25

4.9K 545 60
                                    

Pipi putih itu merona, membayangkan betapa panasnya kegiatan yang baru saja mereka lakukan sejak semalam hingga subuh seperti ini, ditambah wajah tampan sang suami yang terlelap tepat disampingnya dan lengan kekar yang melingkari pinggangnya erat.

"Kau sudah berusaha dengan sangat keras. Kuharap kita segera memilikinya. Terimakasih suamiku".

Tersenyum manis kemudian mengecup ringan pucuk hidung Jungkook, lalu Jimin menyusul sang suami ke alam mimpi.


Pagi harinya seperti biasa Jaejoong menyiapkan sarapan untuk keluarganya, namun sedikit tak biasa karena tak nampak adanya Jimin yang membantu mereka bahkan hingga sarapan sudah tertata rapi di atas meja.

"Dimana mereka?". Yunho melirik sekitar, tak melihat keberadaan anak maupun menantunya.

"Mungkin masih tidur, akan ku susul ke atas".

Jaejoong menaiki tangga menuju kamar anak dan menantunya itu.

"Tak biasanya Jimin bangun siang".

Pintu diketuk pelan sembari memanggil nama keduanya. Namun tak juga mendapat sahutan.

"Jiminiee, Jungkookie bangun nak, sudah siang ini. Dan sarapan sudah siap".

Tak kunjung mendapat sahutan, ia pun memutuskan untuk mencoba membuka knop pintu.

"Dikunci?".

"Ah aku mengerti".

Pria cantik paruh baya itu kembali turun menuju meja makan, lebih baik ia menemani sang suami sarapan terlebih dahulu.

"Loh, mana mereka?".

Menggedikan kedua bahunya, ia pun mengambil tempat disamping sang suami.

"Tumben Jiminie tidak menemanimu memasak".

"Kurasa mereka kelelahan". Sahut Jaejoong dengan tersenyum jahil pada sang suami sembari tangannya dengan cekatan mengambil beberapa daging untuk diletakkan diatas piring.

"Ahhh aku mengerti". Yunho mengangguk paham. Sedikit tersenyum maklum.

"Mudah-mudahan kerja keras Jungkook membuahkan hasil". Jaejoong menatap sang suami penuh harap.

"Ya, aku sangat berharap akan hal itu".

"Aku sangat menginginkan cucu. Pasti akan sangat lucu". Jaejoong terlihat membayangkan hal itu sampai ia tersenyum-senyum sendiri.

"Ya, seperti Jiminie". Yunho terkekeh ringan dan membuat Jaejoong pun ikut terkekeh.

"Kau benar, jika Jiminie punya anak akan terlihat menggemaskan, bagaimana bisa seorang bayi memiliki bayi?". Keduanya tertawa berdua sambil menikmati sarapan pagi mereka.




"Cepatlah hadir sayang".
Lirih Jimin didalam hati setelah tak sengaja mendengar percakapan mertua nya. Ia kembali masuk kedalam kamarnya menyusul Jungkook yang masih terlelap. Nanti saja sarapannya kalau Jungkook sudah bangun.

Baru saja akan terpejam lagi, pergerakan Jungkook membuat Jimin urung.

"Sayang". Suara serak Jungkook membuat lengkungan indah terbentuk disudut bibir Jimin.

"Sudah siang, ayo bangun". Tepukan halus Jungkook dapatkan pada pipinya, senyum manis sang istri membuat ia ikut tersenyum.

"Cantik sekali, hmmm wangi. Sudah mandi?".

Jimin mengangguk, "dan kau masih bau, cepat mandi".

"Iya tapi cium dulu".

Setelah mengecup bibir tipis itu, Jimin mendorong pelan tubuh Jungkook agar cepat membersihkan dirinya yang pasti masih lengket. Saat menyibak selimut tebal itu, pipi Jimin merona melihat tubuh bawah Jungkook yang polos tanpa penghalang.

"Apa lihat-lihat? Mau lagi?". Jungkook tersenyum jahil, Jimin mendecih kesal lalu mengibaskan tangannya memberi tanda agar Jungkook lekas masuk kedalam kamar mandi. Namun Jungkook tetap saja menggodanya.

"Astaga cepat sana, aku akan bereskan ini, lihat lah, kotor sekali ya Tuhan".
Jimin mulai membuka sprei yang membungkus tempat tidur mereka.

"Kan bukan aku yang mengotori, cairanku kan masuk kedalammu, yang tumpah itu ca- Iyaa! Aku mandi!". Dengan cepat ia melesat kedalam kamar mandi dan menutup pintu sehingga bantal yang Jimin lempar memantul mengenai pintu kamar mandi.

"Cabul sekali sih mulutnya". Jimin terus menggerutu disela kegiatannya.

Ceklek

Kepala Jungkook menyembul dari dalam.

"Yang bersih ya sayang, semalam kau keluar banyaaaaaaaaaaaak sekali".

Brak!
Pintu ditutup dengan bantingan kasar, takut-takut Jimin melempar benda lain.

"Astaga Jungkook". Geram Jimin dengan suara marah tertahan. Kesal sekali. Sekaligus malu. Astaga, tapi yang semalam memang benar-benar sih.

Jimin kembali melanjutkan kegiatan membersihkan ranjang mereka, mengganti sprei sekaligus menata beberapa pajangan Iron Man dinakas yang semalam porak-poranda akibat menjadi korban keganasan mereka.

Selang beberapa menit Jungkook keluar dengan keadaan yang lebih segar, tersenyum melihat Jimin yang telaten dengan kegiatannya, pemandangan biasa sih, tapi ia tak bosan.

"Aku ingat ini kemarin sampai terjatuh tergeletak dilantai karna kau menendangnya sayang". Tunjuk Jungkook pada salah satu figur Iron Man koleksinya.

"Aku tidak menendang, itu hanya gerak reflek dari kakiku saja. Dan ya, aku sudah merapikannya, cepat pakai baju lalu kita turun, aku sudah sangat lapar Jungkook~". Jimin mempoutkan bibir tebalnya dan itu tetap saja terlihat gemas meski ia melakukannya berkali-kali.

Setelah berpakaian Jungkook berjongkok dihadapan Jimin yang duduk dipinggir ranjang. Jimin kebingungan melihat Jungkook yang tiba-tiba menciumi perutnya.

"Cepatlah hadir sayang. Kami sangat menantikanmu".

Perut ratanya kembali dikecup lalu Jungkook mendongak menatap Jimin yang menunjukkan ekspresi tak terbaca.

"Tenanglah, aku akan sabar dan kita akan berusaha bersama-sama". Ucap Jungkook dengan nada yang begitu tulus, hingga akhirnya senyum manis tersungging dari bibir si mungil. Jimin mengangguk terharu, namun tetap ada secuil rasa takut jika saja yang mereka nantikan tak pernah hadir. Apa Jungkook akan tetap bersamanya?

Jungkook terbahak mendengar suara-suara rusuh dari dalam perut Jimin.

"Astaga sayang kau sangat lapar ya?". Ucapnya disela tawa.
"Padahal subuh tadi baru ku isi sampai kau mengeluh penuh".

Jimin mendengus malas. Kenapa pembahasan Jungkook selalu mengarah ke sana?







TBC

Pendek aja dulu gapapa kan?
Iseng aja dan sayang kalau ga di publish.

Annoying Neighbour [AN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang