5. Hai

70 4 0
                                    

Hai, pria dengan penutup muka. Aku menunggu tindak tak terdugamu selanjutnya. Menjadikan diriku seperti diterpa badai, namun kunikmati semuanya.

🌷🌷🌷

"Yola! Angka mau kesini! Katanya dia mau main!" ucapku kegirangan sambil memeluk Yola yang tengah asik chatting dengan pacarnya.

"Masa? Kok dia gak bilang sama aku si? Ih Angka jahat!" gerutunya sembari memajangkan bibirnya ke depan.

"Sekarang kan udah tau, kita mau main kemana nih?" tanyaku, "oiya, kita selama disini gak pernah main kemana-mana ya Yo?" kataku tersadar bahwa kami tak pernah main keluar kecuali ke toko buku langgananku.

"Eh, iya ya Jan. Haha kok bisa ya? Hah! Aku inget! Kamu tuh bawa virus pendiammu kesini! Jadi aku ketularan deh," ledek Yola,

"Ih Yola, jangan di analogikan virus dong,"

"Yaudah, kamu ... BAK - TE - RI, hahahahahah," ucap Yola dengan mengeja kata bakteri hingga membuat dirinya tertawa walaupun tidak lucu.

"Yola!!!!"

🕳🕳🕳

Aku dan Yola sudah siap untuk meet up dengan Angka!

Yippiiiiii! Kami akan bertemu melepas rindu. Kuyakin pasti ada banyak yang ingin Angka ceritakan pada kami, semangatku dan Yola untuk bertemu Angka begitu berapi-api.

Ya Tuhan, dia sahabat kami
Yang terpisah karena sebuah mimpi
Dan beberapa pilihan hati,
Namun sekarang kami akan kembali, bersua lagi.

Sekarang aku dan Yola berada di sebuah taman.

Ddrrttt ... Ddrrttt ...

Handphone Yola bergetar, "Angka!" ternyata Angka menelpon,

"Yola, Jani, kalian dimana?"

"Kita di bangku taman sebelah utara dari arah gerbang masuk utama, sini. Kamu dimana Angka?"

"Oke aku kesana ya,"

"Okeee hati-hati"

Telponnya ditutup Angka terlebih dahulu, "Jan, kok suara Angka agak beda ya?"

"Beda gimana Yo?"

"Beda aja gitu, mungkin efek udah lama gak ketemu kali ya,"

"Nah itu kamu sadar. Yaaa, semoga Angka baik-baik aja,"

"Iya Jan, aamiin."

Tiba-tiba dari arah belakang ada seseorang yang merangkul kami. Jelas aku dan Yola kaget, dan seperti biasa, aku secara otomatis langsung melepaskan rangkulan itu dan melompat ke arah belakang, namun sewaktu kuangkat kepalaku,

"Angka!!!" tanganku yang sudah mengepal bersiap nonjok, kubukakan lagi dan memeluk Angka erat.

Yola yang masih terduduk kini ikut memeluk Angka. "Uh kangen sama kamu Angka!" ucap Yola.

"Kamu makin chubby Angka! Yang bahagia mah beda siii," ucapku sambil mencubit pipi Angka yang makin melebar.

"Gendut kamu Angka!" hardik Yola ceplas-ceplos dengan wajah polos cantiknya.

"Kamu kalau ngomong why selalu right sii Yoooo?!" tanggap Angka sambil mencubit ginjal Yola, eh ginjal, maksudku perut Yola.

"Duduk dong, aku udah cape dari tadi muter-muter gak diajak duduk nih?"

Tanpa basa-basi aku dan Yola menggiring Angka duduk di kursi yang tadi aku duduki.

Begitu banyak hal yang Angka ceritakan pada kami. Mulai dari pertama ia beradaptasi di lingkungan barunya, perjuangan mendapat teman baru di kampusnya, dan beberapa komunitas serta UKM yang ia ikuti di kampusnya, ia membiasakan diri dari heningnya celoteh receh dari sahabat tercintanya, siapa lagi kalau bukan aku dan Yola? Haha. Sibuk! Itulah Angka yang sekarang, berhubung selama 3 hari kedepan ia tak ada jadwal kuliah dan sedang ambil cuti dari kegiatan komunitas serta UKM yang ia ikuti, ia memilih menghabiskan waktu bersama aku dan Yola di sini, di perantauan kami. Di sela-sela setiap cerita yang ia sampaikan tak lepas dari candaan yang bisa membuat aku dan Yola ngakak sampai sakit perut.

"Ah aku cape ngomong terus dan respon kalian cuman senyum dan ketawa-ketiwi sambil memasang muka yang tak enak dipandang," ujar Angka sambil mendorong pipiku dan Yola yang sedari tadi menopang dagu memperhatikan Angka yang begitu semangat dan banyak bicara.

"Eh Angka, memangnya respon seperti apa yang kamu mau? Hah?" Jawab Yola sambil melipatkan tangan di bawah dada dan mendekatkan wajahnya ke wajah Angka.

"Aku haus dan lapar. Duuuh kalian gak peka ya!"

"Eh iya ya haha. Mulutmu hampir berbusa menceritakan betapa epicnya pengalaman barumu di sana tanpa kita," ucapku sembari berdiri. "Yaudah jajan yuk! Kita lanjutkan ritual garing ini nanti setelah perut terisi kembali," lanjutku.

Tanpa basa-basi mereka menyetujui rekomendasiku.

Sesampainya di suatu cafe. Kami langsung memilih tempat duduk yang kami anggap strategis, yaitu tempat duduk yang paling pojok menghadap tembok. Aneh? Tidak kok. Justru jika berhadapan dengan jendela atau di meja yang terbuka dengan kursi yang saling berhadapan kami merasa tidak percaya diri saat makan dan ngobrol. That's why.

Yola memilih duduk di sebelah kiriku dan Angka di sebelah kananku.

Yola langsung memesankan 3 minuman dan beberapa makanan untuk kami santap sebagai teman mengobrol malam hari ini.

"Ah kenyaaaang!" Ucap Yola.

"Aku mau ke toilet sebentar, mau ikut gak?" Tanya Angka.

"Aku ikut," respon Yola sambil berdiri.

"Aku ngga ikut, kalian aja," kataku.

Aku lalu mengeluarkan handphoneku dari tas, ada notification dari instagram. Saat kubuka, icon DM (Direct Message) ada angka 1-nya.

Ha? Dm? Siapa yang ngirim pesan? Kenapa gak lewat wa aja? Tanyaku dalam hati.

demitriusdaniel? Ini bukannya akun orang misterius itu ya? Tanyaku lagi setelah membuka dm. Dan isi pesannya adalah ...

Foto? Ini foto apalagi Ya Allah ...

Ha? Aku? Sekarang?

Aku tak berhenti mengerutkan dahi dengan semua isi dmnya yang berupa foto. Itu fotoku! Lagi-lagi pria misterius ini membuatku bertanya-tanya! Ia memotretku dari segala arah bahkan dari pertama aku masuk cafe ini. Tak habis pikir!

Lalu kubalas

arunalangitrinjani
Ini apa maksudnya?

demitriusdaniel
Kamu lucu

arunalangitrinjani
Kamu siapa si? Dimana sekarang?

demitriusdaniel
Kepo

Balasan dari pria misterius itu hampir-hampiran membuatku naik pitam. Bagaimana tidak? Fotoku diambil secara diam-diam, sok-sokan misterius, dan sok-sokan cuek di chat. Argghh! Kesal!

Aku masih menundukan kepalaku ke arah ponsel. Yola dan Angka akhirnya tiba dan langsung duduk di samping kiriku.

Samping kiri? Bukannya Aku berada di tengah-tengah mereka? Lalu kenapa bau parfumnya berbeda. Ini bukan Yola dan Angka! Ini parfum pria. Pria? Mungkinkah?

"Hai," ucap seseorang dengan pakaian berjaket bomber army dan jeans hitam, terlihat ia memakai topi. Tapi, tanpa masker.

Aku masih terkaget, mataku masih melotot dan wajahku semakin menunduk.

"Hai," ucapnya lagi.

Perlahan kualihkan pandanganku ke arahnya. Sungguh bingung respon seperti apa yang harus kulakukan.

Ia tersenyum manis melihat wajahku yang entah bagaimana bentuknya. Kuyakin, jika yang di hadapanku adalah Yola dan Angka, mereka pasti habis-habisan menertawakanku yang kukira sekarang aku terlihat bodoh.

Ini pertama kalinya seorang pria tersenyum manis tepat di hadapan wajahku yang tidak dalam mode enak dipandang.

🕳🕳🕳

Akhirnyaaa aku update juga guys 😟 maaf ya telah menggantung, ini beneran lagi stuck dan syndrom writer's block belum sepenuhnya hilang.

Ada masukan? Silakan komentar! ❤

Sampai jumpa di updatean selanjutnya 🤗

Aruna [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang