Bagian 7 - Kamera vs Kamu

17 5 1
                                    

Sepanjang mata memandang, hanya daerah hutan, gelap dan imajinasi mereka yang mendominasi suasana saat ini. Kecuali bagi Liwa dan Qaram.

"Papa lama banget sih siuman nya." keluh Qaram menundukkan kepala nya saat mereka memutuskan untuk membangun tenda dan menginap saja di hutan.

"Emang lu gabisa bangunin nya??" tanya Liwa.

"Caranya?"

Dengan posisi kaki ditekuk, Liwa mencontohkan gaya bak punya ide cemerlang. "Siram air, gitu.."

"Lu kok ga sopan banget sama bokap gue, Wa. Maksud lu apaan, huh?! Mau bikin bokap gue masuk angin, huh?!" Qaram menatap tajam ke arah Liwa.

Semua melihat ke arah Liwa yang mulai panik saat Ia salah ngasih ide. "Tapi ide lu bagus juga!" imbuh Qaram.

Liwa menghembuskan nafas lega dan memutar bola matanya membuang muka.

Byurrr.

Mereka menunggu dengan seksama, karena yang tau jalan dan daerah sini hanyalah Robi seorang.

"Gimana???" Jimy mendekati Qaram yang sedang menunggu Papa nya itu.

Qaram hanya menggeleng.

Sera kembali ke tenda nya bersama Liwa dan meninggalkan mereka. "Yaudah kita tunggu aja."

Malam kian larut dan Liwa terus saja terjaga tidak bisa tidur saat beberapa mata kini mulai memperhatikan mereka berdua di dalam tenda.

Ia mengambil kamera termal nya dan hal pertama Ia lihat adalah baterainya. "Untung ga gue pake jadi masih awet ni baterai. Oke, gue bakal tes malam ini lewat kamera termal gue. Kapan lagi coba main di hutan, ya kan?" bisiknya.

Test pertama di dalam kamar tenda miliknya bersama Sera.

Kamera on.

Tripod nya tak lupa Ia pasang demi kualitas pengambilan gambar terbaik.

Titik merah terlalu banyak, tapi Ia mulai tidak melihat apapun di dalam tenda nya. Asumsi nya berarti di luar sedang masa aktifnya mereka, dan jam tangannya menunjukkan tepat pukul 12 malam.

Ia meraih ponsel nya. 'Hah, ga ada jaringan, gimana mau nelpon si Ram-ram sihh.' batin nya.

Sedangkan di tenda yang satu lagi, Qaram terlihat gelisah memikirkan Papa nya dan sedikit risih di daerah sini karena wujudnya lebih menyeramkan daripada di rumah nya.

Ia juga mengambil ponsel nya berniat menghubungi Liwa. Karena untuk saat ini, hanya Liwa yang dapat membantu, bukan Sera.

"Keluar aja atau engga nih, ya? Ntar gue sendiri lagi. Hmmm, bodo ah." pikir Liwa dengan segala bentuk gelud dengan pikirannya.

Entah apa yang merasuki mereka, kini Liwa dan Qaram keluar dari tenda secara bersamaan.

"Loh." Mereka berbicara serentak dan saling menunjuk karena sama terkejutnya.

"Lu ngapain keluar, Wa??" tanya Qaram bingung dan memperhatikan Liwa memegangi kamera dan tripodnya.

"Lah, lu sendiri ngapain keluar??" tanya Liwa balik dengan gemetar memegangi kameranya. Bukan karena apa, tetapi kini cahaya telah mengalahkan sisi gelap di sekelilingnya.

"Gue——gue, emmm." Qaram terlihat gelisah dan menjadi salah tingkah, grogi dan malu bahwa Ia ingin meminta tolong.

"Apaa?? Bilang aja kali."

"Lu mau semedi bareng gue, ga??"

"Ha?"

Tiba-tiba saja Qaram mendekati Liwa dan menggenggam kedua tangannya. Seketika jantung Liwa tak bisa dikontrol lagi dengan baik. 'Ini di luar kendali kuuu, tolong Aku ya Lord!!!' batin Liwa.

"Gimana? Mau, ya??" bujuk Qaram.

Liwa hanya bisa mengangguk dan menunduk malu. Saat itu pula Ia lihat kamera yang sedang digenggamnya kini menyadarkannya.

"Tapi, gue pengen ngambil dokumentasi, Ram." keluh nya.

"Itu lain kali aja, ya, Wa. Ntar kita projek bareng dehh."

Liwa terdiam memikirkan negosiasi diantara mereka. "Tapi gue maunya sekarang.. " sahutnya.

Seketika Liwa mendongak dan mereka saling menatap dan seakan mulut tidak bisa memberi solusi. Mereka saling mengangguk mengiyakan apa yang mereka pikirkan.

Sampailah mereka pada tempat yang tepat menurut Qaram. Masih tetap sama, mistis. Disinari terang bulan seakan sinar itu memanggil mereka yang bersembunyi di balik lapisan kulit pohon, timpahan batu yang lembab dan disepanjang sungai kecil yang mengalir.

Qaram meletakkan dua batu untuk mereka duduki nanti. Sedangkan Liwa sibuk mencari sudut terbaik untuk pengambilan gambarnya.

Let's shoot!

Mereka mulai berdiam diri dan masing-masing diantara mereka merapalkan doa sesuai dengan turunan sepuh mereka. Sungguh romantis tapi mistis.

Sudah satu jam lebih mereka tahan akan dingin nya angin malam yang mulai menembus sweater mereka dan mulai menusuk lapisan kulit.

Sebuah kepala kini menyembul dari balik pohon tepat di samping kamera termal milik Liwa, kamera mulai bereaksi menunjukkan eksistensi "mereka".

Tiga jam mereka tahankan segala cobaan. Kini, Qaram menemukan satu jawaban untuk menyadarkan Papa nya.

Saat Qaram mulai membuka mata perlahan, terlihat bayang-bayang merah di hadapannya. "Hahhh!!" Batu yang Qaram duduki tak kuat menahan posisi nya saat Ia mundur ke belakang. Tangan nya terluka tergesek sisi batu kasar itu.

Seorang wanita tersenyum dengan rambut kasarnya yang melambai menggeleng perlahan ke kanan dan ke kiri  dengan busana merah nya serta sepasang mata merah menyala kini dihadapan mereka berdua. Untuk apa dia melakukan ini? Tentu saja terpikat dengan rupa Qaram, bukan?

"Kameraa termal guee!!!" teriak Liwa saat menyadari manusia kerdil menjatuhkan tripod nya dan mengambil kamera itu.

Liwa langsung mengejar mereka di sepanjang gelap nya malam hingga Ia kini berada di dekat sumur tua bersinar hitam yang menurut nya ini adalah perkampungannya.

"Dapat kau!" ucapnya.

Liwa mengambil kameranya yang hendak jatuh ke sumur itu namun tangannya seperti tersetrum oleh sinar hitam itu dan segera meninggalkan area perkampungan manusia kerdil itu.

Saat kembali, Qaram sibuk bertarung dengan wanita itu hingga cakaran wanita itu di wajah Qaram terlihat jelas.

"Bantuin guee, Wa!!" teriak Qaram yang suka penuh luka diwajah nya.

"Terus kamera gue gimana!!" Liwa melompat-lompat bingung dan mondar mandir harus apa.

"Nanti gue belikan yang baru!!"

"Enggak mau!!"

"Lu milih gue mati atau kamera lu!!" teriak Qaram dengan nafas terengah-engah menghadapi makhluk sialan itu.

Mau tidak mau Liwa menyimpan kamera nya disaku walau Ia tau itu tak akan muat.

Dengan segala kekuatan yang Liwa miliki, dengan menjulurkan tangan kanan saja, Ia berhasil mengusir wanita sialan itu dan hilang bersama angin yang bertiup kencang.

Seketika tubuh Liwa rubuh ke tanah dengan tangan yang terluka seperti cakaran milik Qaram.

tbc

01 April 2019

Scary Terrorist of The Book [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang