Siang cukup terik, debu beterbangan manyapu-nyapu udara kota Kairo. Jalanan ramai dengan kendaraan yang lalu lalang macam di ejar setan, ugal-ugalan. Seorang gadis bercadar tengah berdiri di pinggir jalan dengan bingung dan gelisah menunggu bus umum untuk bepergian.
"Fatimah?"
Sebuah suara lembut mengejutkan gadis itu. Ia menoleh dan mendapati sesosok pemuda yang ia kenal berdiri di sebelahnya dengan tersenyum.
"Kamu teh mau ke mana?" Logat sunda kental terdengar dari pemuda itu.
"Akhi Ibrahim, saya mau ke pasar. Tapi, tidak tahu naik bus yang mana."
"Oh itu teh gampang, bareng kita saja bagaimana?" Ibrahim tersenyum dengan kedatangan Fajar yang bingung dengan tingkah Ibrahim.
"Apa?" Fajar menatap Ibrahim
"Ke pasar, ayo ke pasar, Jar."
"Loh, bukannya kita mau mencari buku, ya."
Ibrahim membekap mulut Fajar dan menyeretnya ke pinggir jalan lalu naik bus yang mereka tunggu yang secara kebetulan sedang ngetem.
"Ayo Fatimah!"
Gadis itu menurut saja lalu menaiki bus setelah Fajar dan Ibrahim masuk terlebih dulu.
"Kamu apa-apan sih, Him?" Fajar menatap Ibrahim dengan sedikit kesal. "Kita mau mencari buku bukan ke pasar."
"Sst, mumpung ada kesempatan teh kita harus manfaatkan." Ibrahim memainkan alisnya sementara Fajar mendengus kesal.
"Kesempatan apa?" Fajar agak membentak kesal ketika tak sengaja bertatapan dengan Fatimah yang langsung memundukan pandangannya.
"Kamu teh jangan keras-keras nanti dia teh denger."
"Memangnya denger apa sih Him?" Akhirnya Fajar menyerah berdebat dengan Ibrahim.
"Begini atuh Jar, ini teh kesempatan baik untuk membantu orang lain," kata Ibrahim membela diri. "Betul kan Fatimah?"
Yang ditanya hanya mengangguk malu lalu mengalihkan pandangannya yang secara tidak sengaja bertemu dengan mata Fajar, lagi. Sedang, Fajar hanya memandang Fatimah dan Ibrahim bergantian sembari mencerna maksud Ibrahim yang absurd itu.
"Terserah kamu, Him."
Bus melaju membelah kota Kairo dengan debu-debu terbang mencampuri udara yang kian terasa panas. Hingga ketiganya sampai di tempat yang mereka tuju.
"Kita teh sudah sampai," kata Ibrahim bangga dengan dirinya sendiri. "Mari kita berbelanja."
"Memang Akhi Ibrahim mau berbelanja apa?" Fatimah bertanya dengan sedikit menahan tawanya melihat ekspresi wajah Ibrahim yang bingung dan Fajar hanya menggeleng heran.
"Sayur, iya sayur." Ibrahim mengalihkan pandangannya ke pedagang sayur di sebelahnya.
Suasana pasar Attaba, salah pasar raya yang ada di Kairo yang tentu dekat dengan area kampus Al Azhar dan tempat tinggal mereka, tampak ramai dan hampir penuh sesak. Hawa panas menusuk sampai ubun-ubun dengan teriakan dari para pedagang yang menawarkan dagangannya yang rupa-rupa macamnya.
"Maafkan Ibrahim, ya. Dia memang suka begitu." Fajar memulai obrolan ketika keduanya berjalan melihat-lihat sayuran yang akan dibeli.
"Iya, tidak mengapa, Akhi."
"Kamu berbelanja banyak sekali, untuk persediaan?" kata Fajar yang terperanjat dengan daftar bahan makanan yang harus Fatimah sodorkan.
"Mohon bantu saya, Akhi yang lebih mengerti soal tawar menawar di sini." Fatimah memilih-milih sayuran segar, tapi ia tak mengerti cara membelinya dengan mata uang Mesir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Doa Aku Mencintaimu [End]
SpiritualAku, Ayana putri. Ini kisah tentang perjalanan cintaku yang amat sangat rumit. Tentang perjodohan ku dengan seorang pemuda berpendidikan pondok pesantren bernama Fajar. Sementara, dalam perjodohan itu hatiku sudah terpaut oleh lelaki bermata teduh d...