Bagian 15 (Kamu Tepat Untuk Dirinya)

1K 46 0
                                    


Takdir terbaikmu adalah ketika hatimu menemukan cinta halal yang tepat dan tempat ternyaman untuk menetap

...


Aqsa terus menerus memeriksa kalender yang ada di ponselnya dengan senyum tipis yang tercipta jelas di wajah tegasnya. Sudah seminggu lalu acara yang ia susun dengan sedemikian rapi dan apiknya membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Tinggal selangkah lagi ia akan mencapai puncak tertinggi dalam kehidupannya.

Suara ketukan keras membuat Aqsa langsung menegakkan tubuhnya karena terkejut. Ia langsung meletakkan ponselnya di nakas, bertepatan dengan itu seseorang muncul dari balik pintu.

"Kenapa?" tanya Aqsa bingung saat mata Sakha menyelidik.

"Kamu mau nikah?" selidik Sakha.

"Kata siapa?"

"Kata Abi." Sakha menepuk bahu.

"Terus kamu gimana? Sudah punya calon lagi untuk diajak ta'aruf?"

"Sudah, akhwat yang kemarin nolak ternyata ngajak balik ta'aruf lagi. Kamu nggak nanya, aku terima dia atau tidak?"

"Palingan juga kamu terima lagi," ucap Aqsa, dirinyapun berdiri dan berniat mengambil kunci mobilnya.

Sakha maju selangkah dan menghadang Aqsa yang berniat pergi. Sakha berdiam di depan Aqsa membuat Aqsa mengerutkan keningnya bingung.

"Ada apa?"

"Cuma ingin bilang, semoga kamu memang yang tepat untuk dirinya. Yang mampu menjadikannya wanita yang lebih hebat dan membersamaianya hingga akhir hayat," ucap Sakha.

Pernyataan abinya yang mengatakan bahwa Aqsa akan segera mengkhitbah seorang ahkwat membuatnya senang dan sedih dalam waktu yang bersamaan. Rasa tak percaya memenuhi rongga dada dan pikirannya. Baru ia pulang dari penerbangan yang melelahkan dan dirinya dikejutkan dengan kalimat - kalimat dari abinya yang seolah menghunus langsung ke jantungnya.

"Jodoh itu unik ya, seringkali yang dikejar-kejar menjauh. Yang tak sengaja mendekat. Yang selalu diimpikan tak berujung kepastian. Yang tak pernah dipikirkan, bersanding di pelaminan," ucap Sakha lagi.

Aqsa yang melihat tingkah Sakha yang tidak seperti biasanya hanya mampu mengerutkan keningnya. Namun beberapa detik kemudian terjawab, Aqsa berspekulasi bahwa saudara kembarnya sedang galau karena dirinya yang selangkah lebih maju.

"Pada intinya jodoh itu bukan pilihan kita tapi pilihan-Nya dan rencana-Nya. Dia juga belum dikatakan jodoh kita sebelum kita mengikat dia dengan pernikahan. Santai, pernikahan itu bukan ajang perlombaan tujuh belas agustusan."

Sakha tersenyum kecil dan lebih memilih untuk segera pergi tanpa berniat untuk menanggapi omongan dari Aqsa.

"Siapa pun ia yang bersamamu kelak, maka dialah yang namanya tertulis di Lauhul Mahfudz sebagai jodohmu. Ia tidak akan tertukar dan tidak akan salah membuka pintu pagar," ucap Aqsa tiba-tiba.

”Takdir terbaikmu adalah ketika hatimu menemukan cinta halal yang tepat dan tempat ternyaman untuk menetap." Aqsa kembali keluar untuk bekerja.

Malam ini, Aqsa keluar dari mobilnya. Senyum tipis terukir manis di wajah tegasnya, senyum yang ia jarang tampilkan. Entah apa yang membuatnya merasa bahagia malam ini. Bisa pulang cepat karena jadwal operasi yang ternyata tidak terlalu banyak atau jalanan yang tidak terlalu padat.

"Mau ke kamar?" tanya Abi Azka.

"Iya."

"Abi mau ngomong sesuatu sama kamu."

Aqsa memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pusing, ingatannya mengajak pada kejadian beberapa jam yang lalu saat abinya memberi pertanyaan kepo mengenai ta'aruf.
Aqsa masih mengingat perkataan Azka yang menurutnya aneh bin ajaib. Bukannya memberi nasehat tentang khitbah dan semacamnya, abinya itu malah membicarakan saudara kembarnya.

"Sakha pernah kasih tahu nggak soal ta'aruf kemarin?"

"Nggak"

"Kamu tahu kenapa tiba-tiba Sakha menolak ta'aruf seorang akhwat?"

"Abi, yang nolak akhwatnya bukan Sakhanya"

"Iya kalau yang itu abi juga tahu, tapi yang ini beda ceritanya."  

Jodoh Terbaik (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang