"Tuan Muda, keadaan di rumah sedang tidak kondusif. Saya hanya menyarankan Tuan agar lebih berhati-hati dalam berbicara."
"Seberapa parah?"
"Baru saja saya diperintahkan CEO Jeon untuk memberhentikan satu unit pengawal yang bertugas pada kemarin hari."
Kenyataannya bahwa Sekretaris Ji yang diutus secara langsung untuk menjemput Wonwoo padahal pria itu baru saja mendarat karena keterlibatannya yang ikut serta dalam agenda di Birmingham. Menandakan bahwa keadaan memang sedang tidak baik-baik saja.
Ada banyak skenario yang sedang Wonwoo ciptakan di dalam otaknya dan tak luput kepanikan yang menjalar seiring perjalanan yang terasa sangat mencekam akibat pernyataan dari Sekretaris Ji.
"Apa Ayah akan menyuruhku berhenti sekolah?"
Sekretaris Ji sejenak tersenyum, "Saya yakin keputusan yang telah dibuat sejak awal tidak akan semudah itu untuk ditarik kembali."
Untuk sementara berhasil menenangkan kekacauan yang melanda suasana hati Tuan Mudanya. Namun tidak bertahan lama, gerbang megah yang terbuka lebar di kala mobil melaju mulus melewati hamparan rumput yang luas sebelum mencapai perkarangan depan hampir membuat Lelaki Jeon merinding.
Sesampainya di kediaman Jeon, Wonwoo berusaha sekuat tenaga menyembunyikan rasa gugup. Langkah kakinya terasa berat seperti tertahan oleh rantai besi. Rasa ketakutan sampai ingin segera sampai di kamarnya tanpa perlu ikut makan malam bersama kedua orangtuanya. Tapi apa yang bisa Wonwoo lakukan? Itu bukanlah tradisi di keluarganya. Makan malam bersama adalah suatu hal yang sakral di keluarga Jeon.
"Jeon Wonwoo."
Tubuhnya menegang di kala orang yang pertama kali ditemukannya adalah Jeon Seungheon. Mental Wonwoo menciut bahkan hembusan napasnya seakan tertahan. Sangat tidak terduga bisa bertemu Seungheon. Pasti selalu ada hal genting jika Beliau ikut berkumpul di rumahnya. Terlebih menyangkut urusan bisnis ataupun masalah keluarga. Selain dari pada itu Seungheon lebih memilih tinggal di Jeju, kediamannya. Akibat tidak ingin terusik oleh siapapun.
"Kakek."
Otomatis membungkuk hormat, Wonwoo memaksakan diri untuk tidak terlihat canggung di balik senyumannya.
Seungheon mengangguk singkat, wajah datarnya itu tampak dingin namun berubah saat tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya lebar.
"Kemarilah cucu kesayangan."
Kewibawaan Seungheon meruntuhkan gunung es yang menjulang tinggi di hadapannya. Wonwoo yang awalnya meragu kini sudah tidak merasa cemas lagi, pun ia segera mendekat dan memeluk Seungheon dengan erat.
"Cucu kesayanganku." Seungheon meremat gemas tubuh Wonwoo, "Kakek rindu sekali, sudah hampir lima bulan tidak berjumpa. Ternyata kau sudah sebesar ini."
Seungheon melepaskan pelukan dan memandangi Wonwoo lekat, "Cucuku.. Kakek belum sempat mengucapkan selamat ulang tahun."
Bertepatan sekretaris pribadi yang bernama Baek Sunghyun datang menghampiri dengan menyerahkan sebuah dokumen berisi akta jual beli tanah.
"Pulau di Bahama, apa cucu kesayanganku suka?"
Tidak ada yang bisa menandingi Seungheon dalam memanjakan cucu kesayangannya. Apapun akan Seungheon berikan sebagai bentuk kasih sayangnya terhadap Wonwoo. Sejak lahir pun, tidak ada orang yang nyentrik seperti Seungheon. Alhasil menjadi kebiasaan bagi Wonwoo sehingga reaksi yang ia berikan saat ini hanyalah anggukan senang menerima dokumen tersebut.
Sekilas membaca berkas-berkas yang ada di dokumen lalu berbalik menatap Seungheon dengan suka cita, "Terima kasih Kek. Wonwoo suka sekali hadiahnya."
