Rintik-rintik air yang turun dari langit mulai membanjiri jalanan ibu kota, kendaraan beroda dua mulai menepi untuk berteduh atau memakai jas hujan. Tak terkecuali dengan Reno yang tadi pagi lupa memasukkan jas hujannya ke dalam bagasi motornya.
Reno menatap Ceres yang sudah setengah basah, kedua tangannya mengelus lengan masing-masing secara tersilang. "Maap ya jadi neduh, lupa bawa jas hujan gua."
Ceres mendongak menatap Reno yang tengah menatapnya, kekhawatiran tercetak jelas di wajahnya melihat Ceres yang kedinginan.
"Gua mau minjemin jaket, tapi jaket gua udah basah." Bibir Ceres sudah tak sanggup membalas ucapan Reno sangking dinginnya udara yang menusuk rongga-rongga tulangnya.
Reno semakin khawatir melihat keadaan Ceres yang memprihatinkan, Ceres membutuhkan kehangatan. Otaknya tampak ragu saat ide binatangnya muncul, tapi di saat seperti ini Ceres sangat membutuhkannya. Membutuhkan pelukan kehangatan yang ingin ia bagikan.
"Res? Kalau gua meluk lu apa dinginnya bakalan berkurang?" Mulut Ceres sontak menganga mendengar ucapan Reno yang mulus dikeluarkan dari bibir merahnya tanpa beban.
Tak ada jawaban dari Ceres membuat Reno ragu-ragu. Kakinya mulai berjalan mundur, posisinya yang tadi tepat berada di sebelah Ceres saat ini sudah berada di belakangnya. Tangannya tampak kaku dan malu saat jarak di antara tangannya dan pinggang Ceres sedikit lagi saling bertaut.
Ceres masih menunggu Reno memeluknya dari belakang, ucapan Reno tadi membuat jantungnya berdegup tak karuan. Gila! Ceres tak menyangka reaksi jantungnya bisa segila ini. Saat tangan Reno mulai memeluk pinggangnya dari belakang, akal dan batinnya sedikit berdebat. Ia tahu kejadian saat ini ialah salah, tapi bukankah dirinya dan Reno sama-sama menginginkannya?
"Masih dingin, Res?" Bisikan Reno yang terdengar di area telinga kanannya terdengar intim bagi Ceres.
Sialan!
Ceres menggeleng berusaha menghilangkan pikiran yang benar-benar tidak bermoral dari otak sucinya.
Reno yang melihat gelengan Ceres menyimpulkan bahwa Ceres masih kedinginan dan membutuhkan pelukan hangatnya lebih erat lagi. "Kalau kayak gini masih dingin?" tanya Reno mempererat pelukannya.
Gila! Suaranya! Hembusan napasnya! Kuatkan iman hamba, Tuhan! Jauhkanlah hamba dari perbuatan setan yang terkutuk!
Hujan mulai reda, tetapi lengan Reno masih terparkir nyaman di pinggangnya. Ceres menghela napas panjang, ia menguatkan tubuhnya serta menetralkan jantungnya. "Hujannya udah reda, mau sampai kapan adegan kayak gini?"
Reno yang tersadar akan sikapnya yang sedikit lancang sedikit terkekeh menanggapi perubahan Ceres yang tampaknya sudah lebih baik.
"Makasih atas bantuan penghangatannya," ucap Ceres tersenyum tulus.
Keheningan menyelimuti mereka berdua sembari ditemani dengan rintik hujan dan langit yang mulai menggelap.
"Nerobos hujan aja gimana?" tanya Ceres yang sudah tak sabaran ingin cepat sampai rumah.
"Ngga papa lu hujan-hujanan?" Ceres mengangguk tanpa pikir panjang, entah mengapa perasaannya tidak enak.
***
Ceres sedikit berjalan meninggalkan Reno dan motornya yang masih berada di pinggir perempatan, ia sengaja meminta Reno menurunkannya di sana. Karena ia merasa bahwa ada yang mengikutinya sedari tadi.
Pagar yang menjulang tinggi melindungi rumah bercat putih terlihat gelap gulita tanpa adanya penerangan cahaya. Tanda bahwa rumah tersebut memiliki penghuni yang belum pulang.
Misis belum pulang? Anak itu kemana?
Ceres melangkahkan kakinya memasuki rumah, tangannya mulai meraba-raba sekitaran dinding yang berada di sampingnya untuk menemukan saklar lampu di ruang tamu.
Pencahayaan di seluruh rumahnya baru saja selesai ia nyalakan, ia segera menuju kamarnya di lantai atas untuk membersihkan badannya yang sudah mulai menggigil.
Kaca yang ada di depannya memantulkan tubuhnya yang masih berpakaian basah. Otaknya kembali mengingat bagaimana Reno memeluknya erat lalu berbisik dengan nada yang menurutnya sangat intim dan membuat degupan jantungnya tak normal.
"Bisa gila gua lama-lama!" ucap Ceres bermonolog lalu terkekeh heran melihat dirinya dari pantulan cermin yang sedang dimabuk asmara.
***
Wajah lesu, lemas, dan lelah tampak tercetak di wajah Ceres saat pagi hari ini. Dari semalam dirinya tak bisa tidur karena perasaan bersalah kepada Misis. Entah mengapa Ceres merasa bahwa Misis menghindarinya setelah kejadian dirinya dan Reno hujan-hujanan. Dan itu membuat dirinya bingung serta takut.
"Res? Ada yang mau gua omongin, ikut gua yuk?" ajak Teru yang tiba-tiba saja muncul di hadapannya.
Lamunan Ceres seketika buyar, ia mengikuti Teru yang berjalan entah kemana.
"Kita mau kemana, sih?" tanya Ceres yang melihat Teru menghindari lorong yang ramai.
"Tempat sepi."
Dahi Ceres mengerut bingung, ia masih belum bisa membaca isi kepala Teru saat ini. "Buat apaan? Lu ngga mau berbuat yang aneh-aneh kan?"
Terus sedikit terkekeh, tangannya menggenggam pergelangan tangan Ceres lalu menuntunnya ke arah belakang gedung sekolah.
"Kayaknya ini tempat yang paling sepi. Res? Lu mau ngelihat Misis bahagia kan?" Pertanyaan Teru tentang Misis entah mengapa otak Ceres langsung menangkap apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki di hadapannya ini.
"Pasti ada hubungannya sama Reno, kan?"
Teru mengangguk, ia menatap Ceres dengan tatapan serius. "Kalau lu mau ngebuat Misis bahagia, jadian sama gua..." Teru mengambil secarik foto yang tersimpan di dalam kantung celananya. Foto di mana Reno memeluk Ceres dari belakang. "Lu mau foto ini nyebar dan kegiatan apapun yang kalian bertiga lakukan bakalan jadi bahan omongan orang?"
"Jadi .., selama ini lu yang neror kita berdua? Dan lu yang ngikutin gua sama Reno saat itu?"
Teru ternganga, ia tak mengerti apa yang dipikirkan oleh Ceres hingga mengira yang tidak-tidak tentangnya. "Gua emang suka sama lu, dari dulu malah. Tapi rasa yang gua punya saat ini cinta, bukan obsesi!"
Ceres tersenyum sinis menanggapi ucapan Teru. Ia diam sesaat, mencoba mengaitkan dengan sifat Misis yang tiba-tiba saja menghindarinya. Lalu ia tersadar dalang dari semua yang terjadi adalah Teru.
"Bukan cinta namanya, kalau lu nunggu seseorang sampai tersiksa kayak gini. Gua punya cara tersendiri buat Misis bahagia, tanpa ancaman dari lu dan gua ngga butuh bantuan lu untuk masalah ini."
Kedua netranya terpejam, ia mencoba menenangkan dirinya dari amarah yang saat ini sedang bergemuruh. "Gua masih berharap lu jadi sahabat gua, Teru," ucap Ceres dengan lirih.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You (Completed) ✅
Teen FictionAnggita Ceresdwiana yang memiliki segudang keburukan dan beberapa kelebihan yang membuat orang-orang menyayanginya dan betah berteman dengannya. Tetapi, ia selalu dibanding-bandingkan dengan saudari kembarnya--Anggiya Misisdwiana yang memiliki sejut...