Part 5

1.7K 112 9
                                    

"Password hidup bahagia? Aku, kamu dan si buah hati."
Ababil Gandra Prasetya

"Yeee! Papa pulang!"

Seorang anak laki-laki berumur lima tahun nampak begitu antusias ketika mendengar suara motor ayahnya berhenti didepan rumah, buru-buru ia berlari menuju ruang depan untuk membukakan pintu pada orang yang sedari tadi ia tunggu-tunggu kehadirannya.

"Papa pesanan Jidan dibawakan?"

"Assalamualaikum Zidan anak Papa."

Anak laki-laki bernama Zidan itu hanya menyengir ketika sang ayah menegurnya. "Walaikumsalam Papanya Zidan." Selepas menjawab salam sang Ayah anak itu kemudian menjulurkan tangannya. "Mana, Pa?"

Setya hanya mampu menyunggingkan senyumnya ketika anak bungsunya itu menagih janjinya. Sebuah celengan berbentuk ayam yang sedari dulu Zidan inginkan.

Bukan tanpa alasan sang anak meminta celengan ayam yang memiliki lubang untuk memasukan uang yang lebih kecil, tidak seperti celengan besi yang memiliki lubang yang besar sehingga memungkinkan untuk sang Kakak mencongkel isi celengan itu lagi.

"Astagfirullah, dasar anak durhaka. Papanya pulang bukannya di salam dulu, dikecup dulu, dipijit dulu.... Malah langsung minta yang ada-ada aja."

Tiba-tiba seorang anak remaja laki-laki muncul dihadapan anak dan bapak itu. Dengan senyum lebarnya Ababil mendekat ke arah sang ayah lalu mulai melancarkan aksinya, memijit bahu sang ayah. "Capek 'kan, Pa?"

Setya yang sudah tahu akal busuk anak sulungnya hanya memutar bola matanya malas. Jika ada mau saja, banyak sekali lagunya. "Mau apa, Bang?"

"Tadi itu, Pa. Di sekolah, kami belajar--"

"Emang ngapain lagi kalo gak belajar, Bang?" celetuk Zidan polos membuat Ababil mendelik ke arah sang adik.

"Belajarnya banyak banget, Pa. Terus cari ini, cari itu---"

"Kuota?"

"Papa ganteng banget, Pa."

Ababil tersenyum lebar ke arah sang ayah, walau sedikit kesal karena ucapannya dipotong lagi. Tidak Zidan, tidak Setya, suka potong semua. Walaupun begitu, Ababil tetap cinta pada ayahnya yang peka itu, tidak membuat mulut Ababil berbuih dulu barulah mengerti.

"Nanti malam kita beli, Bang," ujar Setya membuat Ababil bersorak riang, tentu hal itu membuat senyum tipis Setya timbul melihat anak sulungnya itu yang masih seperti anak kecil. Lalu pria itu melewati kedua anaknya menuju kamar, untuk menemukan sang isteri.

Baru melangkahkan kakinya dua langkah, Setya sudah berbalik menghadap Ababil dan Zidan yang kini sudah saling menatap tajam. "Abang bertengkar sama adeknya, beli kuotanya gak jadi."

"Oke, Pa."

Bukan Ababil namanya jika tidak memancing keributan, pria remaja itu kini sudah melipat kedua tangannya didepan. Matanya menatap sang adik yang kini tengah menatap celengan ayam dengan berbinar.

Celengan ayam?

"Itu celengan ayam, Dan?"

"Dinasaourus!" ketus Zidan.

Smk & SmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang