Ddrrttt ... ddrrttt ... ddrrttt ...
Getar ponsel pintar Jani memecahkan keadaan hening yang tercipta antara dirinya dan Fadli, seketika Fadli memberikan ponsel yang dipegangnya kepada Jani.
Jani memberi kode kepada Fadli untuk izin beranjak dari tempat duduknya dan sedikit menjauh.
"Kenapa Angka?"
"Jan .."
"Iya kenapa? Kok suaramu lirih sih?"
"Jani .. hikss hikss ..."
"Angka, tenang dulu. Kenapa? Kamu di mana? Aku pulang sekarang ya, kamu tunggu-"
Tuuut ... tuuuut ... tuuuut ...
Telponnya terputus.
Jani mencoba menelpon Angka kembali, tetapi Angka tidak mengangkatnya.
"Astagfirullah, ini Angka kenapa Ya Allah," batin Jani.
Setelah kembali ke tempat duduk dengan wajah panik, Fadli yang peka kemudian bertanya.
"Ada apa Jan?" Tanya Fadli.
"Angka ... dia tadi di telpon suaranya lirih kek lagi nangis tersedu-sedu gitu, kak. Aku khawatir. Aku pulang sekarang ya," jelasnya sambil memasukan handphonenya ke dalam tas.
"Aku antar, ya." Tawar Fadli
"Gak usah, kak."
"Gapapa kok, takutnya temen kamu nanti kenapa-napa,"
"Kakak lupa? Aku 'kan bisa bela diri, hehe" yakin Jani.
Akhirnya Jani pulang sendirian meninggalkan Fadli yang masih malihatinya hingga lekang dari pandangan.
Mimpimu, jangan pikir aku akan lupa. Akan aku wujudkan. Tunggu saja.
🎬🎬🎬
Dari ujung gang Jani berlari sekencang-kencangnya. Tak peduli tingkahnya terlihat aneh ketika melewati perumahan warga yang tengah ramai dengan obrolan-obrolan bersama tetangga. Hanya satu yang ada di dalam pikirannya, Angka.
Sesampainya di kosan, Jani melepas sepatunya tanpa membuka talinya terlebih dahulu.
"Ha?" Kejut Jani menyadari sesuatu ketika berusaha membuka pintu yang masih terkunci.
"Masih terkunci?" Lanjutnya.
"Astagfirullah!" Sadarnya lalu segera merogoh tasnya mengambil benda besi kecil, yaitu kunci kosannya.
Ternyata Jani lupa memberikan kunci kosannya kepada Angka. Lalu kenapa Angka tidak ada di sini? Kemana Angka? Matanya menyapu keadaan sekitar, lenggang, tak ada siapa pun. Seluruh pintu tetangga tertutup dan suasananya sunyi. Hanya ada samar-samar suara tv menyala di kamar sebelah.
"Ya Allah, Angka ke mana? Angka kenapa?" Batin Jani.
Jani lalu melangkahkan kakinya untuk melihat keadaan sekitar berharap Angka ada di sekitar sana. Jani benar-benar khawatir kepada Angka. Pasalnya Angka adalah sahabatnya, Jani tahu semua tentang Angka karena memang Angka selalu menceritakan hal apapun kepada Jani tanpa ada yang di rahasiakan.
Tiba-tiba Yola datang, "Jan, Angka mana?" Tanyanya.
"Angka gak ada di sini Yola," jawab Jani dengan mata yang berkaca-kaca.
Ddrrtt ddrrt ddrrtt
Handphone Jani bergetar. Bukan telpon, tetapi WhatsApp masuk.
Angka :
Jan, aku pulang duluan ya ke Bandung. Maaf tadi aku lagi kedinginan makanya suaranya jadi gitu. Terus hpku mati. Aku baik-baik aja kok. Makasih ya buat hari-harinya di sana. Ntr deh aku maen lagi atau engga nanti km sama Yola kesini maen ya wkwkJani :
Ih Angka! Aku sama Yola khawatir tau! Yodah deh, bye. Kirain kamu kenapa-napa wkwk. DasarAngka :
Jijik banget dikhawatirin sama kamu dan Yola wkwk. Dah ah aku mo tdr dulu, lelah.Jani :
Asw :v. Kamu naik apa ke Bandung?-tak ada balasan dari Angka-
Setelah merasa tenang, Jani dan Yola masuk ke dalam lalu istirahat.
Keesokan harinya seperti biasa mereka bekerja. Hari ini ada sesuatu yang menarik perhatian Jani di tengah-tengah perjalanan. Matanya tak henti-henti melihat sebuah gedung besar, lalu terlintas di pikirannya, "Aku mau ke sana. Bisakah?"
"Ada sesuatu yang tetiba muncul dalam ruang imajiku. Sesuatu yang baru, masih tabu. Bukan sebuah luka di masa lalu, tetapi tentang sebuah keadaan yang tak bisa kutahu terlebih dahulu; waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aruna [ REVISI ]
RomanceAwal mula aku menyadari, bahwa cinta dapat tergantung di antara langit dan bumi. Padahal aku adalah langit, tapi dalam cerita ini, aku sebagai bumi. Ingin kenal dengan Aruna Langit Rinjani yang menjadi bumi? Mari masuk ke dalam dunianya yang bukan...