Enambelas

2.4K 142 16
                                    

   Melupakan itu harus! Apa lagi saat kau tau kalau dia bukan jodohmu, untuk apa terus terusan memikirkannya, itu hanya akan membuat Allah cemburu, karena cintamu yang terlalu berlebihan.

Memang sulit dan tak semudah yang dibayangkan, namun mau bagaimana lagi? Hidupmu masih panjang, jangan menangis untuk seseorang yang belum tentu menjadi mahrammu dimasa depan.

Arsa memghembuskan nafasnya gusar didepan cermin, kini hanya kedua mata cantiknya yang terlihat, itu karena sejak semua kejadian yang menimpa dia akhir akhir ini membuatnya memutuskan untuk bercadar, biarlah kecantikannya hanya dinikmati oleh mahramnya saja.

Arsa sudah pulang dari rumah sakit sejak 1 minggu yang lalu, begitu pun Azmi yang sudah pulang ke Blitar sejak 3 hari yang lalu. Namun Arsa berusaha tidak lemah saat mendengar kabar itu dari Ahkam dan Aban, apa lagi saat ingat bagaimana abah kala itu sangat membencinya. Arsa hanya bisa berdoa semoga siapapun yang berjodoh dengan Azmi adalah wanita yang jauh lebih baik dari dirinya.

"Arsa." Ucap buyah sembari memasuki kamar Arsa.

"Ehmm." Gumam Arsa sebagai jawaban.

"Mikirin Azmi lagi?" Tanya buyah yang seolah olah tau kenapa Arsa melamun didepan cermin.

"Buyah ini seperti roy kiyoshi saja, mana ada Arsa mikirin ustadz Azmi, ahh buyah ada ada saja." Jawab Arsa sembari berdiri dari duduknya.

"Kalau tidak bisa melupakan, buyah siap pergi ke Blitar untuk meminta maaf pada keluarga Azmi." Ucap buyah membuat Arsa membulatkan matanya.

"Buyah ini ngomong apa sih, ngelantur omongannya, Arsa mau pondok dulu aja, ada kelas ternyata pagi ini." Sahut Arsa sembari menyiapkan buku bukunya.

"Maafkan buyah nak." Ucap buyah lirih sangat lirih hingga dia sendiri tak yakin mendengar ucapannya itu.

***

   Sementara itu bagian lain provinsi Jawa Timur, seorang pemuda sedang terduduk lesuh memperhatikan sang gadis yang sudah hampir 1 jam memilih gaun pengantin namun tidak ada yang cocok.

Entah berapa lama mereka sudah berada di butik itu, sang pemuda yang tak lain adalah Azmi hanya bisa berharap agar segera pergi dari tempat itu, namun sang gadis yang tak lain adalah Naya belum juga menemukan gaun yang pas. Huft! Kenapa para gadis begitu lama saat memilih pakaian? Apa mereka tidak bisa memilih yang benar benar pas? Selalu saja ada alasan agar pakaian itu ditolak oleh pemikirannya.

"Mas kalau bosen nunggu disini, mas boleh kok keluar duluan." Ucap ummi yang mengetahui alasan raut wajah lesuh putra sulungnya itu.

"Ok." Sahut Azmi singkat dan langsung pergi dari butik itu.

Azmi pergi ke arah taman kota Blitar yang kebetulan berada didepan lokasi butik itu, manik matanya mengarah pada keluarga kecil yang sedang bersendau gurau di pinggir taman itu.

"Aku ingin kelak kaulah yang menjadi ibu dari anak anakku." Ucap Azmi lirih.

"Arsa ana uhibbuki fillah." Lanjutnya sembari menunduk.

Mirisnya dia tidak akan pernah merasakan kebahagiaan yang dirasakan keluarga kecil itu, karena seumur hidupnya dia akan menghabiskan waktu dengan seseorang yang sama sekali tidak dia cintai. Huft! Entahlah apakah dia bisa mencintai Naya atau tidak?

Rasanya ingin sekali Azmi ungkapkan perasaannya pada keluarga Naya! Ingin sekali dia menolak perjodohan ini! Namun malaikat yang berada disisi kanan Azmi berkata, jangan hancurkan kebahagian orang lain demi kepentinganmu sendiri. Itulah kata malaikat yang melarang Azmi untuk mengatakan semuanya pada keluarga Naya.

Dan disinilah Azmi berada, duduk dibawah pohon rindang dengan mata kosong, seperti tak memiliki semangat untuk hidup. Hatinya masih sepenuhnya untuk Arsa, meski berulang kali dalam doa Azmi meminta untuk menghapus perasaannya itu, tapi rupanya Allah sama sekali tak ingin menghapus rasa itu dari Azmi dan juga tak ingin membuat Azmi dan Arsa bersatu.

Tak lama seseorang datang dengan hijab syar'i yang membuat Azmi sedikit bingung, seseorang itu duduk dengan jarak yang cukup jauh, Azmi hanya menatapnya sekilas lalu memalingkan wajahnya.

"Sendirian? Arsa mana?" Tanya seseorang itu.

"Arsa ada di probolinggo." Jawab Azmi yang menatap ke arah depan.

"Kiyai telah memberikan kalian izin untuk menikah, lalu tunggu apa lagi? Khitbahlah dia secepatnya?" Ucap seseorang sembari menatap Azmi.

"Salwa, aku memang akan menikah namun bukan dengan Arsa tapi dengan dia." Sahut Azmi sembari menunjuk Naya dengan matanya.

Seseorang yang dipanggil Salwa pun mengikuti arah pandang Azmi, seketika matanya melotot, tidak percaya dengan apa yang ditunjuk Azmi dengan matanya, itu jelas bukan Arsa!

"Di-dia buk--

"Aku permisi." Ucap Azmi memotong perkataan Salwa.

"Azmi menikah dengan wanita itu? Lalu Arsa? Apa yang terjadi dalam beberapa hari ini?" Tanya Salwa lirih pada dirinya sendiri.

Azmi berjalan mendekat ke arah Naya, calon mertua, dan umminya. "Udah beres?" Tanya Azmi datar.

"Udah mas, yuk pulang." Jawab ummi.

"Kamu ngapain disana?" Tanya Naya curiga.

"Gak ngapa ngapain kok." Jawab Azmi singkat.

Naya melirik sekilas ke arah tempat Azmi duduk tadi, dia melihat seorang wanita duduk dengan menghadap ke arahnya, namun tak beberapa lama wanita pergi dari tempatnya.

Siapa dia?. Batin Naya.

ukhraaa_

Ana Uhibbuka Fillah UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang