4

1.3K 204 7
                                    

"Meskipun gak ada harapan.
Aku ingin menyelesaikan semuanya tanpa penyelesan"










^








"Je!"

"Aku gak bisa, Chung,"

"Harus bisa, Je. Kak Daniel itu udah kelas tiga, bentar lagi dia lulus. Mau sampai kapan lo mendam perasaan lo terus? Nanti dia keburu ngilang dan lo gak ketemu dia lagi. Lo gak nyesel?" omel Chungha. Sudah lelah ia melihat sifat pesimis temannya itu.

Sejeong terduduk di bangku tribun lapangan futsal. Hari ini Chungha mengajaknya menonton Seongwoo bermain futsal, dan kebetulan Daniel ikut bermain juga.

Tadinya Chungha ingin menghampiri kekasihnya, sekalian mengajak Sejeong biar Sejeong bisa ketemu sama Daniel. Tapi apalah daya, temennya itu memang batu.

"Serah lo, deh. Gue harap lo gak nangis pas liat sepupu lo akhirnya bisa jadian sama Daniel"

"Chung, jangan ngomong gitu dong," Sejeong sudah ingin menangis rasanya.

Memang sih, setaunya sepupunya Yeri Anastasya sedang gencar-gencarnya mendekati Daniel. Dan dia bisa apa.

Sejeong sudah kehilangan harapannya saat pertama mereka bertemu kembali dan Daniel tidak mengingatnya. Selama ini bahkan  mereka tidak pernah bertukar sapa. Sejeong benar-benar takut akan dianggap cewek aneh jika ia tiba-tiba mendekati Daniel.

"Jeong, jangan sampai lo nyesel nantinya," ucap Chungha lagi meyakinkan temannya itu.

"Gue- bingung harus mulai dari mana," cicit Sejeong.

"Chat dia. Kan Seongwoo waktu itu pernah ngasih nomernya sama lo"

"Malu, Chung"

"Sini, biar gue silet urat malu lo. Gemes gue tu. Gimana mau maju." Ngegas mulu si nyai yang satu ini.





^


Chat tidak ya?

Sedari tadi hanya tiga kata itu yang menari-nari di kepala Sejeong. Ia masih menatapi ponselnya dengan ragu. Tangannya langsung terasa gemetaran saat sudah sampai di roomchat kontak Daniel.

Assalamu'alaikum, kak

(send)

Yah, yah, beneran ke kirim!

Sejeong langsung panik sendiri hingga reflek menjatuhkan ponselnya ke kasur. Setelah itu langsung berlari ke luar kamarnya.





Sejeong meneguk habis satu gelas air putih untuk sekedar menenangkan jantungnya yang sudah berpacu tidak karuan.

Begitu saja sudah membuatnya gugup setengah mati. Payah!

"Je!"

"Iya, tante?" sahut Sejeong di tengah kegugupannya.

"Kamu kenapa sih?"

Sejeong cuma bisa cengengesan.

"Tante lagi masak apa? Banyak banget kayanya. Emang mau ada tamu, tan?" tanya Sejeong mengalihkan pembicaraan, menghampiri Tante Dara yang sedang sibuk di depan kompor.

"Iya, Je. Ada temen tante yang mau datang"

"Biar Sejeong bantuin"

"Gak usah lah, Je. Kamu istirahat aja sana"

"Gak pa-pa, tan. Tante kan mau masak banyak. Pasti kerepotan deh"

"Makasih kalau gitu ya? Seneng banget tante kamu ada di sini, Je. Telaten, pinter masak lagi"

"Tante bisa aja. Jadi seneng Sejeong dipuji gitu. Hehe," Sejeong menyengir lebar.

Sejurus kemudian Sejeong pun sibuk membantu Dara di dapur, hingga ia melupakan chat balasan dari Daniel. Sejeong pasti akan lupa segalanya jika sudah berurusan dengan masak-memasak. Ia bahkan pernah mengikuti les memasak, katanya biar bisa memasak masakan yang enak untuk suaminya nanti. Ya, ia melakukan itu untuk Daniel, awalnya.








^





Setelah selesai membantu tante Dara, dan kebetulan tamu tante Dara juga sudah datang, Sejeong pun kembali ke kamar.

Dengan mengucap bismillah, Sejeong mulai membuka layar ponselnya.

Raut gadis itu berubah datar ketika tak mendapati chat balasan apapun dari Daniel.

Daniel yang selalu ramah pada semua degemnya, akhirnya mengabaikannya. Segitu gak pentingnya lo, Je! Bahkan Daniel pun ogah kenalan sama lo..

Air mata Sejeong bergulir perlahan tanpa bisa dibendungnya.


^








"Sebenarnya dibandingkan dengan Yeri, aku lebih menyarankan Sejeong, Cla," ucap Dara pada temannya, Clara.

"Sejeong? Putri almh. Sandra itu kan?"

"Iya. Seperti yang kamu tau Sejeong sudah gak punya siapa-siapa lagi setelah orang tuanya meninggal. Cuma kami yang dia punya. Aku menyayangi Sejeong seperti putri kandungku sendiri. Tapi gak selamanya dia bisa sama kami, Cla. Aku ingin ada yang menjaga Sejeong karna kadang dia pengen tinggal sendiri di apartemennya," jelas Dara panjang lebar.

Clara manggut-manggut. Sandra adalah adik Dara, jadi sebenarnya ia juga tidak masalah jika akhirnya harus menjatuhkan pilihannya pada putri Sandra.

"Tapi aku belum pernah lihat orangnya, Ra. Boleh aku ketemu dia?"

"Tentu aja. Bentar ya?"

Dara pun beranjak memanggil Sejeong di kamarnya. Dilihatnya keponakannya baru saja selesai shalat isya.

Dara diam-diam tersenyum, lalu menghampiri Sejeong.

"Je," panggilnya pelan.

"Iya, tan?"

"Ikut tante sebentar yuk!"

Sejeong mengangguk patuh tanpa banyak tanya. Ia mengikuti langkah Dara hingga ke ruang tamu. Sudah ada seorang wanita seumuran dengan tantenya duduk di sana sambil mengukir senyum ramah padanya.

"Je, kenalin ini tante Clara"

"Halo, tante. Namaku Sejeong"

"Jadi kamu yang namanya, Sejeong?" Clara tanpa ragu mengelus wajah Sejeong.

Sejeong tersenyum kikuk. Sikap tante Clara rasanya terlalu welcome padanya.

"Aku setuju, Ra," ucap Clara kemudian.

Dara yang mendengar itu langsung tersenyum lebar.

"Tuh kan, aku yakin kamu pasti suka sama dia"

"Iya, Ra. Aku rasa dia cocok banget sama Daniel"

Eh?

Daniel?

Daniel mana nih?

Daniel Damaja bukan?
















PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang