marah

9 4 1
                                    

... Aku berjalan tanpa tujuan, berusaha mengalihkan segala pikiran hingga aku menemukan tempat dimana aku dan .... Ah tidak, ini kurang pas. Selalu kurang pas, aku hampir mengahapusnya ratusan kali. Aku benci obrolan dengan Jungkook kemarin karena itu sangat menggangu sekali, kami mengobrol sampai larut malam hingga aku menemukan banyak kesimpulan menjengkelkan.

Pertama Jungkook benar-benar mencintai Seolbi dengan tulus begitu juga sebaliknya, kedua mereka sudah hampir menentukan tanggal menikah dan alasan mereka tidak berhubungan sampai saat ini adalah kabar bahwa Jungkook harus pergi seminggu lagi, tentu saja Seolbi tidak menerima itu. Aku masih bingung  bertanya-tanya pada diriku kenapa aku begitu suka sekali mendengarkan Jungkook bercerita meski hanya akan membuatku tak nyaman. Hanya ingin melihat dia bahagia? Itu klise sekali.

Aku butuh  mendinginkan kepala.

Sialnya pendingin ruanganku sedang rusak padahal cuaca sedang terik-teriknya.

Aku berjalan menuju minimarket sambil mengurai pikiranku dari perkataan Jungkook. Mungkin karena udara sangat panas, aku melihat Jungkook tengah memilih es krim di minimarket yang aku tuju. Halusinasiku sangat buruk sekali. Dia bahkan tersenyum padaku sambil menawarkan es krim yang tadi ia pegang, "kau suka es krim vanila, kan? Biar aku yang bayar."

"musim panas tahun ini begitu ekstrim sampai ini terlihat nyata."

Jungkook mengerutkan kening bingung, "kau bicara apa?". Saat ini aku malu sekali, aku sadar ini benar-benar nyata ketika Jungkook menempelkan es krim di pipiku hingga aku terlonjak kaget.

Dia tertawa puas, matanya bahkan menyipit hampir mengilang, "ini ambil lah, aku traktir es krim, lain kali aku akan menagih mu mentraktirku sesuatu."

"oh. Ya. Ha-ha-ha." aku baru saja diingatkan jika laki-laki yang mengelilingiku dalan kehidupan ini begitu menyebalkan tapi sulit dibenci, "tapi serius, apa yang kau pikirkan tadi?"

"ini pikiranku, jangan bertanya apapun. Ayo pulang." baru beberapa langkah dari minimarket seseorang berteriak memanggil namaku.

"AERAAAAA!" tiba-tiba saja aku ditarik cukup keras hingga es krim yang barus saja aku makan dua kali terjatuh. Aku butuh beberapa saat untuk mengenali siapa orang kurang ajar ini, "Taehyung aku bisa jatuh. Kumohon berhenti!" tidak mungkin rasanya aku membentaknya ketika nafas tersenggal. Dia segera berhenti, aku siap mengomelinya tapi yang dia lakukan malah menggendongku ringan seperti tanpa beban.

"dengan begini kau tidak akan jatuh, kan? Hah! Sial, kakiku rasanya mau patah!"

"Taehyung jelaskan, ada apa ini?" aku malah memeluk erat leher Taehyung karena takut terjatuh, bisa-bisa kepalaku terbentur hingga menyebabkan aku amnesia atau masalah otak lainnya. Itu terlalu beresiko. Taehyung terus saja berlari tanpa menghiraukan ucapanku.

Aku tidak bisa menberontak begitu saja meminta diturunkan sambil berteriak kurang ajar, pasti ada sesuatu yang sangat genting hingga Taehyung membawaku dengan paksa seperti ini. Bukan sekali, pernah dia melakukan hal yang sama ketika Ayah Yoongi terkena serangan jantung mendadak dan kami berdua masih berada di tempat belajar. Itu bukan pengalaman yang bagus. Sayangnya yang aku takutkan terjadi, Taehyung membawaku kerumah Yoongi. Setelah Taehyung menurunkanku dari gendonganya aku berlari menuju kamar yoongi. Ini benar-benar seperti bencana bagiku, perlahan aku membuka kamar Yoongi. Taehyung menarikku agar tidak langsung masuk kedalam, jika dia tidak melakukan itu mungkin aku akan menginjak pecahan beling...

"Yoon, kau disana?" aku membuka lebar pintu kamar, pemandanganya membuat hatiku sakit. Aku tidak pernah melihat Yoongi seperti ini sebelumnya, bahkan ketika Ayah Yoongi meninggal dia hanya mengurung diri di kamar tanpa melakukan apapun. Yoongi meringkuk diantara pecahan kaca dan benda-benda rusak lainnya, mungkin dia yang merusaknya.

"hei, kau baik-baik saja? Aku ada disini." aku berusaha mendekati tapi Yoongi segera bangun, wajahnya sangat berantakan, aku bisa mencium bau alkohol dari tubuhnya dari jarak cukup jauh.

"apa pedulimu, jalang?" matanya menyorotkan kebencian mendalam, "pergi, jangan pernah kembali atau menginjakan kaki kerumah ini lagi."

"Yoongi bisa kau jelaskan kenapa kau bicara seperti itu? Aku peduli dan--"

"awas!" Taehyung memutar tubuhku hingga membelakanginya disusul dengan suara botol pecah, dia meringis menahan sakit, "Taehyung! Apa yang kau lakukan, bodoh?!"

"se-sebaiknya kita pergi."

"YA! PASANGAN BRENGSEK SEPERTI KALIAN HARUSNYA PERGI KENERAKA, SIALAN! KENAPA KEMBALI KEMARI!" pintu kamar Yoongi ditutup hingga berdebum keras oleh pemiliknya, Taehyung menahan sakit sambil menuruni tangga, "biar aku bantu."

"tidak usah, kau pendek. Bisa-bisa kau jadi cebol karena aku... E-eh kenapa menangis?" aku tarik saja tangan Taehyung yang hampir menyeka air mataku dan melingkarkannya kepundakku meski berat. Sambil berjalan aku menangis sesenggukan sesak.

"katakan saja sakit, tidak sulit, mau mempertahankan harga diri, hah? Harga diri tidak bisa menyelamatkan nyawamu, tau." kami pergi kerumahku untuk melihat seberapa parah luka Taehyung dan mengobatinya.

"ini tidak apa-apa sungguh, hanya memar --aw! Hei berhenti memukul punggungku!" ketika sampai di rumah dengan kesal aku dorong Taehyung hingga terjatuh di sofa.

"buka bajumu biar aku ambil obat."

Yoongi keparat, jika sudah sadar dari mabuknya akan aku hajar dia sampai sekarat. Aku benar-benar emosi melihatnya tiba-tiba seperti itu, menyerapah padaku tanpa tau masalahnya apa. Dia dengan mudah menyeramahiku untuk mengahadapi masalah tanpa membuat kerusuhan. Lihat sekarang apa yang dilakukan si iblis itu? Dia bahkan hampir melukai sepupunya sendiri. Sekarang aku merasa bersalah dengan Taehyung.

"Aera aku serius, ini tidak apa-apa." Taehyung masih belum membuka baju, bersikukuh jika di punggungnya bukan luka yang serius.

Kotak obat yang dari tadi aku bawa hampir melayang bebas menghatam kepala Taehyung jika dia tidak segera meminta ampun, "aku sudah lelah jadi menurut saja, brengsek!"

Dia masih saja tidak bergerak dari posisi duduknya, jadi aku paksa membuka kaos Taehyung. Terdengar suara sobek namun aku tidak peduli pada itu. Aku hanya ingin melihat seberapa parah lukanya, lalu aku bisa memikirkan cara yang pantas untuk membalasnya, "cepat berbalik!"

Taehyung menghela nafas pasrah, "rasanya seperti aku akan di cabuli perempuan, memalukan."

Aku menahan tangis ketika melihat punggung Taehyung, ada luka memanjang tidak terlalu dalam tapi cukup mengerikan dengan warna keunguan disekitarnya, "aku akan membunuh si Min sialan itu. Aku serius." Taehyung meringis saat aku mulai membersihkan lukanya.

"Aera."

"hmm."

"kau menangis?"

"..."

"jangan lakukan sesuatu yang bisa membuat hubungan kalian berdua jadi renggang, itu akan sangat buruk. Aku tahu aku tidak bisa ikut campur, hanya memberimu saran saja." aku selesai dengan menutupi lukanya untuk sementara, besok aku akan mengantarnya kerumah sakit agar dapat di tangani lebih baik. "sudah selesai?"

"hmmm"

"kemari." dia berbalik lalu menarikku kedalam pelukanya, aku terkesiap dengan apa yang ia lakukan namun aku sadar, aku butuh ini, "kau bisa menangis sesukamu aku akan menutupinya dan jangan menyalahkan dirimu, kak Yoongi hanya sedang mabuk dia tidak sadar dengan apa yang dia lakukan."

Aku menangis cukup lama sambil mengumpat dalam hati hingga sadar akan sesuatu, "Taehyung."

"ya?"

"kenapa kau tidak pakai bajumu dulu?"

###

Nulis bab ini tuh capeeeeeeeee
Beberapa kali di hapus di tulis hapus tulis :"
Semoga dapet feel nya~

Aera And Her WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang