Sementara itu seseorang yang sedang di cari Azmi tengah asyik memilih beberapa ice cream di indomaret dekat pesantren Darussalam, di sampingnya berdiri seorang wanita yang sedang mengibas ngibaskan hijab panjangnya.
Seseorang yang tak lain adalah Arsa itu hanya bisa tersenyum sembari geleng geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu, siapa lagi kalau bukan Salwa, wanita yang sedang berhijrah itu tampak belum terbiasa dengan pakaian syar'inya.
Salwa terus saya mengusap keringat yang bercucuran di dahi putihnya itu, maklum lah dipesantren tidak ada AC seperti dirumah Salwa ataupun rumahnya Arsa. Dia pun memilih indomaret sebagai pelariannya, untung saja didekat pesantren itu ada indomaret jadi Arsa dan Salwa pun memutuskan untuk mencari angin di indomaret, sakalian beli ice cream.
"Udah, ayo bayar." Ajak Arsa sembari berjalan menuju kasir.
"Tunggu bentar lagi napa sa, masih panas nih. Huft!" Keluh Salwa sembari mengibas ngibaskan hijabnya.
"Lagian nanti kalau balik ke pesantren kamu ketemu sama Azmi lagi, nanti galmon deh." Lanjut Salwa dengan nada setengah dibikin sedih.
"Huuu bilang aja kalau diluar panas, pakai bilang galmon galmon segala, cari angin di mobil sana dari pada disini, dilihati pegawai indomaret tau." Ucap Arsa sembari melirik beberapa pegawai cowo yang ternyata sedari tadi memperhatikan mereka.
"Yaudah ayo." Sahut Salwa pasrah.
Salwa pun membayar ice cream yang mereka beli, selesai membayar mereka pun keluar dari indomaret, Salwa terlihat lahap menghabiskan ice cream yang sudah dia buka sedari berada dikasir, begitu pun dengan Arsa yang membuka bungkus ice creamnya dan melahapnya dengan cepat, namun tak lama pandangannya terfokus pada seorang wanita yang juga ingin menyebrang sepertinya.
"Naya! Awas!"
Tett... tett... (anggap bunyi klakson truk!)
"Arsa!!!" Teriak Salwa sembari berlari ke arah Arsa, dia membuang begitu saya ice creamnya.
Sementara Arsa terpental dan berguling di jalan beraspal dengan darah yang berceceran mengikuti arahnya berguling, Naya yang tadinya menyebrang tapi matanya terfokus pada HP itu pun tak melihat ada truk yang melintas, bersyukur dia selamat namun orang yang menyelamatkannya itu justru yang menjadi korban.
Sementara Azmi yang mendengar bunyi klakson truk yang sangat nyaring itu langsung berlari ke arah gerbang pesantren, bukan hanya Azmi tapi para santri yang mendengarnya juga berlari ke arah gerbang.
Salwa? Siapa yang kecelakaan kenapa ada Salwa? Di mana Arsa?. Tanya Azmi pada dirinya sendiri.
"Maaf pak, itu siapa yang kecelakaan?" Tanya Azmi pada salah satu warga yang lewat.
"Tidak tau mas, dia bercadar." Jawab seseorang itu membuat Azmi membulatkan matanya.
"Arsa!!!" Teriak Azmi sembari berlari kearah kerumunan itu.
"Arsa! Arsa! Sa! Arsa! Bangun sa! Arsa!" Teriak Azmi begitu panik sembari menaruh kepala Arsa yang sudah berlumuran darah ke pelukannya.
"Az-azmi an-ana uhi-bukka fil-fillah."
"Arsa!!" Ucap Azmi yang memeluk Arsa erat, bukan karena apa yang diucapkan Arsa melainkan karena Arsa menutup matanya.
"Mi bawa pakai mobilku, kita kerumah sakit." Ucap Salwa.
Azmi mengangkat Arsa yang sudah tak sadarkan diri itu, baju koko yang seharusnya berwarna putih sudah berubah menjadi merah karena darah Arsa yang terus mengalir.
Saat Azmi melewati gerbang pesantren dia melirik sekilas tatapan heran para santri dan juga tatapan bingung dari kedua orang tua Naya, tidak ada waktu untuk menjelaskan semuanya! Sekarang yang terpenting adalah keselamatan Arsa!.
"Ning, kenapa Azmi menolong ning Arsa? Kenapa Azmi begitu khawatir? Ada apa ini?" Tanya umminya Naya yang kebingungan melihat Azmi menggendong Arsa yang bukan mahramnya.
"Tanya pada putrimu! Dia tau semuanya! Orang yang selalu dianggap salah dimata putrimu itu! Hari ini dia menyelamatkan nyawa putrimu!" Jawab ummi Laila sembari berjalan kearah mobilnya Salwa.
"Azmi! Salwa! Ummi ikut!" Teriak ummi sembari berlari.
"Ayo ummi, masuk depan aja." Pintah Salwa lalu masuk kedalam mobilnya.
***
Dokter dan 4 orang suster menyambut ke datangan Azmi, Arsa, Salwa dan ummi. Azmi menidurkan Arsa di Brankar dan langsung diwaba ke ruang UGD. Seperti biasa selain Arsa, dokter, dan suster yang menangani tidak ada yang boleh masuk.
Azmi mengusap kasar wajahnya dan duduk lesuh di kursi panjang yang menempel dengan tembok itu, dia tidak perduli mau dibilang cengeng atau apapun oleh Salwa yang jelas saat ini air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi.
Ummi yang melihat putra sulungnya menangis itu langsung duduk dan mengelus pelan bahunya, ummi lalu menaruh kepala Azmi untuk bersandar di bahu tuanya itu. Azmi pun menangis di bahu umminya, pikiranya sedang kacau saat ini, tidak bisa bersama orang yang dia cintai dan melihat orang yang dicintai tidak berdaya itu lebih menyakitkan dari pada melihat film horor:v
"Jangan putus asa mas, kamu masih punya Allah, berdoa padanya, minta petunjuknya, dia tidak akan membebadi seseorang diluar batas kemampuannya, sholatlah tenangkan hatimu, udah masuk waktu sholat duhur juga ini, biar ummi yang jagain Arsa." Ucap ummi sembari mengelus pelan rambut Azmi.
"Apa Arsa akan baik baik saja ummi? Dia akan bangun kan ummi? Kenapa Allah selalu menguji kesabaran Azmi?" Tanya Azmi seraya terisak.
"Astaghfirullah mas, gak boleh ngomong gitu, kalau Allah memberikan mas cobaan yang banyak itu tandanya Allah cinta sama mas kan sudah ada hadistnya." Jawab ummi sembari tersenyum teduh.
"Sesungguhnya besarnya pahala itu berbanding lurus dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridha, baginya ridha(Nya), namun siapa yang murka, maka baginya kemurkaan(Nya)."
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Azmi langsung beristighfar dalam hatinya, bagaimana dia bisa melupakan hadist itu? Astaghfirullah maafkan Azmi ya Allah.
"Ganti dulu bajumu mas, pulang dulu saja." Ucap ummi sembari melirik baju koko Azmi yang berubah warna menjadi merah.
"Iya ummi, titip Arsa ya." Sahut Azmi sembari bangkit dari duduknya.
Azmi pun berjalan keluar rumah sakit dengan sisa air mata yang masih terlihat diwajah tamvannya itu, hembusan nafas gusarnya itu bertepatan dengan berhentinya ojek yang kebetulan lewat didepannya.
Hanya butuh waktu sekitar 20 menit untuk sampai dirumah Azmi namun apa yang tidak ingin Azmi lihat justru ada rumahnya, Naya, kedua orang tuanya dan abah duduk disofa, entah apa yang mereka bicarakan, Azmi juga tak berniat tau atau sekedar menyapa mereka.
Abah, Naya, dan kedua orang tuanya itu membiarkan Azmi masuk begitu saja, tanpa ada yang bertanya atau sekedar menyapa, tapi baguslah itu berarti Azmi tak harus mengeluarkan sisa sisa tenaganya untuk beradu mulut dengan mereka.
Maaf banget aku lama gak next 🙏 aku lagi sibuk daftar sekolah 🙏 ya allah aku terharu banget bisa dapat 10K readres padahal ini tuh cerita gaje banget:v alurnya juga gak jelas:v ini cerita pertama aku jadi maklum kalau banyak typo 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah Ustadz
Teen FictionCerita Fiksi Azmi Askandar seorang ustadz lulusan Al Zahir Kairo Mesir yang kembali ke Nurul Qodim untuk mendapatkan hati seorang gadis yang telah lama dia cintai dalam diam. Dapatkah Azmi membuktikan cintanya? . . . . . Jangan Jadi Pembaca Gelap! ...