"Jika kamu ingin mengambil keputusan, pikirkan terlebih dahulu, ini pernikahan, hubungan yang sakral, bukan untuk main-main. Pernikahan bukan tentang usia, melainkan masalah kesiapan."
-anonym-
🐰🐰🐰
Matahari mulai menampakkan diri dari persembunyian, memancarkan cahaya yang memberi kehangatan pada insan.
Tampak seorang gadis tengah duduk, mengayunkan kakinya dipinggir pelantaran danau, ia memang sudah ada di sini setelah sholat shubuh, setelah melakukan kewajibannya. Wajahnya yang putih dan tirus, menampakkan kesan anggun, dengan dibaluti khimar dan Gamis yang labuh, sungguh siapa yang tahu, tentang Hidayah. Dari yang dulu tak perduli dengan pemahaman agama, kini telah mengukuhkan agamanya, dengan mentaati perintah Allah.
Gadis itu tampak hanyut dalam pikirannya, menatap kosong ke arah danau yang tenang, dan teduh. Siapa lagi kalau bukan Alifa. Ya, Alifa sedari tadi terus saja melamun, terbang dengan pemikirannya yang entah kemana.
"Coba saja, waktu itu aku berani mengungkapkan perasaan ini," lirihnya, "Mungkin aku takkan pernah merasakan yang namanya patah hati," lanjutnya kembali. Masih menatap kosong ke arah danau.
Alifa tak menyadari, bahwa ada seseorang yang tengah mendengar perkataannya.
Sembari tersenyum, melangkahkan kaki menjauh.Sambil terus tersenyum.
Sedangkan disini. Berliani seperti orang kebingungan yang kehilangan sesuatu.
"Kemana ya?" gumamnya sambil terus memperhatikan satu-satu santriwati yang lewat.Tak lama setelah itu. Naira datang dengan wajah yang masih mengukir senyum termanisnya.
"Assalamu'alaikum Berliani," salamnya, membuat Berliani menoleh heran, dan sedetik kemudian segera berdiri tegak dengan tersenyum ramah.
"Wa'alaikumussalam Ustadzah," jawabnya sopan.
"Kamu lagi nyari Alifa?" tebaknya. Dan segera diangguki Berliani.
"Iya Ustadzah...," sahutnya.
"Alifa sekarang sedang ada di pinggiran danau."
"Baiklah Ustadzah, Syukran atas informasinya," ucap Berliani sopan.
"Na'am. Afwan, ya sudah Ustadzah pamit ya, Assalamu'alaikum." Naira tersenyum, dan segera melenggang pergi.
"Wa'alaikumussalam," sahutnya,
kemudian ia pun bergegas pergi untuk menemui Alifa.Sesampainya di danau. Berliani pun celingukan mencari keberadaan Alifa, selang beberapa menit, tatapan Berliani berkunci pada satu objek yang tengah duduk di pinggir Danau.
"Assalamualaikum Mbak," salamnya lembut, tidak ingin membuat Alifa terkejut dengan kedatangannya.
"Wa'alaikumussalam," jawab Alifa, kemudian mendongakkan wajahnya menatap si penyapa yang ia yakini adalah Berliani.
"Mbak lagi ngapain disini? Sendiri lagi...," tanyanya, "Aku nyariin Mbak kemana-mana nggak katemu," lanjutnya dengan nada khawatir.
"Cuma lagi cari udara seger aja kok Eni. Emang kamu nyari Mbak dimana aja?" tanya Alifa tersenyum menatap wajah khawatir Berliani.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUFA (Hiatus)
Teen FictionIni bukan hanya kisah tentang Aufal, si Ustadz dan pemilik pesantren yang julukannya dingin dan hobinya menatap tanah walau seindah apapun pesona wanita yang ada didepannya, baginya semua sama, sama-sama mengundang dosa. Ini juga kisah tentang Ali...