Suara decitan mobil itu terdengar cukup nyaring hingga membuat beberapa orang yang berada disana menutup telinga. Mobil ferarri portofino, terlihat paling mencolok berhenti di barisan jalan paling depan. Iya, mobil berlambang kuda jingkrak itu berada tepat di bawah lampu lalu lintas yang memiliki warna serupa dengannya yaitu, merah.
Mungkin bagi sebagian besar orang merasa bangga untuk bisa mengendarai mobil bermesin setara dengan 600 kuda tersebut. Tapi tidak begitu pada seorang Gazala Kyla Zetana, atau yang biasa dipanggil Zeta. Hari ini merupakan hari pertamanya mengendarai mobil berkapasitas 3.855cc. Lebih tepatnya hadiah dari Papanya, mengingat kemarin adalah hari ulang tahunnya. Hari dimana tidak akan ada satupun kue ulang tahun maupun tiup lilin, kedua hal tersebut merupakan kemustahilan dalam hidup seorang Zeta.
Zeta ingat betul kejadian pagi tadi, saat dirinya sedang mengoles roti gandum dengan selai stroberi, terdapat selembar kertas sengaja diletakan diatas meja beserta dengan kunci mobil, isinya kurang lebih seperti ini.
Dear Zeta sayang,
Selamat bertambah umur sayang, Papa sayang kamu.
Love you honey
PapaZeta tersenyum masam jika mengingat kejadian tadi pagi. Bukan hadiah mewah yang ia inginkan. Zeta hanya butuh sebuah ucapan tulus atau paling tidak pelukan hangat. Hal sederhana yang sudah seharusnya dapat ia rasakan. Tapi sangat mahal rasanya untuk ia dapatkan.
Lampu jalanan itu telah berubah hijau, dengan cepat wanita berkacamata hitam itu menekan gas agar segera sampai ke tempat tujuannya pagi ini. Sekolah tercinta yang telah lama tak ia jumpai.
Deru mobilnya seolah membelah jalan ibu kota pagi ini. Pagi yang lumayan cerah, bahkan teramat cerah, entahlah akhir-akhir ini cahaya mentari pagi terasa begitu menyilaukan. Zeta memasuki gang perkampungan yang berada di belakang sekolahnya. Menuju rumah sederhana yang di tempati sebuah keluarga. Bukan keluarganya memang, namun sudah ia anggap layaknya keluarga sendiri.
"Assalamualaikum, Bah." Zeta membuka kaca mobilnya, menyapa seorang lelaki paruh baya yang sedang menikmati kopi hitam ditemani singkong goreng.
"Waalaikumssalam, kamana aja Neng?" Pria yang baru saja Zeta panggil Abah itu menghampiri Zeta. Abah sangat kental dengan dialeg sunda, karena memang kota asalnya adalah kota kembang, Bandung.
"Biasa Bah, lagi banyak yang perlu diurus. Zeta nitip mobil ya." Zeta menyalimi Abah, dimata Zeta pria di hadapannya ini sudah seperti Ayah baginya.
"Ya allah gusti, Neng Zeta kamana aja?" Suara lengkingan itu sudah tidak asing lagi, wanita paruh baya yang Zeta panggil Ambu. Zeta tersenyum hangat, seperti menemukan sosok ibu yang sangat ia rindukan. Ibu yang hebat bukanlah ibu yang memakai pakaian bermerk ternama, bukan pula ikut arisan sosialita, apalagi berkeliling dunia hanya untuk membeli tas mewah. Cukup seperti Ambu, bertutur kata lembut, memakai daster saja sudah cukup anggun di mata Zeta. Tanpa riasan dan perawatan masih bisa membuat wajah Ambu cantik, kerutan itu justru memperlengkap kecantikannya diusia yang tak lagi muda.
Ambu langsung memeluk Zeta dengan hangat, mengusap rambut coklat itu dengan lembut.
"Ambu, Abah. Zeta berangkat dulu ya takut telat." Bukan bermaksud untuk tidak sopan, bukan pula ia tidak merasa rindu. Tapi jam sudah menunjukan pukul tujuh kurang lima menit. Zeta harus segera berangkat.
°°○°°
Derap kakinya semakin cepat, seolah serasi dengan kedua tangannya yang dengan cekatan memakai dasi. Ya, sambil setengah berlari Zeta mengenakan dasi. Hari senin merupakan hari wajib baginya untuk memakai atribut sekolah lengkap, dasi, sepatu hitam, serta ikat pinggang. Tapi jika senin telah terlewati? Jangan ditanya. Seragam dikeluarkan, dua kancing atas dibiarkan terbuka, dan ikat pinggang yang entah kemana. Ia sesekali melihat pantulan dirinya di kaca kelas untuk melihat keadaan dirinya, juga rambut coklatnya yang sengaja ia gerai.Zeta menuju kelasnya yang berada di lantai dua, kurang lebih satu minggu ia tidak menginjakan kakinya di sekolah. Karena alasan suatu alasan, yang ia tak mau dipublikasikan saat ini untuk kalian.
Tidak seperti kebanyakan remaja putri pada umumnya. Sepanjang jalan dari gerbang menuju kelas ekspresinya selalu sama, datar. Dan orang-orang yang melihat keberadaannya pun seakan segan untuk menegurnya terlebih dulu, karena Zeta terkenal dengan pribadi yang misterius dan penyendiri. Ia tidak suka berteman dengan siapapun karena selama ini tidak terlihat satupun orang yang menjadi temannya.
Mata Zeta membulat saat melihat pemandangan yang menyulut emosinya di pagi hari. Ia berdiri sejenak diambang pintu kelas, memastikan bahwa yang ia lihat bukan ilusi.
"Ini tempat gue, minggir!" Zeta mengepalkan tangan, berusaha mengatur emosinya.
Bangku pojok kiri paling belakang adalah tempat duduknya. Sekaligus tempat paling berbahaya untuk dikunjungi oleh seluruh penghuni kelas, bahkan seantero sekolah. Kalau dianalogikan Zeta mirip dengan singa betina, lengkap dengan surai coklat. Berurusan dengannya sama saja mengibarkan bendera perang.
"Hai kenalin nama gu--" Ucap cowok itu sambil menyodorkan tangan kanannya sambil tersenyum.
BRAK!!
Zeta menggebrak meja dengan begitu nyaring hingga membuat lawan bicaranya tertegun, ia menatap wajah cowok itu begitu dekat, dan membisikan suatu kata.
"Gue gak nanya nama lo." Sepagi ini sudah ada saja perkara yang dapat menyulut emosinya.
"Pergi! atau mau gue paksa?" Zeta membuang tas lelaki itu di lantai kelas. Seperti tontonan, dia menjadi pusat perhatian. Ada berbagai tatapan yang menatapnya saat ini.
"Apa lo semua liat-liat?!" Tanyanya, yang kontan saja membuat mereka semua memutuskan kontak mata ke arah Zeta.
Seperti tidak terjadi apa-apa, Zeta memilih untuk duduk dan menyumpalkan telinganya dengan earphone. Dunia terlalu bising, menurut Zeta seperti itu, satu-satunya riuh yang dapat ia terima adalah lagu. Alunan musik hey mama milik David Guetta mengalun merdu ditelinganya. Matanya kembali membulat saat melihat lelaki berhoodie hitam itu duduk di sebelahnya. Ia melepas earphone miliknya.
"Lo tuli! Gak ngerti bahasa manusia?!" Bentaknya, kini emosinya telah memuncak. Kalau dia tabung elpiji, mungkin sudah meledak.
"Pak Heru yang nyuruh gue duduk disini." Jawab lelaki itu. Tak berpikir panjang ia menarik dasi lelaki itu hingga mengikutinya berjalan menuju ruang guru.
"Semesta kutuk dia jadi batu. Beraninya duduk ditempatku tanpa permisi."
Gazala Kyla Zetana
●●°●●
Halooo..
gimana gimana sejauh ini apa pendapat kalian tentang karakter Zeta?Apa yang mau kalian sampein kalo ketemu orang kaya dia?
Atau malah justru penasaran sama cowok hoodie hitam itu?
Sabar, di part selanjutnya pasti kalian aku ajak kenalan ko sama si Anu 😆
Jadi, jangan lupa untuk vote+coment biar cepat aku publish heheee..
KAMU SEDANG MEMBACA
Zetana
Novela Juvenil"Lo percaya pertemanan? Gue si enggak. Menurut gue pertemanan itu cuma status di lingkungan sosial aja. Semacam simbiosis mutualisme. Tujuannya hanya dua, saling menguntungkan, atau paling menguntungkan." Tutur Zeta pada teman barunya. Persepsinya t...