Aku membuka genggamanku—terbersit keraguan untuk meminumnya. Pikiranku jauh melanglang buana ke Desa Neof, desa dimana aku dilahirkan dan dibesarkan. Desa yang paling Asri diseluruh wilayah Sawarga dan tempat dimana aku bertemu dengannya, Parahita. Gadis pendatang yang sudah kehilangan kampung halamannya.
Eridanus sudah dibumihanguskan oleh pasukan Braja Geni. Parahita, gadis yang pemberani dan tangguh, tetapi ia memiliki sisi gelap yang aku takutkan akan memakannya perlahan. Aku penasaran, sedang apa dirinya? Apakah dia sedang merajuk karena aku sampai saat ini belum memberikan kabar? Apakah keahlian berpedangnya sudah mengalami peningkatan, atau dia juga sedang merindukanku?
Aku menghela nafas lalu semilir angin membawa lagi aku padanya, aku seperti mendengar tertawanya.
“Kak Dan, sungguh payah! Masa kalah sih sama aku!”
Parahita menyarungkan pedangnya, senyumnya merekah, terlihat kebanggaan di matanya. Tentu saja aku sengaja mengalah, aku teramat menyayanginya untuk melihat ia bersedih. Ia duduk di sebelahku sambil membersihkan debu-debu di bajuku. Apa dia tidak sadar bajunya juga kotor dan rambutnya berantakan?
Setelah selesai, giliranku untuk melakukan hal yang sama. Dia tersenyum, aku rela kalah ratusan kali demi melihat senyum itu.
“Kapan aku menjadi hebat kalau Kakak terus mengalah? Apa Kakak benar-benar menyayangiku?”
Senyum itu hilang, dan entah mengapa terbersit rasa bersalah. Aku hanya tidak mau dia terlibat dalam peperangan ini, aku takut kehilangannya.
“Kak Dan, lain kali kalau kita bertarung lagi, jangan mengalah.”
Tepukan pada pundakku mengembalikanku pada kenyataan saat ini.
“Danendra, kau belum meminum pil mu?”
Aku menggeleng menjawab pertanyaan Raka, pemimpin pasukan. Ia menepuk pundakku berkali-kali.
“Itu satu-satunya syarat untuk kau diterima menjadi pasukan khusus.”
Aku mengangguk, tidak punya pilihan lain. Aku sudah melalui berbagai macam ujian untuk bergabung menjadi pasukan khusus Kesatria Sawarga. Sudah banyak yang aku korbankan. Namun, jika aku meminumnya .... Tiba-tiba pikiranku tertarik ke masa lalu lagi.
“Kak Dan, apa yang akan kau pilih, Aku atau Sawarga?”
Aku terkekeh lalu mengacak-acak rambutnya. Parahita merajuk, ia menghindar ketika aku ingin menyentil dahinya.
“Hita, kalian bukan pilihan. Aku akan melindungi semuanya. Percayalah.”
“Selalu, tetapi kakak tidak usah pergi ke Paku Pancung, tidak usah bergabung dengan pasukan dan meninggalkanku.”
“Hita, tetapi aku harus menjadi lebih kuat untuk melindungimu dan Sawarga. Braja Geni dan kroninya bukan lawan yang patut diremehkan. Aku akan membalaskan dendammu, Parahita.”
Aku tidak pernah melihat gadis ini mengeluarkan air matanya bahkan saat ia datang ke desaku setelah kehilangan keluarganya.
“Kalau begitu selamat berjuang Kak Danendra. Aku tidak akan menahanmu lagi. Jangan lupakan aku.”
Aku berteriak lalu hendak melempar pil itu ke air danau di sampingku. Namun, Raka menahan tanganku dan mendorong tubuhku hingga terjatuh.
“Minumlah dan kau akan menjadi bagian dari pasukan khusus. Aku bukan hanya temanmu tetapi jendralmu, kau harus mematuhi mandatku.”
“Tapi aku tidak mau melupakannya!”
Raka mengendurkan sarafnya tadi yang sempat menegang. Ia duduk di sebelahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sawarga Dalam Cerita
Short StorySawarga dalam cerita. "Sawarga? Apa itu Sawarga? Apakah itu nama dari salah satu orang-orang yang memperhatikanmu di jalan sana?" Pemuda itu menyunggingkan senyuman. Ia berusaha menahan tawa. Namun tetap saja, gelak lolos dari bibirnya. "Bukan sala...