[01]

891 135 180
                                    

BAGIAN 1

Seorang gadis masih terdiam di kamar sembari terduduk lesu di depan cermin. Menatap nasib dirinya yang antah berantah. Sementara di luar, di ruang tamu tepatnya, terdengar obrolan santai memenuhi ruangan kecil tamu itu antara Ayah dengan beberapa tamunya. Bunda mendadak menepuk pundak gadis itu, tersenyum tapi seperti menahan pilu.

"Ayana, ayo kita keluar, temui tamu kita," kata Bunda lembut pada anak gadisnya. "Bantu Bunda juga menghidangkan makanan."

Gadis yang dipanggil Ayana itu mengangguk lalu berdiri. Di ruang tamu terlihat dua orang dewasa dan seorang pemuda seumuran dengannya. Dua orang dewasa itu adalah sahabat lama Ayah, Pak Hasyim dan istrinya Ibu Zulaikha serta lelaki yang seumuran dengan Ayana itu pasti anaknya, tapi sayangnya dia tidak mengenal pemuda itu. Mereka terlihat dari keluarga berpendidikan tinggi dari semua obrolan dengan Ayah yang tak sengaja ikut didengarkan Ayana saat sampai di ruang tamu.

"Nah ini dia Ayana, wah sudah besar, ya sekarang?"

Pak Hasyim tersenyum menatap kedatangan Ayana yang langsung terduduk di samping Ayah setelah menaruh nampan berisi beberapa cangkir teh. Ayana hanya balas tersenyum canggung ketika tak sengaja beradu tatap dengan pemuda yang duduk di hadapannya itu. Bunda tiba membawa makanan dan cemilan untuk hidangan.

"Nah Ayana, ini putra bapak, namanya Fajar. Gimana ganteng, to?" kata Pak Hasyim lagi yang disambut dengan senyum malu pemuda yang bernama Fajar itu, sementara Ayana hanya mengangguk.

"Nah, Pak Hasyim. Setelah kami pikirkan dan kami rundingkan Pak, kami akan menerima perjodohan antara Fajar dengan Ayana," kata Ayah mantap kepada pak Hansyim yang tersenyum lega.

Perjodohan itu Ayah setujui bahkan tanpa meminta pendapat pada anaknya, Ayana. Pak Hasyim adalah sahabat lama Ayah sedari kecil sehingga saat mendengar tawaran itu dari pak Hasyim, tanpa ragu Ayah langsung setuju. Padahal, Ayana baru saja masuk kelas satu Aliyah. Mengetahui itu, tentu saja Ayana tidak menerima keputusan Ayah. Namun, ia hanya bisa diam tersenyum menghadapi kenyataan.

"Wah, alhamdulilah kalau begitu." Pak Hasyim tersenyum lega lalu menyeruput secangkir tehnya.

"Karena beberapa hari lagi Fajar harus berangkat nyantri ke Demak pak, jadi tidak banyak waktu buat Ayana dan Fajar saling mengenal," tambah Bu Zulaikha sembari tersenyum manis sekali, terlihat sangat bersahaja beliau itu.

Namun, mendengar kata mendekatkannya dengan pemuda bernama Fajar itu membuat Ayana muak. Bagaimana bisa Ayah menjodohkan anaknya ketika ia baru kelas satu Aliyah. Bahkan dengan pemuda yang juga seumuran. Bagaimana bisa? Ayana ingin lari rasanya dari sana. Meski baru perjodohan bukan pernikahan, tetap saja Ayana menjadi tidak bebas. Bagaimana kalau suatu hari nanti dia jatuh cinta pada orang lain, bukan pada Fajar atau sebaliknya? Bukankah akan sangat rumit memutuskan perjodohan ini?

"Iya betul itu, Fajar dan Ayana harus saling mengenal sedari sekarang pak Hasyim, biar tidak canggung," kata Ayah menatap Ayana sembari mengangguk, gadis itu hanya balas tersenyum kecut.

"Ayana, bagaimana kalau kamu ajak Fajar jalan-jalan di taman belakang rumah? Kamu kan baru saja menanam bunga kemarin," tambah Ayah membuat jantung Ayana berdebar seketika.

"Tapi .... "

Belum sempat Ayana selesai dengan kata-katanya pemuda bernama Fajar itu sudah berdiri sembari tersenyum. Wajahnya nampak indah sekali. Berseri menampakan keteduhan khas anak pesantren.

"Boleh saya lihat bunga-bungamu di taman?"

Fajar menatap Ayana tersenyum. Suaranya lembut sekali, Ayana jadi semakin berdebar-debar tak karuan. Ayana tersenyum, lalu berjalan memimpin Fajar sampai ke taman belakang rumahnya, tempat kesukaannya untuk menikmati waktu sendiri. Taman kecil dengan berbagai bunga cantik dan kolam ikan kecil peliharaannya.

Diantara Doa Aku Mencintaimu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang