2.0 - Being Selfish

189 30 0
                                    

"Aku dan Doyoung akan menikah. Aku tidak ingin kamu mengganggu pernikahan kami."

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

©heybablee

Alam semesta seperti menamparku dengan kenyataan. Karena berbagai alasan, aku merasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Mereka yang membenciku seperti tidak ingin melihatku bahagia, Sang Pencipta-ku salah satunya.

Aku tidak tahu skenario apa yang sedang Tuhan tulis, namun aku merasa seperti telah dikutuk atas perilakuku di kehidupan sebelumnya.

Seperti, aku pernah hidup sebagai orang yang sangat jahat. Sehingga karma pun datang selalu tanpa permisi.

Bumi dan seisinya tidak dapat ku nikmati. Bahkan kenyataan bahwa aku masih bernafas hingga saat ini masih menjadi teori tersendiri bagiku.

Apakah aku hidup atas karmaku di masa lalu? Atau karena karma orang lain? Dimana aku bisa menjawab semua pertanyaan ku selama ini? Adakah yang ingin memberiku petunjuk?

Aku masih terbaring lemah di atas kasurku. Kepalaku masih sangat berat untuk ku angkat. Walau air mataku telah mengering, namun penglihatan ku masih belum bisa ku kontrol.

Seperti dalam sebuah dimensi yang lain, aku masih bingung membedakan mana yang kenyataan dan mana yang mimpi.

Karena nyatanya, bagiku, keduanya terlihat sangat mengerikan. Aku bahkan tidak sanggup untuk mengingat kejadian yang kemarin. Aku tidak akan pernah sanggup.

Selimut tebalku masih setia menutupi diri ini dari rasa dingin. Aku masih tidak ingin beranjak dari kasurku.

Tidak. Aku rasa, aku tidak memiliki keinginan lain saat ini kecuali berada di kamar ku. Aku merasa tidak nyaman. Aku selalu memiliki pikiran negatif terhadap dunia luar.

Aku melirik ke arah jam yang tertera di dinding kamar.

Masih sore.

Lalu pandanganku ku alihkan ke arah jendela. Entah kenapa, tempat itu menjadi satu-satunya yang mengambil minat penasaranku selama aku mengurung diri seperti ini.

Ku sibak selimut tebalku dan mencoba duduk di pinggiran kasur. Kepalaku sungguh terasa berat. Rasanya seperti sedang melayang ke udara ketika aku mencoba untuk berdiri.

Ketika aku berada di depan jendela, aku membuka sedikit tirai yang menutupinya. Membiarkan sedikit cahaya luar masuk ke dalam kamar ku dan menerangi sudutnya yang sangat gelap.

Kakiku sangat lemah bahkan untuk menopang tubuhku. Tanpa terasa, kini aku telah terduduk di lantai kamarku yang begitu dingin. Duduk menghadap cahaya dan coba memperhatikan lantai keramik dengan pikiran negatif yang silir berganti.

Tidak ada satupun yang bisa ku buang dari otakku. Isinya juga selalu sama.

Kenapa aku tidak bunuh diri kembali? Kenapa aku masih bertahan di dunia ini? Sebenarnya untuk apa aku hidup? Untuk siapa kehidupanku ini ku persembahan? Apakah ada orang lain yang merasa dirugikan dengan kematianku?

Selalu saja hal itu yang terlintas di otakku. Sekalipun aku ingin menghilangkannya, namun tetap saja pikiranku lebih kuat daripada keinginanku.

Sepertinya, kali ini iblis bekerja dengan sangat baik.

Tok tok tok.

Demi Tuhan, aku tidak ingin bertemu siapapun! Aku sudah mengatakannya!

"Hana-ya....?" panggil seseorang.

Traumatic Disorder. | Doyoung-SejeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang