Sawarga tempat kami tinggal adalah negeri penuh sihir. Sihir putih maupun hitam yang dikuasai dua kerajaan besar, memengaruhi Sawarga.
Rymrtia untuk kerajaan sihir putih dan Thysmos untuk kerajaan sihir hitam. Dalam sejarah, semua hidup dengan penuh damai sejak beberapa abad silam.
Kami—para penyihir—tak menua dan hidup dengan kekal. Walaupun begitu, negeri ini memiliki sisi kelamnya tersendiri. Terutama di bagian paling ujung pulau. Hutan terlarang.
Tidak ada yang berani datang ke sana. Para anak kecil sangat dilarang pergi oleh orangtuanya. Termasuk ibuku.
Katanya, ada penyihir jahat yang tinggal di sana. Ia sangat kejam pada setiap orang dan dikenal sebagai pembunuh berhati batu.
Tentunya tidak pernah ada penggambaran yang jelas tentang penyihir itu.Ada yang bilang, ia seorang wanita buruk rupa. Ada pula yang bilang bahwa seorang pria bungkuk. Bahkan di beberapa cerita versi lainnya, ia digambarkan sebagai sosok humanial. Manusia yang bisa berubah menjadi sosok binatang apa saja dengan sangat mudah.
Namun, aku tak mempercayai semua omong kosong itu. Maka, di sinilah akhirnya aku berada. Hutan terlarang.
Tidak ada satu orang pun yang mengetahui tentang kepergianku. Ibuku bahkan percaya saat kubilang akan pergi ke rumah bibi yang letaknya jauh dari tempat tinggal kami.
Butuh waktu cukup lama untuk sampai di sini. Aku hanya bisa berteleportasi sampai perbatasan. Untuk memasuki hutan lebih jauh, aku harus berjalan kaki.
Sepanjang perjalanan, aku tak menemukan suatu hal yang ganjil. Jadi, aku semakin yakin bahwa dongeng pengantar tidur itu hanya rekaan semata.
Aku tersentak kaget begitu merasakan pundakku disentuh oleh seseorang.
"Tersesat?" tanya seorang lelaki yang membuatku spontan menggeleng. Tubuh jangkungnya melangkah pergi setelah melintas.
"Hei! Siapa kamu?" seruku sambil mengejarnya.
Namun, ia tak menjawab ataupun menghentikan langkah.
"Aku bertanya padamu!" seruku kembali sambil menarik sebelah tangannya, meminta untuk berhenti.
"Siapa kamu? Kenapa ada di sini?" tanyaku lagi.
"Aku yang harusnya bertanya begitu. Siapa kamu?"
"A--aku? Aku Rea. Kamu?"
"Lebih baik, kamu pergi dari sini. Tinggalkan hutan ini. Ini daerah terlarang bagi kamu."
"Terlarang? Apanya? Tidak ada apa pun di sini. Di sini aman."
"Tidak akan aman lagi saat kamu bertemu si penyihir kejam."
"Yah, itu hanya dongeng pengantar tidur, 'kan?" tanyaku skeptis.
"Tidak lagi saat kamu bertemu denganku."
Sesaat setelah mengucap, sosoknya berubah menjadi seekor singa yang sangat besar.
Aku melangkah mundur, terkejut melihat perubahannya yang tiba-tiba.
Seorang Humanial! Ia melangkah mendekat dan aku semakin mundur dengan takut. "Be--berhenti!"
Aku tidak pernah bertemu dengan seorang Humanial sebelumnya. Itu adalah bakat sejak lahir yang tidak banyak dimiliki para penyihir. Jadi aku tidak tahu apakah dia mengerti bahasa manusia saat berubah bentuk atau tidak.
"Pergi!" ucapnya dengan nada berat. Sesekali ia mengaum.
Aku semakin terpojok. Sialnya, kakiku tersangkut batang ranting hingga terjatuh. Ia semakin mendekat saat aku berusaha untuk bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sawarga Dalam Cerita
Kısa HikayeSawarga dalam cerita. "Sawarga? Apa itu Sawarga? Apakah itu nama dari salah satu orang-orang yang memperhatikanmu di jalan sana?" Pemuda itu menyunggingkan senyuman. Ia berusaha menahan tawa. Namun tetap saja, gelak lolos dari bibirnya. "Bukan sala...