang aku diacuhkan? Jika memang iya, pasti mereka tidak akan menghubungiku menanyakan kabarku. Dan untuk Tidak di urus! Apakah seorang orang tua yang dapat dikatakan mengurus anaknya itu harus berada di sampingnya? Bukankah saat berjauhan pun bisa?
Apakah pantas mengucapkan hal itu? Jika tidak tahu, tidak perlu menghakimiku seperti itu!
"Lebih baik jadi anak ibu, kalau ibu udah pasti urusin kamu," tawarnya.
Maaf, entah kenapa aku mendengar ucapannya itu dengan nada yang tidak mengenakan. Sungguh aku tidak tahu jalan pikiran wali kelasku saat itu. Rasanya terhina. Sakitnya pun sulit untuk dilupakan begitu saja.
Untuk tawarannya sudah pasti aku menolak. Aku masih sayang kedua orang tuaku meski mereka jauh dariku. Tidak perlu dekat asal mereka selalu sehat. Tapi tidak satu orang pun berhak mengatakan hal di atas jika TIDAK TAHU apa pun tentang aku.
Setelah selesai dengan ucapan-ucapan pedas yang membosankan. Aku ke bagian atap sekolah, memandang nan jauh ke depan sana. Lebih tepatnya aku sedang mengontrol diri untuk sabar dan tidak berkata kasar. Menahan diri untuk tetap sopan.
Tiba-tiba, bau daun mint mengalihkan perhatianku. Sebelumnya, aku cukup ingat ini bau siapa. Mungkin Aileen? Tebakku sebelum menoleh.
Damn! True!
"Hebat ya," ucap Aileen tiba-tiba.
"Apanya?"
"Memang apa lagi?" jawabnya sembari bertanya.
Aku mengedikkan bahu. Aku baru ingat, saat di ruang guru tadi, Aileen berada tidak jauh dariku. Mungkin sedang mengurus sesuatu karena banyak lembaran-lembaran yang entah aku tak tahu apa isinya. Karena wali kelasku mengintrogasiku di ruang guru, jadi orang lain bisa menyaksikan betapa menyedihkannya aku. Sangat memalukan!
"Setelah diperlakukan kaya tadi, lo bisa kontrol emosi lo dan enggak marah," ujar Aileen.
"Enggak marah apanya? Panas hati gue. Kalau gue pikir, itu tuh sama sekali enggak pantas diucapkan seorang guru pada muridnya. Apa ucapannya enggak bisa disaring? Astagaaaaa! Rasanya tuh gue pengen marah di depannya, tapi enggak bisa! Gue masih ingat kalau gue harus hormati dia," keluhku panjang lebar.
Cukup! Semua ini tidak bisa di tahan!
Ingin teriak, tapi nanti bisa disangka gila karena ini masih di lingkungan sekolah. Lebih parahnya lagi disangka mau bunuh diri? Dengan posisi yang di atas gedung.Aileen terkekeh melihat ekpresi marahku, ia menarik pipiku hingga mulur.
"Lo boleh luapin marah lo sama gue. Gue dengerin kok. Siapa tahu bikin sedikit lega," tawar Aileen.
Baik, langsung saja aku mengucapkan kalimat-kalimat yang panjang bagaikan rel kereta. Aku sangat sebal! Hingga akhirnya aku malah curhat kepada Aileen. Tapi memang bisa membuat sedikit lega. Karena emosiku sudah aku tumpahkan semua. Maaf Aileen, aku jadi merepotkanmu dengan segala ocehanku.
🍂🍂🍂
.
.Hufftt, mengingat kejadian itu.
Aku jadi ingin berpesan:Tolong dengan sangat, semisal kalian tidak tahu apa-apa.
JANGAN ASAL JEPLAK!!!
Ingat perasaan orang. Dan ingat bahwa kata yang pernah diucapkan tidak bisa ditarik kembali karena waktu tidak mundur.Jika paham/mengetahui situasinya sekalipun, tolong untuk berkata/beropini dengan baik.
Berpendapatlah tanpa menjatuhkan, mengkritiklah tanpa menhina, dan menasehatilah tanpa menghakiminya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast - pikiran remaja || alur sedang dirombak
Fiksi Remaja[ pesanmoral/teen/school ] Jangan dibaca dulu. Partnya lompat-lompat karena mau ganti alur. "Untuk mengingat. Juga untuk menghantam pemikiran diri sendiri." Adeeva Afsheen Myeasha. Ini mengenai kisahku semasa remaja. Tentang banyaknya hal yang ku...