[05]

376 82 77
                                    

SELAMAT MEMBACA

⚘⚘⚘


Siang amat terik ketika bel pulang menggema di seluruh pernjuru madrasah. Para siswa setelah selesai berdoa pulang, langsung saja berhamburan keluar kelas dengan wajah riang gembira. Persis seperti keluar dari penjara. Bebas dan lepas. Sama seperti Ayana yang sekarang tengah berjalan sembari berdebar-debar tak karuan menuju ruang ekstra drama. Sendiri saja.

"Wah, kamu tepat waktu, ya?" kata seseorang dari belakang ketika Ayana tengah berjalan di antara lorong yang sudah mulai sepi.

Ayana seperti tak asing mendengar suara itu.

"Hai," katanya lagi sembari mensejajari langkah kaki Ayana.

Ayana mendongak menatap seseorang yang lebih tinggi darinya itu. Orang itu adalah Arga. Mendadak langkah kaki Ayana berhenti dan anehnya pemuda itu juga ikut berhenti lalu tersenyum bingung.

"Kenapa?"

Ayana menggeleng saja dan langsung berjalan lagi. Baru saja Ayana pikirkan agar jangan sampai berjalan bersama seperti itu, malah sekarang terjadi betulan. Ayana gugup dan salah tingkah.

"Oh," kata Arga mengangguk sembari buru-buru mensejajari langkah Ayana lagi.

Keduanya sampai di ruang ekstra drama. Bunda Penny, guru yang menjadi pembina ekstra drama sudah ada di sana bersama beberapa anak yang ikut berpartisipasi dalam perpisahan kelas dua belas. Ayana tak terlalu mengenal mereka meski sudah hampir setahun sekolah, hanya yang tak asing adalah Arga. Bu Penny langsung memaparkan berbagai konsep yang akan dipakai untuk acara perpisahan itu, salah satunya adalah pembacaan puisi oleh Arga yang diiringi permainan gitar dari Ayana. Ia tak sabar menanti hari-hari latihan bersama Arga. Pasti akan menarik melihatnya setiap hari, pikir Ayana.

Setelah penjelasan konsep panjang kali lebar dari Bunda Penny, tibalah latihan perkelompok penampilan. Ayana duduk di samping Arga yang tengah membaca penuh penghayatan sebuah syair karyanya sendiri di kertas yang sudah lecek. Ayana melihat tulisan tangannya rapi untuk seorang laki-laki. Rasanya sangat berdebar-debar relung Ayana ketika duduk di samping pemuda berlesung pipi itu.

Arga memberi Ayana instruksi untuk memetik gitar dengan alunan pelan.

Ada waktu bertemu ....

Dengan semua candu yang timbulkan rindu

Arga lantang membaca itu. Ayana memetik gitar lebih lembut nan syahdu agar selaras dengan suara merdu Arga ketika membaca puisi. Indah sekali. Suara yang sering kali Ayana dengar setiap ada acara di madrasah. Tak disangka, tanpa direncana, Ayana sekarang dapat berkolaborasi puisi dengannya. Menakjubkan.

Semua pengisi acara dalam perpisahan kelas duabelas, tengah sibuk berlatih ketika azan asar sudah bergema merdu nan syahdu. Bunda Penny memberi instruksi untuk latihan hari ini selesai. Mereka semua lantas bubar menuju masjid untuk sholat berjamaah atau langsung pulang ke tujuan masing-masing.

Mendadak Arga menatap Ayana lalu tersenyum ramah ketika semua orang berhamburan. Hati Ayana begitu berdebar-debar maha dasyat. Tak dapat ia redam senyum yang turut menerpa wajahnya pula.

"Besok kita latihan lagi, masih banyak salah tadi kita," kata Arga sembari bangkit dari duduknya. "Buat waktunya nanti aku kabari lagi."

Sudah damai sekarang hati Ayana ketika pemuda itu berlalu. Setelah tadi hati gadis itu bergemuruh hampir rubuh diterpa pesona Arga. Sungguh, ia penuh dengan karisma yang tak tertahan. Tatapan mata teduh dan senyum dengan lesung di pipi kanan dan kirinya. Tubuhnya tinggi tegap, yang tampak semakin berkarisma ketika membawa bola basket di lapangan. Pemuda itu juga ramah, berbakat dalam seni, dan berprestasi dalam puisi.

Diantara Doa Aku Mencintaimu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang