"Yakin nggak takut?" tanya Gustria entah untuk berapa kalinya.
"Yakin!" jawabku mantap.
"Tapi kata orang-orang filmnya seram."
"Aku bukan cewek penakut! Dan kamu kurasa cukup tau itu, Gus."
"Kay, kita itu lama kepisah, cuma dikasih kesempatan beberapa malam untuk ketemu. Kenapa harus milih film horor buat merayakannya?"
"Gus, film horor itu banyak kesan tersendiri tau. Seru! secara gak sadar nantang adrenalin, dan pas ending dari film itu tayang, rasanya puas banget, stress bakalan hilang."
"Iya, tapi kan ...," keluh Gustria, rupanya dia masih ragu.
"Gini deh, film yang mau kita tonton tayangnya masih satu jam lagi, kita mampir ke kafe depan, mau? Nanti aku coba ceritain satu cerita. Kalau kamu bener-bener takut, kita batalin nonton horornya, oke?"
"Iya, iya ...."
"Cerita ini terjadi di Akademi Sawarga, Gustria tau kan?"
"Iya, akademi tertua dan paling terpandang di daratan ini. Letaknya diapit oleh empat gunung besar, dan dikelilingi oleh hutan, bangunannya seperti kastil tua yang menyimpan banyak kisah misterius."
"Nah selain itu, akademi itu juga terkenal karena perpustakaan dengan koleksi buku terlengkap. Bentuk bangunannya menyerupai menara dengan beberapa lantai yang juga dipenuhi buku. Makin tinggi lantai yang dinaiki berarti usia buku itu makin tua."
🍃
Malam itu, tepat malam purnama musim gugur, di perpustakaan akademi bagian lantai kelima, di sana terdapat seorang gadis. Matanya terpaku menatap ribuan kata yang tertulis dalam sebuah buku tebal, nama Mentari tertera di seragam yang ia kenakan. Mentari dikenal sebagai pencinta misteri, jadi tak jarang jika banyak buku-buku bergenre misteri tercatat pernah dipinjam olehnya.Malam itu dia sedang meneliti. Berbagai judul buku tergeletak terbuka di hadapannya, dengan berbekal pena dan secarik kertas dia menuliskan berbagai info yang ia temukan.
Karena keseriusannya dalam membaca dan menyalin tulisan, Mentari tidak sadar jika ada seorang pemuda yang dari tadi memperhatikan kegiatannya dengan saksama.
Lonceng dari menara perpustakaan menyadarkan Mentari untuk segera pulang ke kamarnya. Karena banyaknya buku yang harus dia bereskan sebelum pulang, Mentari tidak sengaja menjatuhkan satu buku yang hendak dia pinjam. Kertas-kertas yang dia bawa juga berserakan di lantai. Saat itulah pemuda yang sejak tadi menatapnya datang. Membantunya mengambil dan membereskan kertas serta sisa buku-bukunya yang masih berserakan di atas meja baca perpustakaan.
"Terima kasih," ucapnya, ketika si pemuda selesai membantunya. Si pemuda tampak sedikit terkejut ketika melihat Mentari bersuara.
"Kamu peneliti, atau hanya gemar membaca kisah misteri?"
"Hanya gemar membaca, tetapi kebetulan ketika kemarin pulang ke rumah aku menemukan catatan aneh yang Kakek tinggalkan. Aku jadi penasaran, karena itu aku ada di sini. Namaku Mentari, kalau kamu?"
"Panggil saja Putra."
"Melihat seragam yang kamu kenakan, sepertinya kamu berasal dari bangsa Eridan."
"Ya, seperti yang kamu lihat. Tadi kamu bilang sedang penasaran dengan catatan yang ditinggalkan Kakekmu, boleh aku tahu tentang apa? jika tidak berkenan bercerita tak masalah. Aku sadar, Aku hanya orang asing."
"Bukan hal yang penting, hanya sedikit catatan Kakek tentang sesuatu yang ada di akademi ini," jawab Mentari sambil menyerahkan catatan Kakeknya pada Putra.
"Oh, cerita dari catatan ini memang ada di sini. Jika kamu benar-benar penasaran, maukah kamu kuajak berpetualang malam ini?"
"Boleh-boleh, eh, tapi sebentar lagi jam malam berakhir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sawarga Dalam Cerita
Historia CortaSawarga dalam cerita. "Sawarga? Apa itu Sawarga? Apakah itu nama dari salah satu orang-orang yang memperhatikanmu di jalan sana?" Pemuda itu menyunggingkan senyuman. Ia berusaha menahan tawa. Namun tetap saja, gelak lolos dari bibirnya. "Bukan sala...