Cintailah yang dilangit, maka yang dibumi pun akan ikut mencintaimu.
🐰🐰🐰
Pagi-pagi Alifa sudah terjaga.
Setelah melakukan sholat subuh, ia langsung bersiap-siap untuk belajar dengan Naira, tapi hari ini ada yang berbeda dari Alifa, ia menggunakan gamis panjang nan labuh dan juga khimar yang senada, berwarna biru laut yang membuatnya tampak mempesona.
Sayangnya, karena ia masih tidak terbiasa, saat berjalan Alifa sedikit risih karena pasti gamisnya malah terinjak dan hampir membuatnya keselipet.
"Haduh ini baju gimana sih, apa kepanjangan yah? kalau aku potong bawahnya sedikit nggak apa-apa kali ya?"
Dengan celingak-celingukan, ia mulai mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk memotong gamis itu, setelah menemukan benda yang ia cari yaitu gunting, ia pun ingin memulai aksinya memotong gamis labuhnya, namun saat ingin melakukan aksinya, Berliani tiba-tiba masuk dan langsung menepis gunting itu.
"ASTAGHFIRULLAHALADZIM! MBAK ALIFA NGAPAIN TOH MEGANG GUNTING? MBAK MAU BUNUH DIRI YA? JANGAN MBAK AKU MOHON! AKU TUH UDAH SAYANG BANGET SAMA MBAK ALIFA, AKU UDAH ANGGEP MBAK SEBAGAI KAKAK AKU SENDIRI! JANGAN MBAK! AKU MOHON." Alifa terkejut dengan kehadiran Berliani yang langsung menyerbunya dengan pelukan erat, apalagi mendengar suara Berliani yang begitu melengking bak toak Mesjid itu membuat gendang telinga serasa mau copot, ia hanya bisa menautkan kedua alisnya yang hitam itu, dan dengan menahan diri agar tidak tertawa, ia yakin Berliani sudah salah paham.
"Astaga Eni, siapa juga yang mau bunuh diri?" Alifa hanya terkekeh geli memandang Berliani.
Berliani mengerjap-ngerjapkan matanya. "Jadi mbak ngga mau bunuh diri?" Berliani melongo melihat Alifa senyum.
"Iyalah, ngapain juga aku bunuh diri, dosa aku masih banyak tau." ucap Alifa sambil tersenyum.
"Terus ngapain tadi, mbak pegang gunting?" Berliani yang masih memeluk Alifa pun mundur beberapa senti.
"Oh yang tadi, aku tuh mau gunting ini gamis, soalnya kepanjangan susah buat jalan." Berliani yang tak sadar dengan penampilan Alifa pun mulai mengamati dari bawah sampai ke atas kemudian.
1 detik.
2 detik.
3 detik.
"MASYAA ALLAH INI MBAK ALIFA?! MBAK CANTIK BANGET!" suara berliani yang tadi nya sudah mulai pelan dan tenang kini lebih melengking bahkan dari pada yang sebelumnya, membuat Alifa mau tak mau harus menutup telinganya.
"Ih, Eni! Kenapa harus teriak-teriak sih?" Berliani pun langsung nyengir pepsodent memperlihatkan wajah tak berdosanya.
"Hehehe maaf mbak, aku khilaf, habisnya mbak Alifa cantik banget pakai-pakaian syar'i seperti ini." ucapnya jujur, sambil tersenyum melihat Alifa.
"Makasih Eni, ini gamis dari Mbak Naira, dia ngasih untuk aku, katanya biar menutup aur.. aur.. " Alifa yang masih memikirkan kalimat yang agak susah untuk keluar dari lisannya.
"Aurat." ucap Berliani yang masih tersenyum.
"Ah iya, itu. Aurat." Alifa tersenyum kikuk.
"Masyaa Allah semoga istiqomah yah Mbak, aku seneng dengernya."
"Iya iya." Alifa pun ingin meneruskan aksinya mengunting gamis yang kepanjangan, Berliani yang melihat itu pun langsung mengambil gunting yang tergeletak di sampingnya.
"Mbak mau ngapain lagi?" sambil menautkan alisnya.
"Siniin dong guntingnya, aku mau ngeguntingin gamis ini." Alifa berusaha mengambil gunting dari tangan Berliani namun buru-buru Berliani menyimpannya dikantong gamisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUFA (Hiatus)
Teen FictionIni bukan hanya kisah tentang Aufal, si Ustadz dan pemilik pesantren yang julukannya dingin dan hobinya menatap tanah walau seindah apapun pesona wanita yang ada didepannya, baginya semua sama, sama-sama mengundang dosa. Ini juga kisah tentang Ali...