"Assalamualaikum." Suara salam bersamaan dengan ketukan pintu pelan membuat Fajar bergegas ketika ia tengah bersiap berangkat ke kampus.
"Him, tolong buka pintunya." Fajar menyuruh Ibrahim yang tengah duduk santai sebab jam kuliahnya masih siang nanti. "Cepetan, siapa tahu pemilik Saqqoh."
"Asif, boleh minta bantuannya, Akhi?" tanya seorang wanita dengan bahasa Arab yang fasih tengah berdiri di depan pintu menenteng tas dan buku-buku di tangannya ketika Ibrahim membuka pintu.
Ibrahim tersenyum mengangguk dan mengeluarkan bahasa Arabnya yang tak kalah fasih. "Tentu ukhti, apa yang bisa saya bantu?"
"Siapa Him?" Fajar yang sudah bersiap ke kampus keluar menuju pintu.
"Akhi?" Perempuan di depan pintu itu terkejut menatap Fajar yang baru datang yang juga tak kalah terkejutnya. "Saya Fatimah."
"Ini teh kalian saling kenal? Kamu teh orang Indonesia juga?" Ibrahim yang paling heboh . sekarang menggunakan bahasa Indonesianya yang masih berlogat sunda. "Tahu gitu mah saya teh nggak perlu susah-susah pakai bahasa Arab, ngegulung lidah saya."
Fajar hanya tersenyum saja melihat teman sekamarnya itu heboh sendiri. Menjadi hiburan pagi bagi Fajar tentunya. "Ada apa Fatimah sampai ke Saqqoh saya?"
"Eh iya kamu mah yang kemarin ketemu ketika makan Khusari, ya? Iya saya teh ingat sekarang." Ibrahim masih nyerocos tidak karuan lalu tersenyum bangga dengan ingatannya sendiri. "Ya udah, saya mah mau ke dalam mau rapi-rapi."
"Saya dengar dari tetangga sebelah bahwa pemilik Saqqoh di sini mahasiswa Al Azhar, jadi saya kemari untuk meminta bantuan."
"Oh seperti itu, apa yang bisa saya bantu, Fatimah?"
"Saya ingin bertanya jalan ke Al Azhar harus naik bus apa dan bagaimana Akhi, maklum saya baru pindah ke Saqqoh itu," kata Fatimah menunjuk lantai atas dari Saqqoh Fajar. "Kata Abi saya menyewa Saqqoh di sini lebih dekat ke kampus, tapi saya tidak tahu jalannya."
"Oh, kalau gitu bareng dengan saya saja bagaimana? Kebetulan saya mau berangkat ke kampus sekarang."
Gadis bercadar itu mengangguk pada Fajar. Sejak pertemuan pertama mereka di lorong kampus tempo hari, keduanya entah secara kebetulan selalu bertemu dengan keadaan yang tidak Fajar duga. Seperti sekarang ini yang tidak di duga bahwa gadis bercadar itu menjadi tetangga di Saqqohnya. Pertemuan yang serba kebetulan.
"Boleh jika tidak merepotkan," kata gadis itu mengangguk sembari menundukan pandangannya. "Sukron Akhi."
"Menolong orang lain itu tidaklah merepotkan." Fajar tersenyum lalu mendahului gadis itu. "Ayo, sebentar lagi kelas saya di mulai."
Mereka berjalan turun dari Saqqoh yang seperti apartemen menuju lantai bawah. Ramai dengan kegiatan hariannya, ketika turun di lantai bawah Fajar banyak di sapa dan berbagi senyum oleh tetangga-tetangga yang ia kenal.
"Akhi sudah banyak mengenal orang-orang di sekitar sini ya?" Fatimah menyuara di samping Fajar.
"Alhamdulilah. Saya hanya mencoba menjadi ramah di sini sebagai tamu di negara orang."
Keduanya berjalan menuju jalan besar guna naik bus umum. Setelah duduk di halte, Fatimah memandangi Fajar lalu menunduk lagi ketika Fajar memergokinya. Sehingga untuk beberapa kesempatan, keduanya jadi saling pandang.
"Kamu sudah lama tinggal di Kairo?" Fajar memecah hening.
"Belum Akhi, baru ketika saya di terima di Al Azhar saya pindah kemari ikut dengan orang tua saya yang Abi saya adalah orang Mesir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Doa Aku Mencintaimu [End]
EspiritualAku, Ayana putri. Ini kisah tentang perjalanan cintaku yang amat sangat rumit. Tentang perjodohan ku dengan seorang pemuda berpendidikan pondok pesantren bernama Fajar. Sementara, dalam perjodohan itu hatiku sudah terpaut oleh lelaki bermata teduh d...