Terima Kasih

152 14 16
                                    

Bunda enggak pintar masak, tetapi yang itu kayaknya masih bisa dimakan.

Kalian mau makan apa? Bunda nanti mau belanja.

Sejak kapan kalian bagi-bagi tugas?

Nyatanya, kita enggak pernah utuh.

Kamu pintar masak, cocok jadi ibu rumah tangga.

Mana ada ahli gizi masak sayur asam, ikan asin, sama sambal. Hitungan gizinya enggak seimbang itu.

Sudah ributnya, makanannya jadi keburu dingin. Bunda gantiin kembalian yang kurang.

Bunda enggak pernah kesepian, kan ada kalian.

Kalian bocah banget, nanti kayaknya adik kalian lebih dewasa daripada kalian berdua.

Bunda tunggu kamu jadi ahli gizi ya, Res. Awas aja enggak jadi ahli gizi, Bunda teror kamu.

Kalian bicara lagi, pisau sama garpu yang Bunda pegang bisa melayang.

Jangan sakiti anakku, Alam. Monster seperti kamu tidak pantas menyentuh anak-anakku barang sesenti pun!

Bisa tinggalkan Bunda sendirian?

Maaf.

Kedua matanya sontak terbuka lebar, kepingan memori kembali melintas di mimpinya bagaikan reka ulang adegan yang terasa nyata.

Ia kembali terisak, sudah hampir dua bulan bundanya menghembuskan napas terakhir, tetapi dirinya belum bisa kembali menata kehidupannya.

Ceres yang terus mengingat kepingan memori itu, bertekad untuk menjadi ahli gizi agar sang bunda bangga di sana.

Semenjak bunda meninggal, papa menjadi lebih perhatian kepada dirinya, Misis, dan Bintang. Benar sekali, Bintang sudah dianggap seperti keluarga di rumah mereka.

Rencana kakeknya gagal total, pertunangan yang menjadi batu loncatan bisnisnya ditolak mentah-mentah oleh papa. Papa juga meminta bisnis kue bunda kembali, dengan ancaman akan membeberkan semua rahasia kakek yang mampu membuat mental keluarganya rusak.

Netranya menangkap sesuatu di atas nakas. Kalender yang berada di sana menampakkan bahwa hari ini adalah hari yang spesial.

Ceres turun dari kasurnya, kakinya melangkah menuju kamar mandi setelah menyiapkan seragam sekolah. Ia harus berangkat lebih pagi dari hari biasanya, karena Ceres berniat untuk menghampiri suatu tempat terlebih dahulu.

Ia tersenyum kecil saat melihat bayangan dirinya yang berada di cermin. "Selamat ulang tahun, Bunda."

***

Ceres dikejutkan oleh kehadiran Misis dan papanya yang berada tak jauh dari makam bundanya.

"Maaf Bunda, kita datang sedikit terlambat," ujar Misis, tangannya mengusap batu nisan yang tertancap di atas tanah.

"Selamat ulang tahun Yuni." Wajah Agus tampak lelah, tetapi senyum yang terpancar dari bibirnya ialah senyum yang mampu membuat Yuni mencoba bertahan untuk keluarganya.

Bunga mawar putih yang dibawa Agus ia letakkan di dekat batu nisan Yuni. "Terima kasih karena sudah bertahan sejauh ini." Tangannya ikut mengusap sisi lain batu nisan Yuni.

"Berbahagia di sana Bunda, kami di sini sudah bebas untuk menjalani kehidupan kami berkat Bunda. Kami hanya berharap bahwa Bunda bahagia dan hidup tenang di sana," ujar Misis mengigit bibir bawahnya, menahan tangis yang siap meledak.

Ceres yang berjongkok di samping Misis memeluk kembarannya itu dari samping, mencoba menguatkan Misis dan dirinya.

"Terima kasih. Bunda akan selalu menjadi Bunda yang terbaik untuk kita. Enggak ada yang menggantikan, walaupun papa nanti akan nikah lagi," ujar Ceres mencoba untuk menghibur suasana.

Misis tertawa sumbang, ingusnya sudah melebar ke mana-mana. "Kalau papa berani kayak gitu, kita bakalan demo ya kan, Res?"

Ceres mengangguk setuju, Agus ikut terkekeh kecil mendengar penuturan kedua anaknya. "Mereka semenjak enggak ada kamu Yun, jadi galak banget," adu Agus dengan tampang memelas.

Misis memberengut kesal. "Papa mah mainnya ngaduan."

"Iya nih, kita enggak temenan ya." Ceres tersenyum jahil melihat Agus yang terpojokkan.

"Udah gih berangkat sekolah sana, Teru sama Reno udah nunggu di depan. Langgeng-langgeng ya anak Papa," goda Agus pada kedua anaknya.

"Ceres jangan galak-galak sama Teru, dia udah nunggu kamu lama, eh masih disiksa juga sama kamu," canda Agus dengan senyum nakalnya.

Ceres geleng kepala sekaligus bersyukur melihat papanya yang mempunyai hobi menggoda anak-anaknya. Semenjak Teru menjadi pacarnya, papa selalu mengingatkan ia agar tak menjadi cewek bar-bar yang membuat Teru ilfeel.

"Berasa kayak Teru anak Papa ya?" Agus tertawa mendengar sungutan Ceres.

Setelah kepergian kedua anaknya ke sekolah, Agus kembali menceritakan sedikit kisah yang ia alami tanpa kehadiran Yuni.

Angin berhembus kencang membuat beberapa daun yang berada di atas tanah berterbangan. Tanpa mereka ketahui sosok itu tersenyum melihat interaksi keluarga yang ia tinggalkan. Ternyata pilihan yang ia ambil benar dan itu mampu membuat keluarganya hidup tenang.


E*N*D

Alhamdulillah cerita ini selesai juga. Terima kasih yang sudah menyempatkan waktunya untuk membaca, memberikan dukungan, dan memberikan komentar.

Untuk seluruh ibu di dunia, terima kasih telah memberikan dukungan dan lindungan dalam bentuk apa pun kepada anak-anaknya.

Kami sebagai anak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan maaf bila selalu mengecewakan kalian💞

Untuk keluarga yang selalu menemani dalam suka dan duka, berbagi tawa dalam semua peristiwa. Terima kasih, kalian merupakan harta yang paling berharga. *kayak lirik lagu :(

1 Juli 2020

🐾Puding05🐾

Missing You (Completed) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang