Sembilan

2.4K 147 4
                                    

   Azmi menatap teduh semua tulisan dan puisi yang ada didalam buku diary itu, tanpa diminta setetes demi setetes air mata turun membasahi wajah pucatnya. Jadi selama ini Arsa mencintainya dalam diam? Layaknya cinta seorang Fatimah pada Ali.

Buyah yang melihat Azmi menangis, hanya bisa mengelus pelan bahunya, dia merasa sangat bersalah pada pemuda itu, andai saja dia tidak seegois itu, kenapa hatinya bisa sebuta itu hingga tidak bisa melihat cinta di mata putrinya sendiri! Dia merasa sudah gagal menjadi seorang ayah!

"Nak, maaf." Ucap buyah lirih.

"Buyah gak salah, jangan meminta maaf." Sahut Azmi sembari menggenggam tangan tua buyah.

"Nanti saat Arsa sudah ditemukan, kau datanglah kerumah dengan kedua orang tuamu dan khitbahlah Arsa, buyah akan merestui hubungan kalian." Ucap buyah mantap.

Tak lama seorang wanita datang dan memberika kabar kalau kakaknya yang berfrofesi sebagai polisi akan melacak keberadaannya Syakir, kabar itu setidaknya membuat lega buyah, ummi, dan Azmi.

"Nanti kakakku akan mem---

Drett... drettt..

Suara HP itu menghentikan ucapan Salwa, dia pun membuka HPnya dan tertera notif dari kedua kakak kembarnya itu.

Kak Hasan ❤
Salwa, kak sudah berhasil melacak keberadaan Syakir.

Salwa 🎈
Alhamdulillah kalau begitu sekarang kita harus bagaimana kak?

Kak Hasan ❤
Kau ajaklah kiyai, ummi, dan Azmi dengan mobilmu ke kantor polisi, kakak akan menbantu kalian menemukan Syakir.

Salwa🎈
Okok kak, makasih bantuannya.

Salwa pun memberitahu semua orang kalau kakaknya sudah berhasil melacak keberadaan Syakir, sekarang mereka semua hanya harus pergi ke kantor polisi tempat Hasan dan Husain bekerja lalu bersama sama mereka akan mencari keberadaan Syakir.

Sesampainnya dikantor polisi, mereka berbicara sebentar untuk lebih memperjelas kasus itu, setelah semua data dirasa cukup barulah mereka semua pergi ketempat yang sudah dilacak oleh Hasan dan Husan.

Suara mesin mobil menjadi satu satunya suara yang terdengar saat ini, semua orang tampak terdiam memikirkan pikirannya masing masing. Tak lama mobil milik Salwa dan mobil polisi milik Hasan dan Husan pun berhenti di tepi hutan, mereka pun segera turun dan masuk ke dalam hutan.

Hasan dan Husain jalan duluan, sementara ummi Aliyah, ummi Wulan, Arsella, dan Salwa berada dirurutan kedua, dibelakang mereka ada kiyai Umar dan kiyai Fikri, lalu dipaling belakang ditempati Azmi, Ahkam, dan Aban.

Sekitar setengah jam mereka menelusuri hutan lebat itu, sampailah mereka pada rumah tua yang menjadi tempat penyekapan Arsa. Tanpa basa basi Hasan dan Husain pun langsung mendobrak pintu rumah tua itu, didapatinya Arsa yang sedang menangis dan Syakir yang berusaha menyiksanya.

"Jangan bergerak." Ucap Hasan dan Husain mengambil posisi dan mengarahkan pistolnya ke Syakir.

"Kalian yang jangan bergerak." Ancam Syakir yang ternyata juga telah menaruh pistol ke arah otak Arsa.

Brukkk

Dorrr...

"Azmi!" Teriak semua orang dengan histeris.

Azmi yang diam diam mrnyelinap ke belakang Arsa dan Syakir itu berhasil memukul bagaian belakang kepala Syakir, namun naasnya Syakir melepas pistolnya dan peluru itu mengenai jantung Azmi

"Ar-arsa." Ucap Azmi lirih, lalu semuanya hitam pekat.

🎲

   Aroma khas obat obatan tercium sepanjang koridor rumah sakit, seorang dokter dan suster datang dengan cepatnya membawa Azmi yang tak sadar dan sudah berlumuran darah ke ruangan Operasai.

Arsa hanya bisa menangis pasrah melihat Azmi yang tak sadar dibawa masuk ke ruang operasi, seketika pikiran negatifnya muncul, bagaimana kalau Azmi tidak selamat? Bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya? Apa semua akan baik baik saja? Apa dokter bisa menyelamatkan nyawanya?. Huft! Pertanyaan itu menghantui pikiran Arsa.

Dia terduduk lesuh di kurus sembari menempelkan kepalanya pada bahu ummi, ummi yang melihat putri sulungnya itu menangis hanya bisa mengelus bahunya pelan, tidak banyak yang bisa dia lakukan selain berdoa untuk kesembuhan Azmi.

"Nak maafkan buyah." Ucap buyah lirih sembari ikut duduk disamping Arsa.

"Buyah gak salah gak usah minta maaf." Sahut Arsa seraya terisak.

"Ini udah jadi bagian dari rencana-Nya, buyah tak perlu minta maaf, ini semua sudah kehendak-Nya." Lanjut Arsa sembari menatap buyah.

Arsa lalu menatap Arsella, dia masih teringat perkataan Syakir yang bilang kalau Arsella juga mencintai Azmi, apa sebesar itu cintanya? Hingga Arsella tak rela jika Arsa bersatu dengan Azmi?

"Arsella aku mau bicara sama kamu." Ucap Arsa lalu menarik tangan Arsella untuk pergi dari tempat itu.

"Apa kak?" Tanya Arsella, saat ini mereka sudah berada di taman agak jauh dari ruang operasi.

"Apa benar kau mencintai ustadz Azmi?" Tanya Arsa sembari menatap tajam kearah Arsella.

Hening!

"Jawab Arsella?" Tanya Arsa sembari memegang kedua bahu Arsella.

"Iya kak." Jawab Arsella sembari menunduk.

Arsa membulatkan matanya, bukan hanya Arsa tapi seseorang yang menguping pembicaraan mereka juga membulatkan matanya. Kenapa banyak sekali yang ingin memisahkan Arsa dari Azmi, pertama buyah, kedua Syakir dan sekarang adeknya sendiri! Apa begitu kejamnya cinta? Hingga tak memiliki belas kasihan sedikit pun.

"Apa kak Syakir yang memberitahumu kak?" Tanya Arsella yang masih menunduk.

"Iya dia menceritakan semuanya padaku, kau jugakan yang memberitahu buyah siapa ustadz Azmi yang sebenarnya?" Tanya Arsa yang masih menatap tajam kearah Arsella.

"Iya kak." Jawab Arsella lirih.

"Kenapa Arsella kenapa kau melakukan itu? Apa karena kau cemburu melihat dia kembali hanya untuk mendapatkan cintanya lagi? Kita ini bersaudara Arsella, kau adekku dan aku kakakmu bersaianglah secara sehat, tikung dia dariku disepertiga malammu itu jauh lebih bagus dari kau yang menikung dari belakang." Ucap Arsa lalu pergi dari tempat itu.

ukhraaa_

Ana Uhibbuka Fillah UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang