13. Bianglala

58 28 16
                                    

"Naik itu yuk!" Zeta melihat arah tunjukan tangan Kafka. Ia menelan salivanya yang terasa kering.

Kafka terlihat sangat bersemangat saat membeli karcis, rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali ia menaiki wahana tersebut, mungkin saat SD. Tidak menunggu waktu lama ia berhasil mendapatkan dua buah tiket masuk, namun saat itu Zeta masih mematung memperhatikan wahana bianglala di depannya. Tidak berpikir panjang Kafka langsung mengenggam tangan Zeta. Jemarinya mengapit di sela-sela jemari Zeta, sungguh pas seperti potongan puzzle yang selama ini ia cari.

Zeta merasakan jantungnya berdegup cukup kencang saat Kafka mengenggam tangannya, ia menatap mata Kafka yang saat ini sedang melihat matanya pula. Beberapa detik mereka saling bertatapan, menyelisik lebih dalam lagi warna mata masing-masing.

"Aduhh sorry, Ta." Kafka segera melepas genggamannya.

Sejujurnya Zeta sedikit kecewa karena genggamannya di lepas, menginggat saat ini ia merasa cukup takut.

"Zee, ayo nunggu apa lagi?" Kafka membukakan pintu bianglala berukuran besar itu.

Dengan langkah ragu Zeta masuk ke dalam bianglala. Perlahan bianglala itu bergerak, semakin lama mereka semakin berada di atas, Zeta menutup mata dengan keringat yang mulai bercucuran.

"Zee, lo kenapa?" Tanya Kafka bingung, ini ekspresi aneh yang tidak biasanya ia lihat dari seorang Zeta.

Zeta tidak kunjung menjawab, ia masih menutup mata.

"Zee?" Panggil Kafka pelan.

"Gue ta--kut ketinggian." Jawab Zeta terbata.

Rupanya Zeta takut ketinggian, Kafka tersenyum setelah mengetahui kelemahan Zeta.

"Yah, sayang banget. Lo udah jauh-jauh kesini masa gak liat pemandangan bagus." Goda Kafka sambil menahan tawa.

"Nyesel lho nanti, Zee." Sambungnya.

"Sini, tangannya jangan ngepal terus nanti kram." Ia mengambil sebelah tangan Zeta dan mengenggamnya. Tidak, saat ini ia tidak bermaksud modus, tapi membuang semua ketakutan yang dimiliki Zeta. Kafka mencoba menyerap semua rasa takut yang menggerogori isi kepala Zeta.

 Kafka mencoba menyerap semua rasa takut yang menggerogori isi kepala Zeta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Coba buka mata lo pelan-pelan. Gue yakin lo pasti suka." Zeta mencoba membuka matanya perlahan, menyingkirkan rasa takut yang memenjarakannya selama ini.

Perlahan ia dapat melihat pemandangan indah yang Kafka maksud. Dari atas sini mereka dapat melihat hamparan bintang serta city light kota yang tidak kalah indahnya. Untuk kali pertama ia dapat melawan rasa takutnya sendiri, Zeta tidak hentinya tersenyum melihat pemandangan indah dari atas sini.

"Bagus ya ternyata." Ucapnya pelan.

"Tentu, makanya gue ajak lo kesini."

°°○°°

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZetanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang