KOMEN ATAU JENO BALIKAN SAMA HERIN?!
Jeno melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan tempat Herin dirawat. Jaemin yang berada di belakangnya sedikit kewalahan mengimbangi langkah lebar pemuda tampan itu.
"Radit pelan . . ." Ujar Jaemin lirih, namun masih bisa didengar Jeno.
Jeno menutup mata. Menghela nafas kasar kemudian menatap mata Jaemin lembut. "Maaf, Nat. Tadi aku emosi."
Jaemin mengangguk maklum. Mengusap pelan pipi kekasihnya itu, kemudian mengecup pelan pipinya. "Aku tahu kamu marah sama Herin, tapi tolong, jangan bener-bener bentak dia ya? Kasian dia lagi sakit."
Nafas panjang diambil oleh Jeno. Pemuda tampan itu kemudian mengangguk pelan. Meraih tangan Jaemin dia genggam, lalu berucap pelan. "Ingetin kalo aku terlalu keras, okay? Aku takut nanti aku kebawa emosi."
Jaemin tersenyum teduh. "Pasti."
Keduanya kemudian berjalan beriringan. Jeno benar-benar menggenggam erat tangan mungil Jaemin.
Setelah sampai di salah satu ruang rawat inap, keduanya menemukan Lami tengah terduduk di kursi yang tepat berada di dekat kamar inap Herin.
"Dek Lami?" Panggil Jaemin.
Lami mendongak. Bertemu tatap dengan Jeno dan Jaemin yang baru saja datang. "Kak--"
Jaemin mengangguk. Mendudukkan dirinya tepat di samping Lami sembari menatap gadis itu lembut. "Herin udah siuman belum?"
Lami menatap netra teduh Jaemin. Gadis itu mengangguk, kemudian meraih pelan tangan Jaemin. "Aku takut, Kak."
Jaemin mengusap pelan tangan adik tingkatnya tersebut. Pemuda itu juga masih tersenyum teduh, berusaha menenangkan Lami yang terlihat sangat khawatir. "Takut kenapa?"
"Aku takut Herin kenapa-napa." Jawab Lami.
Jaemin kembali tersenyum pelan. Mengusap tangan mungil Lami sebelum berucap, "Aku masuk dulu ya."
Lami mengangguk. Jaemin dan Jeno segera memasuki kamar rawat inap bernomor 366 tersebut.
Cklek
Jaemin bisa melihat Herin tengah terbaring lemas disana. Jarum infus menusuk tangan kanannya, dan pergelangan tangan kirinya dibalut perban. Jaemin jadi merasa sangat bersalah melihatnya.
Namun berbeda dengan Jeno. Sejak membuka pintu, dan menemukan kondisi Herin seperti itu, rasa simpati Jeno meluap entah kemana. Lelaki tampan itu kesal. Kesal karena sikap Herin yang kekanakan. Jeno benar-benar muak melihatnya.
"Aku ga minta Kakak ngajak Kak Jaemin." Herin berucap dingin begitu netranya bersitatap dengan manik teduh Jaemin. "Ngapain sih bawa dia kesini? Bikin jijik aja."
Jeno baru aja hendak menghampiri Herin dengan emosi, namun Jaemin menahannya. Menggenggam erat tangan Jeno kemudian mengusapnya pelan. "Gapapa, Dit."
Jeno melunak. Menghela nafas sebelum menjawab perkataan Herin. "Kalo bukan karena Jaemin, aku juga ga sudi jengukin kamu." Ucap Jeno dingin.
"Oh, jadi Kakak kesini karena disuruh Kak Jaemin?" Herin tertawa remeh. "Sok baik banget kenapa deh."
Jaemin menghela nafas. Masih setia menggenggam tangan Jeno yang entah mengapa terasa bergetar. Mungkin Jeno tengah menahan emosinya.
"Kamu keliatan udah baikan. Terus buat apa coba aku kesini? Ngeliatin cewe kaya gini ngehina pacarku?" Jeno berucap sarkas. Mengundang tatapan tajam dari Herin.
KAMU SEDANG MEMBACA
❝ Cuma Temen? ❞
Fanfiction【NOMIN】 ❝Kan pacarmu itu Dek Herin! Bukan aku!❞ --Arnata Jaemin Hanggara. ❝Tapi, kalo aku sayangnya sama Arnata Jaemin, aku bisa apa?❞ --Raditya Jeno Pradana. jojoacel © 2018