Chapter 15 : Pain

30.3K 3.1K 64
                                    

“Aku memberimu izin untuk melihat wajahku seutuhnya, jadi jangan takut.” kata Vrizt, nadanya terdengar sangat lembut, Clementine tidak salah dengar kali ini. Sebenarnya apa yang terjadi padanya?

Clementine terkejut saat kedua jari pria itu menyentuh dagunya dan membuat kepalanya mendongak agar menatap wajahnya. Clementine seketika langsung terpaku pada kedua bola mata merah milik Vrizt, mungkin awalnya dia melihat kedua bola mata itu sangat menggerikan, tapi kali ini kedua bola mata itu terlihat sangat indah.

“Jangan terus menatapku seperti itu. Ada tugas yang harus kau kerjakan saat ini.” kata Vrizt yang langsung membangunkan Clementine dari lamunannya, nada lembut pria itu sudah hilang dan kembali seperti biasanya.

Clementine langsung melepaskan tangan Vrizt yang ada di dagunya dan menatapnya dengan datar. Mata merah pria itu sangat berbahaya, walaupun terlihat sangat indah, mata merah itu seakan dapat menghipnotisnya.

Vrizt menyeringai dan menjauh dari hadapan Clementine, dia berjalan menuju ke arah mejanya yang ada di sana dan mengambil sesuatu. Clementine melihat apa yang sedang dilakukannya, entah mengapa dia mempunyai firasat yang buruk saat ini. Clementine bahkan baru sadar kalau Avell entah sejak kapan sudah keluar dari ruangan ini dan hanya menyisakan mereka berdua di sini.

Vrizt membalikkan badannya dan bersandar di tepi mejanya dengan tangannya yang sedang mengusap–usap belati kecilnya. Clementine menatap benda tajam itu dan Vrizt secara bergantian, firasat buruk yang dia rasakan barusan seperti memberi jawabannya.

“Tugas apa yang harus aku lakukan saat ini?” tanya Clementine, berusaha memecahkan keheningan yang ada di ruangan itu.

Vrizt mendongak dan tersenyum, “Kau tahu ini apa?” tanya Vrizt sambil menunjukkan belati kecil yang sedang dipegangnya.

“Tentu saja itu belati,” jawab Clementine, Vrizt terkekeh. Clementine kemudian terdiam sejenak, kenapa dia harus menjawab pertanyaan dari pria ini? Vrizt sedang ingin bermain–main dengannya, ternyata.

“Menurutmu apa yang ingin aku lakukan dengan belati ini?” tanya Vrizt, kali ini Clementine terdiam, memikirkan jawaban yang pas untuk balik mengerjainya.

“Untuk melukai dirimu sendiri, mungkin,” jawab Clementine dengan santai. Vrizt kembali terkekeh mendengar jawabannya.

“Sayangnya aku tidak bisa melukai diriku sendiri, mau lihat kenapa?” tanya Vrizt, Clementine tidak menjawabnya. Vrizt kemudian menaikkan pakaiannya yang berlengan panjang, memperlihatkan kulit lengannya.

Clementine memerhatikan apa yang akan dilakukan pria itu dengan saksama. Vrizt benar–benar mencoba untuk melukai dirinya sendiri, dia sudah meletakkan mata belatinya di kulit lengannya.

Sratt...sratt...sratt.

Tiga goresan yang cukup dalam terlihat di lengan pria itu, tapi dirinya sendiri tidak terasa sakit sama sekali, darah sudah keluar tapi tidak banyak. Clementine tidak terkejut, dia malah menatap luka–luka itu dengan saksama, tak butuh waktu lama luka itu langsung menutup dengan sendirinya.

Vrizt menatap tangannya yang sudah kembali seperti semula, hanya tersisa sedikit darahnya di sana. Dia mendekatkan lengannya ke mulutnya dan menjilat darahnya sendiri sampai bersih, membuat Clementine yang sedari tadi menatapnya dengan saksama terkejut.

Vrizt kembali menarik pakaiannya dan menutupi lengannya kembali, dia lalu menoleh ke arah Clementine yang menampilkan raut wajah yang konyol, dirinya kembali terkekeh. Clementine benar–benar lucu saat ini.

“Kenapa kau menatapku seakan kau sedang melihat monster yang menggerikan?” tanya Vrizt, Clementine seketika kembali terbangun dari lamunannya.

Queen Of Storm {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang