Mau malam apa pun, jika Misis dan Reno bertemu rasanya dunia milik berdua, sisanya ngontrak. Kalau orang berdua-duaan, yang ketiganya setan, Ceres dan Teru sepakat untuk tak mendekati pasangan yang sedang ketawa-ketiwi dengan bahan obrolan aku bukan boneka.
Ceres dan Teru saat ini tengah berada di balkon kamar Ceres, menikmati angin malam berbarengan dengan gigitan nyamuk yang tak tahu diri.
Teru menggenggam gelas berisi sirup dengan rasa mangga, ia sengaja membawakannya untuk Ceres.
Tangan kanannya menyerahkan gelas beling itu ke hadapan Ceres. "Diminum, udah gua bawain jauh-jauh dari bawah," ujar Teru.
Ceres mengangguk. "Tau aja kalau gua butuh yang seger-seger. Anginnya semeriwing gini buat gua ngantuk," keluh Ceres.
"Lu masih suka Reno?" tanya Teru yang matanya memandang ke langit malam.
Ceres menggeleng. "Ngerasa dosa kalau gua pertahanin perasaan gua. Enggak salah, sih. Cuman, enggak benar juga, kan?" Ceres sedikit tertawa lucu.
Teru mengalihkan pandangannya, ia menatap Ceres bingung. "Ternyata ... jiwa pelakor gua muncul, karena ada garis keturunan dari emak gua. Bener kata pepatah, buah jatuh enggak jauh dari pohonnya."
"Maksudnya?" tanya Teru yang tak paham.
Ceres tersenyum simpul. "Ada, deh."
"Papa lu enggak ada di rumah?" tanya Teru tahu batas.
"Seperti yang lu lihat, emak gua juga belum pulang. Mungkin, lagi jebolin kartu kredit." Ceres terkekeh, ingatannya kembali saat kakeknya seenaknya mengambil keputusan. "Semenjak bisnisnya mandek, emak gua pasti gabut banget. Makanya, dari pada emak gua kesepian, ngelamun kayak orang bingung, mending gua ajak ke puncak."
"Enaknya di puncak main apaan, ya?" tanya Teru.
"Mau bawa kartu, enggak? Gua punya uno, remi, sama gaple." Teru tertawa, tak menyangka bahwa cewek yang ia suka gemar bermain kartu.
"Hobi main apa suka ngumpulin kartunya, Res?" tanya Teru dengan nada meledek.
"Tanding mau kagak? Yang kalah lari keliling komplek," tantang Ceres dengan senyum jahil.
"Ajakin yang lagi pacaran di bawah juga, biar seru."
Ceres seketika tertawa. "Bilang aja, lu enggak mau dihukum sendirian," ledek Ceres.
"Kecium banget, ya?" tanya Teru yang ikut-ikutan ketawa.
Mereka berempat saat ini tengah duduk bersila, membentuk persegi. Kartu uno telah dibagikan, satu orang mendapatkan delapan kartu, setelah dikocok.
"Yang ngocok, tangannya belum cebok, nih. Dapatnya ancur," hardik Reno membuat Ceres tertawa.
"Yang ngocok aja Misis," ujar Ceres yang masih tertawa puas melihat muka Reno yang pias.
"Oh, jadi tanganku belum cebok?" tanya Misis tenang.
"Enggak gitu, Sayang," elak Reno dengan senyum mengemis.
"Ini kayaknya kagak jadi main kartu," sindir Teru yang melihat Misis dan Reno masih adu mulut.
"Pantesan Ceres santuy, isinya plus empat sama pilih warna. Enak banget nggak tuh?" Reno melirik kartu yang dipegang oleh Ceres sedikit.
"Wahh, mainnya ngintip. Awas matanya bintitan," ujar Ceres mempertingati.
"Amit-amit, jangan sampe." Reno bergidik takut, dulu ia pernah merasakan, rasanya sangat tidak nyaman. Mulai dari pandangan orang yang menatapnya heran bercampur ngeri, hingga saat ia memejamkan mata rasanya ada yang mengganjel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You (Completed) ✅
Teen FictionAnggita Ceresdwiana yang memiliki segudang keburukan dan beberapa kelebihan yang membuat orang-orang menyayanginya dan betah berteman dengannya. Tetapi, ia selalu dibanding-bandingkan dengan saudari kembarnya--Anggiya Misisdwiana yang memiliki sejut...