4. Jangan sombong!

158 40 41
                                    

Aku dan Luna sedang menyaksikan Evan bertanding futsal di lapangan sekolah. Banyak anak cewek yang meneriaki nama Evan. Tidak heran, dia memang banyak fans-nya. Tapi aku? Sekalipun aku sama sekali tidak memanggilnya. Aku hanya melemparkan senyum padanya saat dia melirik ke arahku.

Hingga dironde terakhir. Team Evan lebih unggul dari lawan. Dan kalian pasti tahu team mana yang akan menang.

Beberapa saat kemudian Luna meninggalkanku karena pergi ke kantin. Dan saat itu juga Evan menghampiriku.

"Deevaaa," panggilnya seraya tersenyum gembira.

"Hemm," jawabku singkat lalu memberikan air minum.

Saat Evan duduk di sampingku. Aku melihat dengan jelas sikunya yang terluka. Aku pun berinisiatif untuk membantunya.

"Van. Aku ke UKS dulu ya?"

"Mau ngapain Deev? Kamu sakit?" tanya Evan khawatir.

"Enggak. Aku mau pinjem P3K untuk obatin luka kamu," jawabku.

Awalnya aku berniat untuk meminta bantuan anak PMR saja. Tapi aku tidak menemukan anak PMR yang sedang bertugas. Alhasil saat kembalinya dari UKS aku langsung mengobati luka Evan.

"Eh? Udah-udah! Sini gue aja yang obatin Evan," cegah seorang cewek yang tiba-tiba menyambar kasa di tanganku. Dia Friska, teman dekat Cika. Tentu kalian masih ingat dengan Cika bukan?

"Main obatin aja. Emang lo anak PMR? Lo tahu cara penanganan yang benar?" tanyanya sinis.

"Gue anak PMR. Gue jauh lebih tahu dari lo. Minggir!" katanya lagi.

Jujur saja, aku geram saat Friska mengatakan hal itu. Aku memang bukan anak ekstrakulikuler PMR. Tapi tidak bisakah Friska mengucapkannya dengan kata yang sopan? Sekalipun kita adalah teman sebrayan. Tidak perlu dia menyombongkan dirinya yang merupakan salah satu anggota PMR sekolah. Lagi pula P3K yang aku pinjam pun atas izin dari guru. Aku tidak akan mengambil dengan seenaknya.

Eh--bukan anggota maksudnya. Tapi Friska adalah ketua dari ekstrakulikuler tersebut.

"Lo tuh enggak tahu apa-apa soal ginian. Enggak usah sok deh!" serunya dengan nada sebal.

Aku diam. Aku juga sempat melihat Evan menolak diobati oleh Friska. Tapi Friska memaksa Evan.

"Heh Deev, Jangan lo pikir ngobati ginian itu sepele dan gampang. Kalau lo salah, Evan malah enggak sem--"

"Lepas!"

Friska terkejut saat mendengar nada suara Evan yang begitu ketus.

"Kenapa? Sakit ya? Sorry, gue pelanin lagi deh, ini pasti sakitnya gara-gara Deeva salah--"

"Deeva enggak salah. Dan lagi, bukannya lo ketua ekstrakulikuler PMR?" potong Evan seraya bertanya.

"Iya jelas dong. Gue kan yang paling ngerti sama kaya ginian," jawab Friska menyombongkan diri.

"Oh ya? Sebagai ketua, harusnya lo bisa jadi panutan anggota-anggota lo. Bukan malah bersikap kaya tadi yang sama sekali enggak pantas dibilang ketua," ucap Evan membuat Friska ternganga.

"Gue itu lebih hebat dari Deeva. Lo enggak tahu apa-apa Van," tukas Friska membela diri.

"Haha ... orang yang hebat itu, dia yang diakui hebat sama orang lain. Bukan diri sendiri," timpal Evan dengan tawa meremehkan.

Sekedar info, Friska ini suka dengan Evan. Dari mana aku tahu hal ini? Yah, penafsiran saja. Sebelum aku berpacaran dengan Evan. Aku dan Friska berteman baik. Tapi setelah itu? Friska mulai menjauhiku dan bergabung dengan Cika.

Miris sekali. Hanya karena cowok, kamu sampai bersikap seperti ini. Seakan dunia ini kehabisan stok laki-laki.

"Maaf Fris, gue bisa lanjutin sendiri. Makasih sebelumnya," ucap Evan.

Detik itu juga Friska menghentikan pergerakan tangannya. Ia melangkah pergi seraya menatapku dengan tajam.

"Deev, kok diem?" tanya Evan menatapku.

"Emang harusnya gimana?"

"Ya, lo punya jabatan di atas Friska. Meskipun lo enggak tergabung di PMR. Gue pikir lo mau pamer sedikit, biar dia zonk gitu," jelas Evan.

"Males."

Dalam hati kecilku, jujur aku memang sempat emosi dengan kata-kata Friska. Padahal aku mewakili sekolah setiap tahun untuk pelatihan dokter remaja dan turun serta dalam kegiatan di luar organisasi sekolah, gampangnya ibarat PMR gabungan antar sekolah dalam satu wilayah. Jadi, untuk pengobatan luka kecil seperti luka Evan, tidak mungkin aku tidak tahu sama sekali caranya. Bahkan sekolah sendiri yang menetapkan bahwa pergerakan PMR itu masih dibawah naungan para perwakilan dokter remaja yang dikarantina tiap tahunnya. Setiap sekolah mengajukan 3 perwakilan dengan 1 perwakilan setiap angkatannya. Tapi yasudahlah, lupakan saja.

Semoga kalian tidak menyombongkan diri atas jabatan yang kalian miliki ya. Syukuri itu lebih baik, bukan seperti kejadian di atas. Karena apa? Belum tentu orang lain itu tidak lebih baik dari kalian. Justru malah bisa sebaliknya, dia yang lebih hebat dari kalian.

Berusahalah untuk menjadi yang terbaik. Bukan merasa diri sendirilah yang terbaik.

Lalu, tidak perlu repot-repot membalas kesombongan dengan sikap sombong juga. Karena jika kalian meladeninya, maka kalian sama saja.

🍂🍂🍂
.

.

Berteman dengan Friska sebenarnya asik. Tapi spertinya hubungan kita tidak bisa membaik.

Eccedentesiast - pikiran remaja || alur sedang dirombakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang