"Seperti warna senja yang hanya berlangsung sesaat, namun keindahannya akan terkenang lama, aku berharap pertemuan kita juga seperti itu, meskipun hanya sesaat, semoga kebahagiaan dan kenangan Indah ini akan terasa selamanya."
-Anonym-
🐰🐰🐰
Aufal sudah menyiapkan barang-barang tinggal menunggu mobil yang menjemputnya.
Sementara para santriwati dan santriwan ikut mengantar dari gerbang pondok, ada yang menatap sedih kepergian Aufal, ada yang menangis tak bersuara bagi santriwati, dan ada yang dengan berani nya meminta Aufal untuk tetap berada dipondok, sambil mengeluarkan air mata tak rela."Ustadz minta maaf untuk semua kesalahan, baik yang disengaja mau pun yang tidak disengaja." ucapnya, sambil tersenyum ramah dan bersahabat kepada para santrinya.
Para santrinya pun masing-masing mulai berkaca, memandang ustadz yang sangat mereka cinta, dan mereka kagumi itu.
Salah satu santri maju dan menyalami Aufal, dengan air mata yang mulai menggenang dipelupuk mata.
"Tidak ustadz, justru seharusnya kami lah yang harus meminta maaf kepada ustadz, saya mewakili semua santri disini, ingin meminta do'a agar kami bisa mengikuti jejak ustadz."
Ucap santri tersebut, dan di amiin kan para santri yang lain."Aamiin. In syaa Allah, ustadz akan mendo'a kan yang terbaik untuk kalian, belajar lah dengan giat dan niat kan lillahi ta'ala."
Sembari tersenyum kearah para santriwan, yang mulai menyalaminya satu persatu. Dan untuk santriwati ia hanya menangkupkan tangan didepan dadanya.Setelah acara salam-salaman, mobil jemputan Aufal pun tiba, para santrinya membantu mengangkat kan barang-barang Aufal kedalam bagasi.
Aufal terus saja melihat ke asrama santriwati, mencari seseorang yang tak dapat ia temui sejak pagi tadi, sampai tak menyadari bahwa pardi memanggilnya berulang kali, merasa tak ada jawaban pardi pun menepuk pelan pundak Aufal."Ustadz . . ustadz . .ustadz." panggilnya berulang.
Aufal sedikit terkejut mendapat tepukan dari pardi.
"Ada apa?" tanyanya."Lah Ustadz iki piye toh? Mobil nya sudah sampai dari tadi, ayok tinggal berangkat kebandara." jawab nya.
"Oh iya baiklah."
Sambil masuk kedalam mobil, melihat umi, abi dan Mbak Naira yang sudah duduk sambil tersenyum kearahnya.
Tak lupa ditemani oleh pardi yang memang sudah menjadi sahabat sekaligus saudara baginya.
Mobil pun mulai melaju membelah jalan, meninggal kan kenangan yang harus Aufal tinggal di pondok ini, dan meninggalkan wanita yang saat ini singgah di hatinya.Dari kejauhan Alifa sedang mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, akibat berlari. Ia berusaha untuk mengejar mobil yang dikendarai Aufal, namun sudah terlambat mobil tersebut telah melaju menjauh, meninggal Alifa sendiri bersama kecewa.
Jujur aku bukanlah orang yang mudah jatuh. Namun saat ini, aku sendiri yang menjatuhkan hatiku, pada jurang yang paling dalam yaitu kekecewaan.
Batinnya sendu, menatap mobil yang sudah tidak dapat ia jangkau oleh indra penglihatannya.
"Sekarang, merelakanmu dan mengikhlaskan mu sudah jadi tugasku, tapi jika suatu saat nanti Allah mempertemukan kita kembali, itu adalah suatu kebahagiaan untukku. jika tidak, semoga Allah mempersiapkan yang terbaik untukku, dan untukmu karena Allah memiliki banyak cara, untuk menyatukan hamba-Nya yang berjodoh. Ya sekarang kupasrahkan pada Allah, ia yang membolak-balikkan hati." lirihnya mencoba menguatkan hati dan berusaha tegar, dalam mengikhlaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUFA (Hiatus)
Teen FictionIni bukan hanya kisah tentang Aufal, si Ustadz dan pemilik pesantren yang julukannya dingin dan hobinya menatap tanah walau seindah apapun pesona wanita yang ada didepannya, baginya semua sama, sama-sama mengundang dosa. Ini juga kisah tentang Ali...