Bagian 3 - Kejahilan

12 6 0
                                    

Qaram terlihat gelisah mondar mandir di dalam kamar nya mengingat percakapan Papa nya kemarin malam bahwa ia akan berlibur bersama teman teman nya ke rumah Paman nya itu.

Flashback on

"Papa gak setuju kalau kamu kesana tanpa Papa!!" hentak Robi, sang Papa. Berjalan mondar mandir kesana kemari melintasi Qaram yang tengah terduduk dan cemberut.

"Kenapa 'sih Pa??!" sahut Qaram.

"Papa ngerasa gak aman aja!" keluh sang Papa sembari menimbang apa yang akan terjadi pada anak lelaki satu satunya itu.

"Mama fine fine aja tuh." sergah Qaram. Ia mengambil nafas dalam dan menatap Papa nya tajam. "Papa bisa ngasih alasan yang logis ga' kenapa ngelarang Qaram?" tanya Qaram menaikkan satu alisnya.

Robi cuma bisa terdiam dan merileksasi diri nya dan memijit pelipis nya yang mulai pusing. "Ini tuh tentang turunan yang mewarisi kekuatan penglihatan mata batin dari Kakek kamu, Ram."

Mata Qaram memicing dan menatap Papa nya tidak percaya. "Jadi selama ini? Bukan karena tidak sengaja dibuka oleh orang lain saat Qaram nyasar waktu kita berlibur?"

Robi membalikkan badan menghadap jendela kamar Qaram dan membelakangi anak nya itu. "Bukan. Kamu seperti Papa. Berbeda dengan adik adik perempuan kamu."

"Jadi gimana, Pa? Memang nya apa yang bakal terjadi kalau tidak di dampingi Papa waktu Qaram kesana?"

"Pokonya kamu belum bisa melindungi jiwa kamu sepenuh nya, Ram." ujar Robi mendatangi Qaram dan menepuk pundaknya.

Robi kini duduk di ujung kasur ukuran king size itu di sebelah Qaram. "Papa harus ikut. Memang nya kapan kalian mau berangkat?"

"Belum tau, Pa. Belum Qaram tanya lagi sama temen temen." Qaram menunduk memikirkan rencana apa yang akan mereka lakukan disana.

"Ya sudah, nanti kalau sudah fix kabarin Papa." Robi berlalu meninggalkan Qaram sendiri di kamarnya.

"Iya, Pa."

Flashback off

Qaram menghempaskan tubuhnya di atas kasur miliknya yang bertema kan Batman itu. Langit langit kamar kini menjadi pusat nya untuk berkonsentrasi terhadap kejadian apa yang akan mereka hadapi.

Qaram mengeluarkan ponsel pintarnya dan membuka aplikasi Wattsapp nya. Ternyata sudah banyak chat dari teman teman nya terutama di grup Adventure mereka. Tapi lebih memilih membalas japri teman nya dulu.

Jimy : Ram, jadi kita kapan nihh berangkat nya?
07.00 AM Read

Qaram : Lusa aja deh, gimana?
10.30 AM Read

Jimy : Mana aja 'sih lu, baru sekarang balas chat gue. Liat tuh di grup pada rame.
10.31 Read

Qaram : Iya iya gue tau. Gue abis dapat wejangan dari bokap gue.
10:32 Read

Jimy : Wejangan gimana? Bentar bentar, gue ke rumah lu sekarang.
10.33 Read

Qaram : Yaudah, Jim.
10.34 Read

Open grup Adventure#

Qaram : Kalo kita berangkat lusa, ada yang keberatan gak?

Liwa : Ashiapp

Sera : Liwa lu ga inget kita kemarin baru kena bencana apaan, ihh

Qaram : Lah emang kenapa sama lu berdua

Jerry : Siyapp

Chat off~

Beberapa menit menunggu balasan dari Liwa dan Sera di grup Wattsapp nya, sifat kepo Qaram pun keluar mengecek sosial media Sera ataupun Liwa.

Dan benar, wall mereka dipenuhi dengan status kepanikan, terutama Sera yang manja nya kelewat daripada Liwa. Qaram pun menyusuri kolom komentar yang telah banyak bertanya apa gerangan yang terjadi.

Saat Qaram akan membaca akhir dari rasa penasarannya, suara pintu diketuk pun terdengar, ia yakin itu Jimy. Segera di letakkan ponsel nya sembarang di atas kasur.

Tok tok

"Ram.."

"Iya bentar." sahut Jimy

Qaram menjadi terheran melihat ekspresi Jimy yang tengah keheranan juga dan penuh tanya. Terlalu banyak pertanyaan yang berkumpul di kepala Jimy yang harus di tuntaskan bersama sohib nya itu.

"Napa lu liatin gue gitu. Masih waras gue." tukas Qaram.

Jimy yang tersadar langsung nyelonong masuk aja ke kamar Qaram. Dia memutar kursi belajar yang ada di sudut kamar itu dan duduk menghadap Qaram.

"Gini ya, Ram. Waktu lu nunjukin foto halaman rumah Paman lu itu, gue udah ada feeling ga enak. So, waktu gue dapat kabar dari lu tentang hambatan dari bokap lu, gue ngerasa feeling gue tambah meledak ledak tau gak lu. Kek bakal ada sesuatu yang buruk gitu." Jimy menopang dagu nya pada sandaran kursi dan memutar bola matanya menghadap langit langit kamar.

"Udah curhat nya??" tanya Qaram santai sambil mengambil memeluk guling miliknya.

"Hmm-mm" jawab Jimy yang masih menatap langit kamar. Dan saat dia sudah ingin mendapat penjelasan dari Qaram, ia menatap lurus ke arah Qaram.

Qaram menarik nafas nya dalam dan mulai angkat bicara, namun ponsel nya tiba tiba berdering. "Siapa sih?" tanya nya heran sembari mengambil ponsel nya yang di lemparnya sembarang tadi.

Papa calling..

Sambil menatap layar ponsel, mata Qaram langsung menatap ke arah Jimy. "Bokap gue Jim nelpon."

Seketika Jimy menepuk jidat nya dan mengusap wajah nya memelas.

"Halo, Pa. Ada apa?"

"..."

"Oke, Pa. Qaram turun sekarang."

"..."

"Iya iya, Pa.."

"Gimana ini Jim, kaga bisa cerita dong ke elu." Qaram menatap Jimy datar dan berjalan mengambil jaket hitam nya yang tergantung di dekat pintu.

"Ah, uda capek capek gue kesini. Yaudah deh, gue pulang aja." tukas Jimy kecewa dan ikut turun ke bawah bersama Qaram.

Tiba tiba saja Jimy serasa menabrak sesuatu tapi ia menoleh ke kanan dan ke kiri tidak ada apa apa.

"Lu napa dah, Jim." Jimy yang saat itu kebingungan cuma bisa menggaruk kepala nya yang tidak gatal.

"Kaga tau, kaya ada yang gue tabrak tapi apaan."

Kala itu Qaram yang berdiri di belakang Jimy cuma bisa mengulum tersenyum melihat tingkah 'teman' tak kasat mata nya.

"Kok jadi dingin ya, Ram. Lu ga kedinginan. Merinding gue, turun lah kuy."

"Iye iye penakut lu."

Saat mereka mulai turun, Qaram mengedipkan sebelah mata nya ke arah belakang yang saat itu tidak ada apa apa.

Tbc-

26 Februari 2019

Jujur ya, ngetik part ini tuh setengah² 😪 Jadi sempat bingung juga mau sampe mana di buat wkwks

Jangan lupa voment nya yah biar tambah semangat ngetiknya 😍

Scary Terrorist of The Book [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang