1. Tentang Alifa

479 31 3
                                    

"Kamu datang seenaknya, lalu memporak-porandakan dunia saya."

🐰🐰🐰

Sang Surya mulai menampakkan sinarnya di bumi. Tampak seorang gadis, sedang memeluk gulingnya, bergerak gelisah dan menyipitkan mata, menyesuaikan dengan cahaya yang menerobos masuk lewat ventilasi, gorden penutupnya sudah tersibak, dengan kesal bercampur mengantuk, ia berusaha untuk bangkit dari tempat tidur dengan langkah sempoyongan, meraih tirai tersebut untuk menutup kembali gordennya. Namun gerakannya terhenti karena netranya menangkap sosok lelaki paruh baya yang tengah duduk di balkon kamarnya, lelaki berkelepala tiga itu tampak sedang menikmati udara pagi khas Jakarta ditemani secangkir teh disampingnya. Bibir tipis gadis tersebut menarik lengkungan sabit menawan, sembari berjalan mendekat ke arah sosok lelaki yang telah ia panggil Ayah selama ini.

"Pagi, Yah! Hmm, tumben Ayah belum berangkat kerja, biasanya kan jam segini Ayah udah gak dirumah." seru gadis tersebut dengan nada manja yang begitu dibuat-buat, tubuh mungilnya ia sandarkan ke bahu sang Ayah.

"Maafkan Ayah."

Alifa mengernyit tak mengerti, "Maksud Ayah? Ifa gak ngerti kenapa Ayah harus minta maaf."

"Maafkan Ayah, karna Ayah selalu sibuk dengan pekerjaan, Ayah jadi kurang menperhatikan kamu. Ayah hanya berpikir, dengan uang, Ayah pasti bisa membahagiakanmu. Tapi Ayah salah, karna kamu gak bahagia." kata Ayahnya, dengan wajah lelah seraya memandang kosong.

Kerutan di kening Alifa mengendur satu persatu, mendengar perkataan Ayahnya, rasa kesepian yang berusaha ia tutup-tutupi pun memberontak, dan tanpa bisa ia cegah, air matanya jatuh menggenang.

"Siapa bilang Ifa gak bahagia? Emang Ayah tau apa? Ifa bahagia kok, Yah. Banget malah. Ifa punya temen-temen yang banyak, pergaulan Ifa luas, dan Ifa punya pacar yang sangat mencintai Ifa!"

Kamil tersenyum miris mendengar seluruh ucapan anaknya, rupanya, ia memang lalai dalam mendidik putri satu-satunya ini, lihat, bahkan Alifa berpacaran!

"Ayah penasaran, seperti apa teman-temanmu itu, yang tega menjerumuskanmu sampai seperti ini!" darahnya serasa mendidih menyadari fakta bahwa Alifa sudah benar-benar jauh dari agama, dan ini semua karena kesalahannya yang terlalu sibuk mengejar urusan dunia hingga lupa dengan kewajiban menanamkan ilmu agama pada anaknya.

"Maksud Ayah? Jadi Ayah nuduh temen-temen Ifa?"

"Sampai kapan kamu akan seperti ini?" nada bicara Kamil melunak, ia menatap sendu dan penuh kasih Alifa, rasanya begitu sedih saat melihat keadaan putrinya yang sekarang kelakuannya semakin menjadi-jadi, tak bisa dikendalikan dan diatur, dan semua ini terjadi semenjak Alifa kehilangan sosok malaikat tak bersayap yang begitu ia sayang, Alifa kehilangan sosok sandaran saat Kamil selalu bekerja tanpa ingat waktu, karena saat itu, Kamil pun sama terpuruknya saat kehilangan sang istri yang teramat ia cintai.

Namun sekarang Kamil sadar, semua sudah suratan takdir Ilahi, harusnya Kamil memperhatikan Alifa, buah cinta mereka, dan tidak menelantarkan gadis itu hingga sisi brutalnya memberontak karena kesepian dan kurang perhatian.
Disatu sisi ia sangat menyayangi Alifa tapi disisi lain, ia tak ingin Alifa terus terbawa arus pergaulan yang salah, dan memberi kan pengaruh buruk dalam paerkembangannya tapi mulai sekarang ia harus tegas terhadap Alifa karena kalau tidak Alifa semakin menjadi-jadi dan susah untuk dikendalikan, maka dari itu ia memikir kan pendidikan apa yang akan ia berikan kepada Alifa dan harus bagaimana cara ia agar bisa merubah Alifa menjadi wanita sholehah yang bisa membuatnya tenang karena telah memberikan pendidikan yang bisa membawanya kejalan Allah.
Lama ia berfikir dan merenungi keadaan, lantas ia teringat perkataan yang pernah temannya katakan bahwa mereka mempunyai sebuah sekolah islami atau yang disebut dengan pondok pesantren yang mendidik setiap para santriwan dan santriwati untuk mendalami ilmu agama dan memiliki akhlak mulia yang telah diajarkan oleh Baginda Nabi Muhammad saw, ia pun mendapat pemikiran untuk memasukkan Putrinya kedalam pondok pesantren tersebut, ditengah pemikirannya itu ia tak sadar bahwa Alifa juga sedang memikirkan sesuatu yang ingin ia utarakan kepada ayahnya karena ia takut membuat sang ayah sedih.

AUFA (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang