Namaku Aruna Langit Rinjani, adalah seorang pelajar menengah kejuruan. Panggilan akrabku Jani. Namaku mempunyai arti yang indah, yaitu warna langit kemerahan di atas Gunung Rinjani. Karena memang dulu ibu sangat suka mendaki gunung bersama ayah, dan ayah melamar ibu di puncak Rinjani. Romantis, bukan?
Kini aku kelas dua belas SMK, ini adalah semester kedua. Ya, ini adalah masa-masa paling sibuk untuk pelajar semester akhir sepertiku. Tentu aku harus belajar bersungguh-sungguh, meskipun aku bukan murid yang pintar, bahkan aku mendapat peringkat 13 dari 40 siswa di kelas.
"Jani, kamu mau lanjut kuliah apa tidak?" tanya ibu saat aku tengah mencoret-coret kertas dengan rumus aljabar yang aduhai rumitnya, menurutku.
"Hmmm, gak tau bu. Aku belum kepikiran" jawabku sambil memutar-mutar pensil yang aku pegang.
"Loh, kenapa belum tau? Gimana kalo masuk STIMIK? Sesuai jurusanmu saat ini kan?" ucap ibu sambil duduk di kasur kamarku dengan secangkir teh hangat di tangannya. Lalu ia meminumnya.
"Duh bu, ini aja pelajaran IT ku di SMK bikin kepala mau pecah tau ngga si. Aku udah gak mau punya urusan sama coding-coding menyebalkan itu" jawabku sambil berbalik badan ke arah ibu.
"Ibu ko seduh tehnya cuma satu. Buat Jani mana?" lanjutku sambil menatap nanar ke arah ibu.
"Yaudah, terserah kamu. Ibukan sudah kasih tawaran. Jadi setelah lulus nanti kamu mau ngapain?" tanya ibu lagi.
"Jani mau ikut Yola aja bu, dia mau lanjut kerja," jawabku penuh keyakinan dengan niat ikut kerja bersama Yolanda.
"Kamu yakin? Ibu sama ayah masih mampu kok biayain kamu kuliah. Atau kamu ambil manajemen?" lagi-lagi ibu menawariku dengan jurusan yang tak kuminati sama sekali.
"Ya ampun bu. Gak mau ah. Pokonya Jani mau ikut Yola!" timpalku sedikit kesal karena ibu terkesan memaksa. Lalu aku putarkan kembali badanku menghadap meja belajar.
Sebenarnya jauh di dalam lubuk hati, aku ingin sekali kuliah. Namun aku sangat tertarik dengan jurusan sastra, dan justru karena itu ibu tidak setuju dengan jurusan yang kupilih. Aku pernah mengajukannya pada ibu jauh sebelum ia menawariku, pada kelas XI semester pertama tepatnya. Namun ibu bilang bahwa jurusan itu prospek kerjanya gak jelas dan kamu bahkan bisa belajar otodidak tanpa pembelajaran khusus. Dari saat itu, aku tidak akan kuliah jika bukan sastra yang kupilih sebagai jurusannya.
Aku ingin sedikit bercerita tentang mimpiku. Dari sejak SD kalau ditanya mengenai cita-cita aku pasti menjawab "aku ingin jadi penulis terkenal," sedangkan teman-temanku kebanyakan menjawab ingin jadi dokter, guru, atau polisi. Setelah SMP, lagi-lagi aku ditanya mengenai cita-cita, lagi-lagi aku menjawab "Aku ingin menjadi penulis keren," di saat teman-temanku kebanyakan menjawab ingin menjadi guru dan dokter. Seiring waktu berjalan, aku jadi lebih sering membaca buku minimal 2 buku yang kupinjam dari perpustakaan sekolah perbulannya. Hal itu membuatku tersadar, bahwa terkenal saja tidaklah cukup untuk menjadi penulis idaman dan karyanya yang best seller, melainkan butuh kekerenan yang bisa menjadi ciri khas seorang 'aku'. Beranjak SMK, seorang guru Bahasa Indonesia menanyakan kembali tentang cita-citaku, jawabanku tetap sama, yaitu "aku ingin jadi penulis yang baik,". Waktu berjalan cukup lama untukku agar bisa menemukan apa yang kubutuhkan. Aku mulai berpikir, apa aku perlu sekolah tinggi untuk bisa menggapai mimpi? Jika itu kuncinya, maka jurusan sastra adalah jalannya. Saat kuputuskan ingin kuliah jurusan sastra setelah lulus nanti, tanpa menunda aku segera angkat bicara kepada ibu. Tapi, ya. Ibu tak setuju.
***
Ibu keluar dari kamar, dan tak lama kemudian meyodorkan secangkir teh manis hangat. Lalu pergi sambil mengucapkan selamat malam. Sehabis itu aku tak memikirkan perkataan dan penawaran ibu. Aku lanjut belajar.
🕳🕳🕳
Sekian dulu yaaa 💝 suka boleh vote dan kasih kritik saran apapun saya terima 💟
Jika saya ada typo atau kesalahan dalam penulisan, silakan komentar. Terima kasih💫 kalau suka jan lupa share ke temen-temen kalian ya❤🤗 ja, matane!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aruna [ REVISI ]
RomanceAwal mula aku menyadari, bahwa cinta dapat tergantung di antara langit dan bumi. Padahal aku adalah langit, tapi dalam cerita ini, aku sebagai bumi. Ingin kenal dengan Aruna Langit Rinjani yang menjadi bumi? Mari masuk ke dalam dunianya yang bukan...