Meski rasanya sudah tidak terbendung lagi, Jeno tetap tidak mengungkapkannya. Jeno menyukai Mark sejak kelas 7, dan sekarang sudah tiga tahun sejak saat itu. Awalnya Jeno ingin terus menyimpannya, tapi takdir berkata lain. Mark memberitahunya kalau dia akan pergi kembali ke tempat kelahirannya Kanada, di mana dia akan menuntut jenjang ilmu yang lebih tinggi. Dan sekarang Jeno tengah menangis di dalam pelukan Mark, berdebat dalam dirinya apakah dia benar harus menyimpan semuanya sendirian untuk waktu yang entah sampai kapan, atau dia selesaikan sekarang juga, di sini, di tempat ini?
"Sudah Jeno, jangan menangis terus... Bajuku basah nih."
"Tapi.. tapi Kak Mark.."
Mark melepaskan Jeno perlahan. Dia mengeluarkan sebuah sapu tangan dan menghapus air mata Jeno. Dia bahkan sempat-sempatnya menghapus keringat yang mengucur di kening serta leher Jeno. Jeno hanya sesenggukan mendapat perlakuan Mark. Tidak dipungkiri juga betapa keras jantungnya berdetak serta betapa cepatnya darah melewati pipinya itu. Ketika selesai dia mengambil tangan Jeno dan membuatnya memegang sapu tangan yang basah itu.
"Berhenti nangisnya ya? Aku sudah harus berangkat."
"Sekarang ..?"
"Iyalah, kapan lagi?"
Jeno menunduk dan menggigit bibirnya. Mark langsung panik ketika Jeno mulai terisak kembali.
"Hehhh kenapa kamu nangis lagi?"
Jeno menggeleng dan tetap menangis. Tangannya meremas sapu tangan yang basah itu, satu lagi meremas mantel Mark dengan kuat.
"Jeno."
Mark mengusap rambut Jeno sekali lagi.
"Mau mengantarku ke bandara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Is Not Supposed To Be Sad
FanficSeperti dalam drama percintaan, ciuman pertama Jeno terasa hangat dan bercampur air mata.