Kini pelajaran pertama yaitu, matematika. Pelajaran itu seolah telah melambai lambai ingin menambah asap yang mengepul di otak Zeta seusai upacara. Rumus algoritma telah terpampang jelas di papan tulis, namun bukannya menulis Zeta malah menggambar di buku note miliknya. Berbanding terbalik dengan seseorang di sebelahnya, ia tampak serius belajar. Tulisannya pun rapih, bahkan terlampau rapih untuk tulisan seorang cowok.
"Lo kenapa malah gambar?" Kafka membuka suara setelah melihat kelakuan kawan sebangkunya itu. Kini Kafka resmi duduk disini bersama dengan, entahlah Kafka juga belum tahu namanya.
"Nih lo liat catatan gue aja kalo males liat di papan tulis." Kafka menyodorkan buku tulisnya, ia sudah menulis rumus algoritma dengan sangat rapih, bahkan disertai penjelasan dengan bahasanya sendiri. Namun bukannya berterimakasih Zeta malah menutup buku itu.
"Gue gak rabun!" Ucapnya sinis.
Terus apa anjir kalo gak rabun? jelas jelas lo pake kacamata, batin Kafka.
"Orang cantik gabolee galak." Kafka mencoba mencairkan suasana dengan modusnya.
"Berisik!" Ucap Zeta masih dengan nada datarnya.
Kafka bergidik ngeri. Bulu kuduknya seolah berdiri, padahal yang baru saja bicara dengannya adalah seorang wanita cantik, kedua kakinya juga masih menginjak tanah. Tapi, seperti ada aura mencekam.
Cantik sih tapi mulutnya tajem, setajam silettt. Batin Kafka seperti acara gosip di tv.
°°°
Kini Kafka sedang menikmati semangkuk mie ayam di kantin, kali ini ia tidak sendiri. Ditemani dengan Edgar dan Haikal, dua cowok yang duduk persis di depan bangku Kafka dan Zeta.
"Kuat-kuat mental aja kalo duduk sama Zeta." Kali ini Haikal membuka percakapan, setelah menyeruput kopi kapal api yang masih berasap itu.
"Zeta?" Ulang Kafka.
"Iyaa, itu cewek yang mirip kayak macan." Edgar menimpali sambil terkekeh.
"Kok mirip nama kuda yang belang itu ya?" Kafka masih berpikir sejenak, seolah nama itu tidak asing baginya.
"Itu Zebra, goblok!" Haikal tertawa nyaring hingga membuat ibu kantin yang sedang membungkus gorengan sampai mengeluarkan kata-kata latahnya.
"Gilak kalo sampe dia denger bisa mampus lo."
"Santai aja nurtijel, gue gak takut sama dia. Cantik begitu masa gue takut." Edgar memiliki nama baru saat ini, lebih tepatnya hanya Kafka yang memanggilnya begitu. Kata Kafka memanggil dengan panggilan 'Ed' cukup aneh, apalagi 'Gar' rasanya ia punya teman bernama agar-agar, jadi biar mudah ia memanggil dengan sebutan 'nutrijel'.
"Nama gue bagus woey! Lo maen ganti-ganti aja seenak udel." Edgar sudah melempari Kafka dengan kacang telur, namun bukannya menghindar ia malah menangkap kacang itu dengan mulutnya.
"Tapi lo berdua tenang aja. Mitosnya si yaa, Zeta itu kalo istirahat hilang. Gak kelihatan. Gak tau tuh cewek cabut kemana." Hobi lain dari Haikal selain gemar main game dan nonton film dewasa, dia juga hobi bergosip ria dengan siapa saja. Siswa macam Haikal adalah tipe orang yang mudah akrab, bahkan dengan orang asing pun dia bisa bergosip.
"Lo followersnya akun gosip? Atau emang admin akun gosip?" Tanya Kafka, ia masih bingung dengan teman barunya ini. Maklum belum genap dua jam kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zetana
Teen Fiction"Lo percaya pertemanan? Gue si enggak. Menurut gue pertemanan itu cuma status di lingkungan sosial aja. Semacam simbiosis mutualisme. Tujuannya hanya dua, saling menguntungkan, atau paling menguntungkan." Tutur Zeta pada teman barunya. Persepsinya t...