Riuh keadaan kelas di pagi hari membuat telinga siapa saja berdengung, tapi tidak berlaku pada kedua cowok yang kini sedang menatap teman barunya itu. Namun yang diperhatikan malah justru sulit sekali untuk dimintai keterangan. Padahal sejak awal dia yang ingin bercerita.
Dengan wajah lesu Kafka menarik nafas panjang dan sedikit menahannya sebentar sebelum ia menghembuskannya.
"Gue di tolak." Jawabnya dengan nada melankolis.
Cowok yang masih mengenakan hoodie mustard itu kemudian mengacak rambutnya frustasi, "Begooo, kenapa gue ngegas banget ya! Jelas gue di tolaklah."
"Baru sadar kalo lo bego, Bro?" Celetuk Haikal yang disambut tawa ngakak dari Edgar. Keduanya memang tipikal teman kampret, bukanya menyemangati dan menghibur, justru malah sebaliknya.
"Kalian jahad sama dedeq, syedih tauu." Ucap Kafka dengan nada dibuat-buat seperti anak alay. Kontan saja hal tersebut membuatnya dihadiahi jitakan dari kedua temannya.
"Najis woey najis!" Teriak Haikal masih dengan tawa.
Tawa mereka terhenti saat seorang cewek itu datang dan langsung melempar tas ke meja miliknya. Rambutnya kali ini tidak diikat kuda seperti biasa, malah menutupi sebagian wajahnya. Rambut coklat gelap itu tergerai indah hingga menutupi sebagian pipinya. Zeta duduk tanpa melihat Kafka sedikitpun, bahkan Haikal dan Edgar yang tadi menghadap ke arah meja Kafka sekarang telah berbalik menghadap ke depan kelas.
Zeta terdiam, kemudian meletakan kedua tangannya diatas meja dan menyembunyikan wajahnya. Ia menutup matanya, lelah. Sungguh ia sangat lelah, hatinya kembali hancur mengingat kejadian tadi malam yang ia alami begitu sampai dirumah.
Kafka jadi bingung sendiri melihat kelakuan Zeta yang berubah hari ini. Apa karena ulahnya semalam? Atau karena Zeta lagi datang bulan? Rasanya lidah Kafka kelu untuk sekedar bertanya sepatah kata.
°°○°°
Bel istirahat baru saja berbunyi namun Zeta masih terus duduk di bangkunya, tidak seperti hari-hari biasa. Kali ini ia malas melakukan apa pun, bahkan untuk menyesap sebatang rokok saja sulit.Dalam hitungan menit kelas pun sepi, hanya menyisakan dirinya. Sunyi memeluk Zeta begitu erat dalam situasi itu. Semua murid memilih menghabiskan waktu istirahat di luar kelas. Bayangan akan kejadian semalam masih terus terbayang nyata. Hatinya sesak, pedih mengingat betapa menusuknya kata-kata yang dilontarkan kedua orang yang ia sebut sebagai orangtua. Bahkan rasa nyeri di pipi Zeta akibat tamparan Papanya tidak seberapa jika dibandingkan dengan hatinya saat ini.
Cairan bening itu sudah tidak dapat lagi ia bendung, Zeta rapuh. Sangat rapuh. Ia menangis dalam sunyi, dalam hening yang memeluknya sangat erat. Hatinya bergemuruh, sesak rasanya. Seolah menyekik hingga tenggorokannya tercekat. Bahunya naik turun menandakan ia sedang menangis sesegukan. Baru kali ini ia menangis di sekolah, tidak lebih tepatnya baru kali ini ia merasakan sesak yang sangat seperti ini.
Tanpa ia sadari, ada seseorang yang berdiri di hadapannya. Cukup lama hingga akhirnya ia membuka suara, "Zee.." suara itu terdengar sangat lembut bahkan nyaris tidak perdengar.
Zeta tampak terkejut dengan kehadiran cowok itu. Cowok yang semalam ia maki. Matanya membulat, Tidak, Zeta tidak boleh terlihat lemah dan dikasihani.
"Maaf, gue udah salah sama lo." Ucap Kafka penuh penyesalan, ia sungguh tidak enak hati. Ia mengutuk dirinya sendiri jika ialah penyebab Zeta menangis.
"Lo gak salah." Zeta menghapus sisa air mata di wajahnya. Tanpa ia sadari, hal tersebut membuat pipinya terlihat. Pipi yang sengaja Zeta tutupi dengan rambutnya.
"Pipi lo kenapa?" Kafka sangat terkejut melihat luka lebam yang menghiasi wajah Zeta. Ia memegang luka itu sampai Zeta meringis sakit.
Zeta refleks menutupi pipi kanannya yang lebam, "Gue baik-baik aja."
Di luar dugaan, Kafka memegang tangan Zeta dan mengamati luka lebam itu lagi, "Gue kan udah pernah bilang, cerita. Jangan di pendam sendiri. Gue temen lo." Ucapnya dengan sangat lembut.
Tidak, Zeta tidak bisa berpura-pura lagi. Logikanya memaksa kuat namun air matanya meringsek keluar, ia gagal untuk terlihat baik-baik saja.
Detik itu juga Zeta memeluk Kafka, ia menangis dalam pelukan Kafka. Kafka hanya diam, berusaha menenangkan dengan mengusap rambut Zeta yang ternyata sangat halus dan lembut.
"Langit aja kalau sedih bisa nangis, apalagi lo yang cuma manusia biasa. Keluarin aja, nangis bukan berarti lo lemah. Tapi manusiawi." Ia dapat merasakan tangis Zeta yang mulai mereda, isak yang semakin lama menyusut.
Terkadang untuk menjelaskan kesedihan tidak perlu kata maupun suara.
"Maaf baju lo kena ingus." Ucapnya polos dengan suara sumbang.
"Gak apa, yang penting lo lega. Gue gak bakal maksa lo buat cerita kalo lo belum siap." Balas Kafka dengan senyum manis.
"Nih makan dulu, lo belum makan kan dari tadi." Kafka memberikan sekantung plastik berisi susu dan roti. Tadinya ia akan membelikan siomay atau bakso tapi malas kembali ke kantin lagi untuk mengembalikan mangkuk. Selain tidak pintar Kafka memiliki jiwa mager diatas rata-rata.
Zeta membuka kantung plastik itu, dan saat itu juga ia sedikit heran. Bagaimana Kafka bisa tau kalau segala macam makanan dan minuman rasa stroberi adalah makanan kesukaannya.
"Kenapa diliatin aja? Lo gak suka ya? Suka rasa apa? Biar gue beliin lagi."
"Engga kok, gue suka. Makasih." Demi apa pun, ini pertama kali Kafka melihat Zeta tersenyum. Sungguh pemandangan langka, senyum yang sangat jarang ia perlihatkan.
"Kalian ngapain?" Tiba-tiba saja pintu kelas terbuka.
°°•°°
Halloo,,, Selamat malam, siang, sore, pagii. Kapanpun kalian baca ini semoga hari kalian menyenangkan yaa. Semoga akan banyak hal baik yang selalu menyertai kalian setiap harinya, Aaminn.
Maaf baru update chapter ini, hehee. Btw, gimana gimana dengan chapter kali ini? Menyesakan kah? Atau malah justru udah mulai baper sama Kafka?
Aku juga mau bilang, buat kamu yang sudah menjalani hari yang cukup berat. Makasih yaa, Makasih karena kamu sudah bertahan sampai sekarang. Makasih karena kamu nggak menyerah dan terus berjuang. Kalaupun kamu merasa nggak punya siapa siapa, nggak ada yang sayang sama kamu, kamu tetap harus sayang sama diri kamu sendiri.
sampai disini ada yang mau disampaikan untuk aku? tentang apapun ituu, kalian dapat bercerita di kolom komentar tentang hari kalian, apapun ituu. insyaallah akan aku balas hihii..
stay safe orang orang baik. jangan lupa untuk vote dan komen yaa. kalau kalian nggak keberatan juga boleh banget untuk share cerita inii ^.^

KAMU SEDANG MEMBACA
Zetana
Roman pour Adolescents"Lo percaya pertemanan? Gue si enggak. Menurut gue pertemanan itu cuma status di lingkungan sosial aja. Semacam simbiosis mutualisme. Tujuannya hanya dua, saling menguntungkan, atau paling menguntungkan." Tutur Zeta pada teman barunya. Persepsinya t...