Saat pertama kali bertemu dengan Wonwoo, Mingyu tidak menduga bahwa pujaan hatinya adalah pewaris tunggal LG, klan Jeon yang sangat dibenci oleh keluarganya. Ia juga tidak menyangka bahwa masuk ke kandang musuh merupakan hal yang akan dikenangnya seumur hidup. Meskipun di esok hari terasa uring-uringan akibat tidak bisa menemukan identitas pasangan dansanya semalam.
Di pertemuan kedua, perasaan lega bercampur bahagia merupakan suasana hati yang tepat dirasakan oleh Mingyu. Setelah pencarian yang tidak kunjung berhasil, sampai mengerahkan tenaga ahli dari Hanbin, Mingyu pun menyadari kebodohannya.
Mengetahui asal-usul pasangannya yang berasal dari klan Jeon sudah mengacaukan akal pikiran Mingyu. Nalarnya seakan berhenti dikala menyadari bahwa pasangannya ini bukanlah orang biasa dari klan Jeon. Pasangannya merupakan keturunan langsung, garis murni dari Jeon.
Si Jeon Wonwoo, pewaris LG. Rivalnya sejak lahir.
Sejak kecil, Mingyu dilarang keras untuk berteman dengan orang-orang dari klan musuhnya, ia juga diberitahu mengenai rival aslinya yang merupakan pewaris LG. Identitas yang dirahasiakan sebenarnya tidak membantu Mingyu untuk meredakan kebencian yang tercipta antara kedua klan tersebut. Malah Mingyu semakin penasaran dan mengutuk rivalnya tersebut atas sikap pengecut yang bersembunyi dari publik selama ini.
Namun pertemuan yang terjadi, jatuh hati kepada rival dan merasakan getaran nyata yang bukan sekedar cinta monyet, membuat Mingyu seakan ingin menghancurkan segalanya. Melupakan bahwa dirinya dan Si Pujaan merupakan rival abadi. Melupakan takdir yang mengutuk adanya hubungan antara Kim dan Jeon.
Senekat itu ingin menjadikan Wonwoo miliknya. Meskipun tahu hal itu tidak akan mungkin menjadi kenyataan. Karena Wonwoo sudah bersama Baekho.
Bukan. Jelas bukan karena Si Sialan Baekho.
Mingyu tidak peduli, entah Wonwoo sudah memiliki kekasih atau dijodohkan, jelas perasaan tidak bisa berbohong.
Kejadian malam itu. Di balkon tepat saat kembang api memeriahkan langit yang gelap, Mingyu seratus persen yakin jika Wonwoo merasakan hal yang sama. Sampai pertemuan berikutnya pun semakin membuat Mingyu tersadar bahwa keyakinannya akan satu hal tetap tidak menggugah pertahanannya meskipun dari Wonwoo yang selalu berkata tidak.
Penolakan yang tidak ada artinya itu malah menggelitik Mingyu, karena sampai kapan pun Wonwoo akan tetap menjadi miliknya.
"Mingyu!"
"Aneh sekali." protes Doyeon, "Seperti orang yang kesurupan."
Mingyu menaruh ponsel di samping sofa tempat duduknya. Fokusnya kini beralih ke hadapan dua perempuan yang sedang duduk di seberang. "Kenapa lagi?"
"Coba lihat mukamu sendiri. Sebelumnya tertawa, tiba-tiba berubah seperti banteng yang mau menyeruduk. Apa istilahnya kalau bukan kesurupan?"
Tidak mau memusingkan, Mingyu pun berkilah dengan mengganti topik. "Apa bedanya sama mereka?" menunjuk Yugyeom dan Bambam yang sedang bermain billiard dalam keadaan bertelanjang dada, menyisakan boxer yang menutupi tubuh.
"Mereka gila." cibir Doyeon lagi, "Mabuk di saat matahari masih di atas. Sebentar lagi juga tidak sadarkan diri."
"Tapi aku tidak yakin. Mereka mungkin akan melanjutkan berendam wine di jacuzzi seperti minggu lalu." ucap Kyulkyung, kemudian disanggah lagi oleh Hanbin yang baru saja kembali dari mini bar. "Kopi, sekarang diganti kopi luwak."
Pernyataan Hanbin jelas membuat kedua perempuan itu syok hingga melanjutkan untuk membahas kegilaan yang dilakukan Yugyeom dan Bambam. Melupakan sosok Mingyu yang diam-diam melirik Hanbin dengan arti tertentu.