Part 13

315 30 3
                                    


"Ada yang sama kayak gue enggak? Belanjaannya pas tapi minta kembalian. Besoknya enggak lagi belanja disana. Malu cuyy!"
Ababil Gandra Prasetya


"Hallo guys! Kali ini gue dapat kiriman dari—"

"Bil, pinjem mouse."

"Kalian bisa cek instagram—-"

"Bil, minta software corel draw terbaru ya!"

"Untuk hari ada diskon—-"

"Lo bawa pentable, Bil? Gue pinjem ya!"

"Woi ah! Enggak ada akhlak kalian sumpah!" Ababil menatap jengah ke arah tiga teman-temannya yang kini menatapnya dengan dahi bekerut.

"Kenapa, Bil?" tanya Dika yang sedang mengobrak-abrik tas Ababil.

"Banyak banget yang PP." Ababil menundukan tubuhnya diatas kursi. "Tapi, gue senang banget, sih. Bersyukur." Lelaki itu mengusap rambutnya yang cukup panjang, hasil dari dua bulan tak potong rambut demi bisa menjadi bintang iklan shampo pria.

"Terus?" tanya Keken sambil mencolokan kabel mouse milik Ababil ke laptop miliknya. Menggeser lalu membuka aplikasi corel draw.

"Tinggal lo sorotin aja barangnya terus ngoceh-ngoceh dikit." Selly menambahkan sambil menyalin aplikasi dari laptop Ababil dengan flasdisk 8gb miliknya yang hampir penuh dengan MV Blackpink. Dika dan Kekek mengangguk setuju.

"Enggak semudah itu cinta." Ababil ingin rasanya mencubit bibir ketiga temannya. "Kalo toko yang gue endors belum naik omsetnya, belum berhasil gue. Secara abang kalian ini bukan selebgram kaleng-kaleng," katanya sambil menepuk-nepuk dadanya. Dika, Keken dan Selly kompak berekspresi seperti ingin muntah.

"Emang apa aja yang sekarang mau lo endors?"

"Peninggi badan. Pelangsing badan. Pembesar payu—"

"Fak!" ketiga temannya kompak mengumpat membuat Ababil tergelak.

"Tapi boong. Cuman peninggi sama pelangsing badan kayaknya. Eh, sama penglurus rambut."

Ababil terdiam sebentar sambil menatap ketiga temannya yang kini saling pandang. Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya membuatnya berseru senang. Namun berbeda dengan ketiga temannya yang kini malah menatap takut ke arah Ababil. "Kalian bantu harus bantun gue!"

"No debat. Fiks!" Mulut ketiga temannya kembali tertutup saat Ababil menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memejamkan mata dan menutup telinga.

"Yaudah, apa boleh buat," ujar Keken pasrah. "Tapi, jangan lupa tag kita berdua ya, Bil!" sahut Selly yang diangguki Dika, Ababil mengangguk. Kedua wanita itu berseru senang, kapan lagi coba mereka di tag seleb ratusan ribu followers? Dijamin habis ini pasti mereka akan kebanjiran pengikut.

"Siapa pertama?" tanya Ababil sambil mengambil produk yang akan ia promosikan.

"Keken!" tunjuk Dika dan Selly ke arah pria itu yang tumben hanya mengangguk.

"Tumben enggak bacot," gumam Ababil sambil mengngambil obat pelangsi yang berupa bubuk susu.

Tenang. Semua barang yang Ababil endors adalah barang yang sudah ia pastikan aman. Dari produk tersebut sudah terdaftar di BPOP, memiliki label halal dari MUI dan terakhir aman untuk anak seusianya.

"Mau ngomong apa gue, nih?" tanya Keken sambil memperhatikan kotak susu pelangsing badan yang berada ditangannya. "Hallo kakak, aku lagi minum susu langsing, nih. Gitu?"

Ababil, Dika juga Selly langsung tertawa terbahak-bahak ketika melihat Keken seperti itu. Bukannya apa, pria berwajah sipit itu mengatakannya dengan wajah datar. Sangat datar. Namun karena pamor Keken yang sering di anggap pelawak di kelas—sering bercanda tetap membuatnya nampak begitu lucu.

"Gue aja yang ngomong. Lo nanti angguk-angguk aja, oke?" tanya Ababil yang diangguki Keken.

Tiga puluh menit, waktu yang cukup untuk Ababil dan ketiga temannya menyelesaikan endorsement tiga produk. Setelah mengucapkan terima kasih dan mengatakan jika akan mentraktir mereka dilain waktu, Dika dan Selly kembali sibuk dengan kegiatan awal mereka.

"Bil, temenin gue ke toilet."

Ababil mengangguk. "Yuk, gue juga pengen," ujar Ababil sambil meletakan ponselnya di bawah kolong.

Keduanya kemudian berjalan menuju toilet namun ditengah perjalanan Keken malah menyuruh untuk pergi ke toilet yang berada di dekat Mesjid. Padahal jaraknya cukup jauh namun mengingat Keken yang hari ini berperilaku baik—tidak bacot, tidak menganggu akhirnya Ababil hanya bisa mengangguk.

Pertanyaan dikepala Ababil akhirnya terjawab ketika Keken tiba-tiba menghentikan langkahnya tepat dideratan jurusan Perkantoran. Dimana orang yang selama ini Keken sukai berada disana.

"Gue enggak lihat Chae."

"Dia lagi piket di UKS."

Ababil mengerutkan dahinya lantas menengok lagi ke arah kelas Chae. Lantas kenapa Kekek berhenti disini jika orang yang ia sukai kini sedang berada ditempat lain?

"Gue juga enggak tahu kenapa tiba-tiba berhenti disini." Oke, Ababil curiga jika Keken itu cenayang, kok bisa tahu pertanyaan di kepalanya?

"Enggak nyangka gue. Didalam tubuh semok nan bugar terdapat jika sadboi yang ambyar."

Pletakkk!

"Awww! Your hurt me!" ujar Ababil sok tersakiti dengan mimik seperti anak bayi yang diambil dot-nya lalu tertawa. Keduanya kemudian kembali melanjutkan perlajanannya menuju toilet yang berada dekat dengan mesjid.

"Emang udah sejauh apa hubungan lo sama Chae?" tanya Ababil ketika masuk kedalam toilet laki-laki.

"Chat 27/7. Telpon hampir tiap malam."

Ababil menghela nafasnya setelah selesai buang air kecil. Pembicaraan mereka harus terhenti ketika masuk kedalam bilik  toilet. Gini-gini mereka tetap mematahui untuk tidak bicara saat didalam toilet. Remaja lelaki itu mendekat ke arah wastafel dan mencuci tangannya.

"Udah deket banget, nunggu apa lagi lo?" tanya Ababil pada Keken yang berada disampingnya. "Chae tiba-tiba berubah."

"Berubah? Power rangers? Ultramen gitu?" tanya Ababil mengingat kartun favorit adiknya.

Keken tak membalas, hanya menghela nafas lalu menyenderkan kepalanya didinding toilet. "Dia dingin banget kayak kulkas tiga pintu."

"Lagi sibuk kali?" tanya Ababil berusaha untuk menstimulasi pikiran positif pada Keken.

"Dia deket sama cowok lain."

"Lo tahu dari mana?" tanya Ababil.

"Biasanya Chae dijemput pukul empat sore, sepeluh menit dari bel pulang sekolah dan dijemput di gerbang sekolah. Tapi, kemaren dia nunggu di halte," ucap Keken membuat Ababil menatapnya aneh. Cinta membuatnya seperti seorang penguntit.

"Mungkin orang tuanya bosan jemput Chae digerbang? Pindah lokasi mungkin."

Keken menggeleng. "Dia jemput sama anak sebelah." Lalu mengehela nafas panjang. "Yang bikin gue merana, bawaanya mobil."

Ababil menepuk-nepuk bahu lebar Keken. "Terus lo ngerasa kalah? Insecure? Dan, berhenti ngejar Chae?" Keken mengangguk lemah.

"Sama. Gue jadi lo juga gitu." Ababil tertawa menghiraukan wajah masam Keken.

"Tapi, coba lo berhenti sebentar, Ken. Pikirin bahwa banyak hal yang bisa lo lakuin sekarang untuk masa depan lo. Kalo emang sekarang lo belum bisa jadi apa-apa, itu bukan berarti masa depan lo juga enggak ada apa-apa." Keken termenung ketika mendengar perkataan Ababil.

"Iya, bener. Semua anak remaja pengen ngerasain kisah cinta yang keren. Tapi, apa itu menjamin bahwa seterusnya cinta itu ada? Hell! Gue aja belum 17 tahun. Coba lihat disekitar lo, banyak yang mengharapkan lo."

Keken mengalihkan pandangannya ke arah Ababil setelah mendengar perkataan-perkataan temannya itu. Ababil tersenyum, ia yakin jika Keken kagum dengan kata-katanya. Siapa dulu gitu?

"Tapi... tapi Chae tetap enggak mau sama gue!"

Smk & SmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang