[02]

551 109 92
                                    

Bagian 2

Senja mulai malu-malu tiba menggantikan sore yang teduh. Semilir angin menggoyangkan bunga-bunga di taman belakang rumah. Ayana sedang terduduk sendiri memandangi berbagai tanaman bunga di taman kecil kesayangannya yang baru ia sirami tadi. Betapa menyenangkannya. Duduk santai menikmati jingganya senja dengan bunga-bunga yang mewarna, sungguhlah nikmat Tuhan mana lagi yang akan patut kita dustakan? Indah sekali. Ditambah semilir sejuk angin dengan daun-daun coklat kering berjatuhan, senja serasa milik Ayana seorang diri.

Drettt....

Suara getar ponsel membuyarkan lamunan senja Ayana. Sebuah pesan via whatsapp menyapa layar ponselnya. Tak ada nama, hanya nomor yang tak ia kenal. Tertulis salam di sana dengan menyebut nama Ayana. Ia balas salam itu dengan lengkap lalu ia tanyakan siapa gerangan pemilik nomor itu.

Ini saya Fajar, Ayana.

Isi pesan dari seberang. Terrnyata adalah Fajar. Pemuda pondok pesantren yang dijodohkan dengan Ayana. Mungkin dia dapat nomor Ayana dari Ayah atau Bunda, tak peduli juga sebenarnya Ayana itu. Ia balas pesan itu sama singkatnya.

Iya, Fajar?

Ayana seharusnya memanggil ia Akhi karena Pak Hasyim beberapa waktu lalu, saat berkunjung ke rumah, berkata jika memanggil Fajar itu harus dengan sebutan Akhi dalam bahasa Arab atau kakak karena dia setahun lebih tua dari Ayana. Dalam hati Ayana mengindahkan panggilan Akhi itu kepada Fajar, tetapi ia sangat enggan jika diharuskan memanggil Fajar dengan sebutan Akhi. Ayana sangat tak ingin.

Ayana, apa ayahmu sudah memberi tahu kalau saya dua hari lagi

berangkat ke Demak untuk melanjutkan mondok?

Sebuah pesan lagi dari Fajar.

Belum, kenapa?

Jawab Ayana bertambah singkat.

"Memang kenapa jika dia mau berangkat ke Demak? Tinggal berangkat saja kenapa repot bertanya apa aku sudah tahu? Apa faedahnya?" gumam Ayana pada dirinya sendiri yang sama tak pedulinya dengan hembusan angin yang menerbangkan daun-daun hingga hilang dari pandangan.

Tak beberapa lama, ponselnya bergetar lagi. Kali ini lebih lama. Panggilan suara dari Fajar masuk. Ayana jadi berdebar-debar. Ia menghela napas lagi menenangkan dirinya sendiri.

"Hallo assalamualaikum, Ayana," kata suara di seberang lembut sekali di telinga Ayana.

"Waalaikumsallam. Iya bagaimana?"

Ayana sedikit grogi menerima telepon dari Fajar hingga suaranya terdengar bergetar. Meskipun Ayana sangat menentang perjodohannya dengan Fajar dan sangat tidak peduli dengannya, tapi Fajar sedikit mencuri perhatian Ayana. Fajar sudah membuat Ayana kagum sejak pertama keduanya bertemu. Mulai dari senyum pemuda itu sampai tutur katanya yang lembut. Namun, bagi Ayana hal itu hanyalah kekaguman semata.

"Ayana, apa kamu sekeluarga sedang tidak ada acara bakda isya nanti?"

"Sepertinya Ayah dan Bunda nggak ada acara."

"Nah alhamdulilah, sampaikan pada Ayah dan Bunda, Abah mengundang kamu sekeluarga datang ke rumah untuk acara tasyakuran."

"Iya, insyaallah nanti aku sampaikan."

"Terima kasih Ayana, saya tunggu kedatanganmu di rumah." Mendengar itu entah kenapa Ayana semakin berdebar-debar.

"Ya sudah, assalamualaikum Ayana," kata Fajar mengakiri pembicaraan keduanya.

"Waalaikumsallam, Fajar," jawab Ayana sedikit melembutkan suara.

Entah kenapa, hanya saja mendadak Ayana menjadi lemah lembut saat mendengar ucapan Fajar. Mulai terjadi hal-hal aneh dengannya. Tak sadar dengan panggilan suara dari Fajar tadi dan ponsel yang masih menempel di telinga, suara Bunda terdengar memanggil.

Diantara Doa Aku Mencintaimu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang