Ya cerita ini emang latarnya Indonesia, dan aku emang bikin jadi cerita yang semi baku. Ehehehehe.
1229 words!
"Adek cantik kakinya mulus banget!"
Jaemin langsung merinding mendengar perkataan seorang pria kekar yang berada tepat di belakangnya. Sungguh, pria tua itu sekarang tengah memandangi kakinya yang hanya terbalut celana pendek sambil bersiul nakal.
Jeno menoleh ke arah Jaemin. Matanya bergulir untuk melihat penampilan Jaemin sekarang-- kaus kebesaran yang Ia yakini itu miliknya, dan sebuah celana pendek rumahan yang hanya menutupi separuh pahanya. Pemuda tampan itu mengumpat dalam hati, merutuki diri sendiri karena lupa mengingatkan Jaemin untuk menggunakan pakaian yang lebih layak.
Maka dari itu, sebagai seorang lelaki yang baik, Jeno kini menarik pelan pinggang Jaemin, merapatkan tubuh mungil itu supaya lebih dekat dengannya. Jeno melakukan hal itu supaya pria pria yang kini menatap lapar ke arah kaki Jaemin segera sadar bahwa pria mungil itu adalah miliknya.
"Udah gausah takut. Aku disini." Kata Jeno sembari berbisik pada Jaemin. Tangannya yang berada di pinggang pemuda manis itu tergerak untuk mengusap pelan, berniat menenangkan Jaemin.
"Yah ternyata ada yang punya." Ujar beberapa pria tadi. Merasa kecewa karena pemuda manis yang menjadi incaran mereka itu ternyata sudah memiliki pasangan.
Jaemin menghembuskan nafas lega. Tak sia-sia Jeno berakting sebagai kekasihnya. Ternyata hal tersebut cukup untuk mengelabui pria pria bermata nakal di belakangnya ini.
"Yo bro mau nasi berapa?" Tanya penjual nasi bakar yang dikenal Jeno dengan nama Daniel tersebut.
"Tiga aja bang." Jawab Jeno sembari menerima sebuah piring kosong dari tangan Daniel. Piring kosong ini digunakan untuk memilih lauk lauk yang kini tersaji di hadapannya.
"Kok tiga sih nasinya?" Tanya Jaemin. "Aku satu aja cukup kok."
Jeno menggeleng, tidak menyetujui pernyataan Jaemin. "Dua. Kamu makannya dua. Kamu tuh belum makan dari tadi."
"Ih Radit entar aku ga abiiiis." Jaemin merengek pelan. "Lagian nasinya juga pedes."
"Kalo kamu ga abis entar aku yang ngabisin. Sambelnya entar dikasih ke aku juga bisa kan?" Jeno menginterupsi Jaemin dengan decakan pelan begitu pemuda manis itu hendak menyanggah ucapannya. "Udah ambil dulu lauknya, Nata."
Jaemin berdecak pelan. Tangannya terulur untuk mengambil dua tusuk usus ayam, satu tusuk sosis dan sepotong sayap ayam.
"Ini doang?" Komentar Jeno. "Ambil lagi. Itu ambil baksonya juga."
Jaemin mendengus pelan namun tetap menuruti perkataan Jeno. Ia juga mengambil beberapa tusuk lauk untuk Jeno, karena tangan pemuda tampan itu tengah memegang piring, dan tangan kirinya masih mendekap pinggang Jaemin.
Jeno kemudian menyerahkan piring yang sudah terisi beberapa lauk tadi kepada Daniel. Jeno juga memesan tiga gelas es teh manis sebagai minumannya. Setelahnya Daniel memberikan sebuah kertas dengan angka 20 kepada Jeno. Nomor meja.
"Kita duduk di belakang ya bang." Ujar Jeno sebelum mereka beranjak.
Jeno menuntun Jaemin untuk masuk ke dalam ruangan dengan satu meja kecil di dalamnya. Ruangan ini memang sengaja didesain untuk dua orang.
Mereka berdua segera mendudukkan dirinya. Jaemin duduk terlebih dahulu, dan Jeno menyusul, duduk tepat di sebelah Jaemin.
"Aku ga bawa hape ternyata." Ujar Jeno setelah merogoh saku celananya. Ia menepuk keningnya kemudian. Ponselnya tadi Ia letakkan di nakas tempat tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
❝ Cuma Temen? ❞
Fanfic【NOMIN】 ❝Kan pacarmu itu Dek Herin! Bukan aku!❞ --Arnata Jaemin Hanggara. ❝Tapi, kalo aku sayangnya sama Arnata Jaemin, aku bisa apa?❞ --Raditya Jeno Pradana. jojoacel © 2018