Nomor yang anda tuju sedang tidak akti-
Wonwoo menghela napas singkat, bahunya melemas bersamaan penglihatan yang mendadak blur akibat genangan air mata. Ponsel yang digunakannya sudah terjatuh di atas lantai berkarpet, atas sepuluh kali percobaan menghubungi kontak K yang tak kunjung berhasil.
Tubuhnya terkulai di atas sofa ruangan santai JGC. Emosi sudah menguasai pikiran, Wonwoo terisak. Di sela-sela tangis pedih, pikirannya melayang dimana Lelaki Jeon telah menyia-nyiakan orang terdekatnya. Mulai dari Jun, Joy, Si Kembar dan terakhir Mingyu. Mungkin sebagian besar klan Jeon sudah kecewa terhadap dirinya. Ketidakpekaan mengakibatkan Wonwoo ditinggal sendirian.
Setelah dikeluarkannya Mingyu dari kelas 12-A, Wonwoo harus menahan diri agar tidak bergerak untuk menyusul kekasih hati. Demi rahasia yang harus dijaga, Wonwoo juga ikut tersiksa. Harus terlihat normal seperti tidak terjadi apa-apa, harus terlihat tegar supaya hubungan terlarang antara Kim dan Jeon ini tidak terkuak oleh publik.
Bahkan ketika Sohye harus izin masuk setengah hari untuk menjemput Ibunya di bandara, tinggalah Wonwoo sendiri. Tidak ada siapapun yang menemani.
Dari kesendiriannya itu pula menyadarkan Lelaki Jeon akan perbuatannya yang telah menyakiti orang-orang terdekat.
Penyesalan memang datang di akhir.
Di petang hari, semburat senja menyeruak masuk melalui jendela ruangan JGC. Hanya terisi oleh isakan tangis Lelaki Jeon yang bahkan tidak menyadari saat pintunya terbuka.
Wonwoo masih belum menyadari ketika beberapa langkah kaki mendekati dirinya yang sedang membelakangi pintu.
Baru ketika punggungnya dipeluk dari belakang, Wonwoo merasakan uluran tangan yang halus mengalungi tubuhnya. Terasa sangat hangat dan nyaman, isakannya semakin pecah ketika suara Joy terdengar di belakang telinganya.
"Hush, bayi besarku."
Berbalik badan, Wonwoo melirik dengan mata sembabnya. Terdapat Joy dan Si Kembar Jeon yang sudah berada di hadapannya.
"K-Kalian.." belum sempat bereaksi, ketiga perempuan itu segera menghamburkan diri ke tubuh Wonwoo dan memeluk erat Lelaki Jeon.
"M-Maafkan ak-aku.." tersedu-sedu, Wonwoo meremas seragam Joy yang tepat dipelukannya. "A-Aku sangatlah bo-bodoh, menyakiti h-hati kalian."
"Antara kau yang bodoh atau Sohye sialan itu yang pintar dalam memanipulasi." Geram Somin kali ini sudah melepaskan pelukan. Ia memilih untuk mengusap bahu Wonwoo, berusaha menenangkan.
"Tapi dibanding memarahimu, aku lebih ingin meninju wajahnya yang sok polos itu." Jiwoo tidak mau kalah.
Joy tertawa, "Yang berarti kau sudah kami maafkan, Wonie!" gemas menepuk kedua pipi Wonwoo yang basah akibat air mata.
Suasana ruangan JGC terasa menghangat, seperti ada batu besar yang terangkat di dada. Wonwoo bersyukur keadaan mulai kembali normal. Meskipun mendengar komentar buruk tentang Sohye dari ketiga perempuan itu, dalam relung hatinya yang terdalam, Wonwoo yakin kalau Sohye adalah gadis yang baik. Hanya saja berasal dari putri tunggal yang manja sehingga terbentuklah sifat yang egois.
-
Keesokan harinya.
Matahari tertutup awan seperti sedang bersembuyi. Sekilas ibu kota diselimuti oleh hawa dingin yang berasal dari terpaan angin kencang berbagai arah. Suasana kelam juga meliputi klan Jeon di pagi itu. Hari yang merupakan tradisi setiap tahun bagi keluarga besar terkhusus klan Jeon.
Tepat 25 tahun sudah insiden kecelakaan yang menewaskan Jeon Taeyong, tapi tidak ada satupun orang dari klan yang rela melupakannya. Kematian tragis di usia yang terbilang cukup muda, 17 tahun Jeon Taeyong kala itu sama seperti usia Jeon Wonwoo saat ini.