Kegelapan
Terasa lebih hangat dibanding hatinya yang saat ini telah membeku. Mengambang di antara kekosongan, Wonwoo tidak mengingat bagaimana ia bisa berada di sini. Apakah dirinya sudah meninggal? Dan dimana Youngie Samchon, jika kenyataannya benar?
Wonwoo tertarik pada cahaya di ujung seberang sana. Memutuskan untuk mendekat, Lelaki Jeon merasakan pancaran cahaya semakin membutakan hingga ia terpaksa memejamkan kedua mata. Ketika dibuka, Wonwoo melepaskan hembusan napas terperangah menyaksikan salah satu dan yang menjadi puncak momen berharga di dalam dirinya.
"Wonwoo, jangan bergerak dulu Nak."
Kembali lagi berusia 5 Tahun. Jeon Wonwoo mengingat suasana ini dengan sempurna. Ia sedang berdiri di dalam walk-in closet miliknya, terdapat Taehee dan beberapa pelayan yang dikhususkan untuk mendadani.
Sudah hampir sejam, pengaruh dari Taehee yang sangat perfeksionis itu hanya ingin rencana berjalan sempurna. Karena bagaimana pun juga sangat mustahil seorang Jeon Jihoon memperbolehkan anak semata wayang mereka untuk ikut bepergian ke luar negeri.
Agendanya berlibur ke Jepang. Bukan karena terkenal oleh julukan negeri sakura melainkan pengaruh besar mendiang Jeon Taeyong, pamannya. Taehee sendiri pun termasuk sebagian kecilnya tatkala tak pernah absen untuk menceritakan riwayat hidup Taeyong.
Seperti kisah dongeng sebelum tidur, Wonwoo menjadi terobsesi. Rasa penasaran begitu meningkat seiring bertambah usia. Maka Jepang merupakan satu-satunya tempat yang diidamkan Wonwoo kecil kala itu.
Meskipun selalu mendapat penolakan dari Jihoon. Dari wujud kegigihan Wonwoo, merajuk dan merayu Jihoon pun akhirnya membuahkan hasil. Tepat pada hari ulang tahun yang kelima, Jihoon mengabulkan permintaan Wonwoo.
Dan pada hari ini tentunya menjadi keajaiban. Kenangan terindah Wonwoo bisa pergi keluar dari mansion apalagi ke negara pertamanya yaitu Jepang.
Wonwoo akui, untuk anak kecil sepertinya mungkin akan protes jika tidak bersekolah. Tapi hasrat melakukan perjalanan ke Jepang lebih besar dibandingkan memiliki teman sebaya.
Hanya Jepang, tidak yang lain.
Maka dari itu, Jihoon mengabulkan permintaan dari apa yang Wonwoo inginkan sejak awal. Jihoon pun sudah mempertimbangkannya secara matang, agar perjalanan bersama anak semata wayang kali ini dikelilingi oleh sistem keamanan yang ketat.
Setelah berkutat mendandani Wonwoo, terpilih kemeja putih tidak lupa juga dengan suspender dan topi beret berwarna krem yang membuat penampilan Tuan Muda begitu manis.
Waktu yang bersamaan ketika pintu terbuka, Jihoon memasukki ruangan dan segera mendekati Wonwoo yang ikut tersadar akan kehadiran ayahnya.
"Ayah!"
Ditangkapnya putra semata wayang seraya menggendongnya, posisi yang berhadapan. "Sayangku, masih ingin ke Jepang? Bagaimana kalau ubah tempat ke perkebunan Kakek di Jeju?"
Mendengarnya sudah membuat bibir kecil Wonwoo cemberut, mimik wajah berubah drastis menjadi kecewa.
"AYAH SUDAH JANJI." jerit Wonwoo. Sudah tampak genangan air mata di pelupuknya.
Jihoon menarik napas panjang, kekhawatiran besarnya terganti oleh rasa bersalah. Melihat wajah memelas Wonwoo, membuatnya tak berdaya.
Dimana letak CEO Jeon yang terkenal tegas itu?
Dihadapan putra kesayangannya mendadak bak abdi setia yang tidak bisa berkutik.
"Sayang.." gerutu Jihoon, karakternya mulai terkuak. Sang Ayah menyandarkan kepala di bahu mungil Wonwoo seakan pasrah. "Ayah tidak mau kamu terluka, bagaimana jika nanti sakit? Ayah juga ikut sakit melihatnya."
