1054 words!
"Ada Herin, Dit."
Jeno menolehkan kepalanya. Dia menemukan seorang gadis mungil cantik tengah menatapnya dengan mata berair.
"Jadi, Kak Jeno beneran selingkuh sama Kak Jaemin?" Tanya Herin. Setetes air mata lolos dari mata indah gadis itu.
Jeno menaikkan sebelah alisnya. "Selingkuh? Apa maksud kamu?"
Jaemin secara perlahan melepaskan tangan Jeno yang sebelumnya menangkup pipi tembamnya. "Dek Herin." Panggil Jaemin.
Gadis dengan rambut panjang itu menoleh ke arah Jaemin. Menatap pemuda manis itu dengan tatapan tajamnya. Tak peduli jika Jeno kini juga menatap tajam ke arahnya.
"Aku sama Jeno ga ada apa apa. Kalo kamu mau cemburu, silahkan. Itu hak kamu." Ujar Jaemin sembari tersenyum tipis. "Aku ke kelas dulu. Silahkan kalian omongin semuanya empat mata."
Setelahnya, pemuda itu segera meninggalkan Jeno yang beberapa kali meneriaki namanya. Sedikit berlari menghindari kedua insan yang kini bertatapan itu.
"Aku--"
"Aku mau nanya duluan, kak." Herin menyela cepat ucapan Jeno. "Kakak bener bener ga ada apa apa sama Kak Jaemin?"
Jeno menghela nafas. "Aku udah jawab berkali kali. Aku sama Jaemin itu sahabatan. Dari kecil."
"Gitu terus jawabannya." Herin mendengus pelan. "Apa kakak ga mikir kalo kakak punya aku?"
"Punya kamu?" Jeno mengulangi ucapan Herin. Dan disahuti anggukan dari Herin.
"Kakak tuh punya aku. Kakak pacar aku. Tolong deh jaga jarak kakak sama Kak Jaemin."
Jeno dengan refleks menggeleng. Tak setuju dengan pernyataan Herin. "Ga bisa. Aku ga bisa jauh dari Jaemin."
"Kakak lebih milih Kak Jaemin daripada aku?!"
Lagi lagi Jeno menggeleng. "Engga. Aku ga bisa milih." Jawab Jeno. "Kamu, pacar aku. Jaemin, sahabat aku. Kalian sama di mata aku. Sama sama aku butuhin."
"Terus kalo kakak butuh aku, kenapa kakak kemana mana selalu sama Kak Jaemin? Kenapa selalu Kak Jaemin? Kenapa bukan aku?" Herin menyerbu Jeno dengan pertanyaan bertubi tubi. Jangan lupakan wajah cantik itu kini sudah berhias air mata.
"Kamu kenapa jadi overprotektif gini sih?" Jeno balik bertanya. "Aku dari awal udah bilang, gausah cemburu sama Jaemin."
"Gimana ga cemburu kalo kakak tiap hari mainnya sama Kak Jaemin?" Herin menjawab cepat pernyataan dari Jeno. "Gimana aku ga cemburu kalo tiap hari aku ke kelas kakak, aku selalu nemuin kalian berdua lagi mesra mesraan di bangku?! Gimana aku ga cemburu?!"
Jeno menghela nafas. Sama sekali tak berniat untuk mendekap kekasihnya atau sekedar mengusap pipi seperti yang tadi Ia lakukan pada Jaemin. Dia terlalu malas untuk melakukannya pada gadis di hadapannya ini.
"Aku mau ngomongin semua ini. Tapi aku takut kamu syok." Ujar Jeno.
"Kakak mau ngomong apa?"
Pemuda tampan itu lagi lagi menghela nafasnya. "Kamu ga akan siap buat denger ini. Mendingan kamu tenangin diri dulu. Aku mau balik ke kelas."
"Terus mesra mesraan sama Kak Jaemin. Yakan?" Tuduh Herin.
"Terserah kamu mau mikir gimana." Jeno mengibaskan tangannya. Menandakan Ia ingin segera mengakhiri pembicaraan ini. "Aku balik."
Jeno segera berbalik meninggalkan Herin. Meninggalkan gadis cantik yang kini meneriakkan namanya. Langkah kakinya terayun cepat untuk menuju kelas. Pemuda tampan itu berniat mencari Jaemin.
Cklek
"JENO KAMU TUH KETERLALUAN YA!"
Baru saja Jeno membuka pintu kelas, lagi lagi Haechan sudah menyemprotnya. Sepertinya Haechan hari ini senang sekali meneriaki dirinya.
"Apasih, Chan. Pengang nih telinga!" Gerutu Jeno pelan.
"Bodoamat mau telingamu pengang, apa telingamu budeg aku ga peduli!" Ucap Haechan sembari menatap Jeno tajam. "Kamu abis ngapain sih ke Jaemin?!"
"Engga--"
"JAEMIN PINGSAN TAU GAK SIH!"
Bentakan Haechan membuat Jeno terdiam. Dunia pemuda tampan itu terasa diterpa badai kencang. "Na--nata pingsan?"
"Iya! Sekarang lagi dibawa ke uks sama Mark sama Jinyoung!" Haechan lagi lagi membentaknya. "Kamu ga ada cita cita buat nyamperin Jaemin gitu?!"
Jeno kemudian berlari tanpa menjawab pertanyaan Haechan. Langkahnya terayun cepat menuju unit kesehatan yang berada di sekolah bagian utara. Cukup jauh dengan kelasnya.
Pemuda tampan itu tak peduli bila sekarang bel tanda istirahat berakhir sudah berkumandang. Yang penting kini Ia harus segera menemui Jaemin dan melihat keadaan lelaki manis itu.
Jeno sampai di depan pintu unit kesehatan. Menemukan Mark bersama Jinyoung baru saja keluar dari sana.
"Nata--"
"Aman. Dia aman. Sekarang lagi rebahan." Jawab Mark. "Lo tungguin dia gih. Gue sama Jinyoung mau balik ke kelas."
Jeno mengangguk pelan. "Thanks--"
"Oh iya, Jaemin belum makan. Tadi gue minta tolong petugas uks buat beliin dia makan. Lo ganti entar uangnya." Kata Jinyoung.
Lagi lagi Jeno mengangguk. Membukan knop pintu unit kesehatan dan menemukan sebuah tirai yang tertutup. Pertanda ada siswa yang sedang beristirahat di sana.
Pemuda bermata sipit itu melangkah pelan menuju tirai tersebut, menyibaknya pelan dan kemudian dia menghela nafas.
Jeno merasa begitu bersalah melihat wajah manis kesukaannya itu terlihat begitu pucat. Ini pasti salahnya karena Ia yang menarik Jaemin menjauh dari kantin, sehingga pemuda manis itu melewatkan makan siangnya.
Pemuda sipit itu beringsut mendekat. Menarik bangku bundar yang tak jauh dari ranjang Jaemin. Kemudian mendudukinya sembari menatap Jaemin.
"Maaf, Nat." Bisik Jeno sembari mengusap tangan Jaemin. "Maaf."
"Permisi?"
Suara lembut seorang wanita membuat Jeno menoleh. Menemukan petugas unit kesehatan tengah tersenyum menatapnya. "Ini makan siangnya Dek Jaemin."
"Oh, iya kak." Jeno bangkit. Mengeluarkan lembar lima puluh ribu dari saku almamaternya. "Ini kak uangnya."
"E--eh? Loh kakak ga ada kembalian dek." Kata petugas unit kesehatan itu. "Udah ambil aja ini bubur ayamnya. Gausah diganti gapapa. Sepuluh ribu aja."
"Loh Kak Wendy kok gitu?" Jeno bertanya tidak terima. "Besok aku ganti deh--"
"Gausah dek. Udah ambil aja." Ujar petugas unit kesehatan itu, Wendy. "Kakak mau ngerjain laporan dulu. Ditungguin ya Dek Jaeminnya."
Jeno mengangguk pelan. Menyimpan kembali lembar berwarna biru itu ke dalam saku almamaternya. Mengucap terima kasih pada Wendy kemudian kembali mendudukkan diri di samping Jaemin.
Lagi. Jeno kembali meraih tangan kurus Jaemin untuk ia genggam. Mengecup pelan punggung tangan rapuh kemudian menempelkannya pada pipinya sendiri.
"Maafin aku." Ucap Jeno, walaupun ia yakin Jaemin pasti tidak mendengarnya. "Maaf bikin kamu nangis."
Jeno menghela nafas. Kemudian melanjutkan kalimatnya. "Aku tadi mau mutusin Dek Herin, tapi aku ga tega." Ucap Jeno.
"Aku inget gimana dia sayang banget sama aku. Tempo hari bahkan dia bilang gamau putus dari aku."
"Tapi, Nat. Aku ga sayang sama dia."
"Aku udah nyoba beberapa kali, buat sayang sama dia. Tapi nihil. Perasaan itu bahkan sama sekali ga ada. Aku pacaran sama dia, cuma buat nyenengin dia aja."
"Aku jahat banget ya? Aku ngelakuin semuanya, biar dia seneng. Biar dia lega."
"Tapi, kalo aku sayangnya sama Arnata Jaemin, aku bisa apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
❝ Cuma Temen? ❞
Fanfiction【NOMIN】 ❝Kan pacarmu itu Dek Herin! Bukan aku!❞ --Arnata Jaemin Hanggara. ❝Tapi, kalo aku sayangnya sama Arnata Jaemin, aku bisa apa?❞ --Raditya Jeno Pradana. jojoacel © 2018